Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Tanya Jawab Tentang Berdzikir Setelah Shalat Subuh Hingga Terbit Matahari dan Melaksanakan Shalat Isyraq

Benarkah Ada Hadits tentang Keutamaan Seseorang yang Selepas Shalat Subuh Berjamaah Berdiam Di Masjid Berdzikir dan Setelah Lewat Terbit Matahari Ia Shalat Dua Rakaat?

Jawab:

Ya, benar. Terdapat hadits:

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Dari Anas ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sempurna, sempurna, sempurna (H.R atTirmidzi, dihasankan oleh Syaikh al-Albaniy)

Apakah Shalat 2 Rakaat itu Dilaksanakan Segera Setelah Terbit Matahari?

Jawab:

Tidak. Karena saat matahari terbit hingga sekitar 15 menit setelahnya masih terlarang melakukan shalat sunnah. Namun apabila sudah lewat 15 menit, matahari sudah naik setinggi tombak, yaitu awal pelaksanaan shalat Dhuha, itulah waktu pelaksanaan shalat 2 rakaat tersebut. Jadi, sebenarnya shalat 2 rakaat itu dilaksanakan di permulaan waktu Dhuha.

Sebagaimana disebutkan dalam riwayat atThobaroniy yang menjadi jalur penguat:

مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ

Barang siapa yang shalat Subuh di masjid secara berjamaah, tetap berada di sana hingga shalat Dhuha, ia akan mendapatkan pahala haji atau umrah, yang sempurna haji dan umrahnya (H.R atThobaroniy dari Abu Umamah)


Baca Juga: Tanya Jawab Tentang Doa Setelah Berwudhu


Apakah Seorang Wanita yang Shalat Subuh di Rumahnya Terus Berdzikir Hingga Saat Masuk Waktu Dhuha Ia Shalat Dua Rakaat Bisa Mendapatkan Keutamaan yang Sama?

Jawab:

Syaikh Bin Baz rahimahullah ketika ditanya dengan pertanyaan demikian, beliau menjawab: Diharapkan ia mendapatkan keutamaan tersebut.

Ada pertanyaan kepada Syaikh Bin Baz sebagai berikut: Apakah keutamaan ini berlaku juga untuk para wanita jika shalat di rumah mereka? Apakah dipersyaratkan untuk mendapatkan keutamaan ini shalat berjamaah? Ataukah seorang wanita jika shalat di rumahnya sendirian, tidak berjamaah, kemudian berdzikir mengingat Allah hingga terbit matahari, mendapat keutamaan demikian?

Syaikh Bin Baz rahimahullah menjawab:

نعم يرجى لها ذلك، يرجى لها هذا الفضل العظيم، أما الصلاة المذكورة فتكون بعد أن تطلع الشمس، أي عند ارتفاع الشمس قدر رمح، أي بعد ربع ساعة أو نحوها من مطلع الشمس.

Ya, diharapkan hal demikian itu. Diharapkan ia mendapatkan keutamaan yang agung ini. Adapun shalat yang disebutkan adalah setelah terbit matahari, yaitu setelah matahari naik setinggi tombak atau sekitar seperempat jam dari terbitnya matahari (Fatawa Nurun alad Darb libni Baz 9/89)

Di dalam fatwa yang lain, Syaikh Bin Baz rahimahullah menyatakan:

نرجو للنساء كذلك، إذا جلست بعد صلاتها في مصلاها تذكر الله، تقرأ القرآن، تدعو، ثم صلت ركعتين بعد ارتفاع الشمس يرجى لها هذا الخير العظيم

Kami berharap para wanita pun demikian. Jika ia duduk setelah shalat di tempat shalatnya itu mengingat Allah, membaca alQuran, berdoa, kemudian shalat 2 rakaat setelah matahari meninggi, diharapkan ia juga mendapatkan kebaikan yang besar ini (Fatawa Nurun alad Darb libni Baz 10/437).

Bisa jadi, wallaahu A’lam, salah satu riwayat hadits yang mendasari hal itu adalah hadits Ibnu Umar riwayat atThobaroniy dalam al-Mu’jamul Awsath:

مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ، ثُمَّ جَلَسَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تُمْكِنَهُ الصَّلَاةُ، كَانَتْ بِمَنْزِلَةِ عَمْرَةٍ وَحَجَّةٍ مُتَقَبَّلَتَيْنِ

Barang siapa yang shalat Subuh, kemudian duduk di tempat duduknya hingga memungkinkan untuk shalat (Dhuha, -pen), (pahalanya) adalah seperti umrah dan haji yang keduanya diterima (H.R atThobaroniy, dinilai shahih li ghoirihi oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahih atTarghib wat Tarhib)

Apakah Seorang Laki-Laki yang Berada Di Masjid Kemudian Berpindah Tempat dari Tempat Shalat Namun Masih di Masjid Itu, Mendapat Keutamaan Tersebut?

Jawab:

Insyaallah masih tetap mendapatkan keutamaan tersebut.

Syaikh Bin Baz rahimahullah menyatakan:

الظاهر أنه لا يحجب؛ لأن المسجد كله مصلى، فإذا انتقل من مكان إلى مكان ليستند على عمود أو غيره أو لأنه أريح وأبعد عن هؤلاء القراء حتى لا يشوش عليهم كله لا بأس، يحصل له الفضل إن شاء الله

Secara dzhahir (yang nampak) adalah bahwasanya ia tidak terhalangi (dari keutamaan tersebut). Karena masjid seluruhnya adalah tempat shalat. Jika ia berpindah dari suatu tempat ke tempat lain untuk bersandar pada tiang, atau selainnya, karena tempatnya lebih nyaman dan lebih jauh dari para pembaca (alQuran) yang mengganggu mereka, semua ini tidak mengapa. Akan mendapatkan keutamaan tersebut, insyaallah (Fatawa Nurun alad Darb libni Baz 10/390)

Apakah Ada Hadits Lain Tentang Keutamaan Duduk Berdzikir Selepas Shalat Subuh Hingga Terbit Matahari?

Jawab:

Ya, terdapat hadits yang sah (valid) terkait dengan itu. Seperti hadits:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ، مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَلَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى، أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مَنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً

Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Seandainya aku duduk bersama suatu kaum untuk mengingat Allah Ta’ala dari shalat Subuh hingga terbit matahari, lebih aku sukai dibandingkan aku memerdekakan 4 budak dari keturunan Ismail. Seandainya aku duduk bersama suatu kaum untuk mengingat Allah dari shalat Ashar hingga terbenam matahari, lebih aku sukai dibandingkan aku memerdekakan 4 budak (H.R Abu Dawud, dihasankan Syaikh al-Albaniy)

Apabila dalam Masa Menunggu Itu Seseorang Keluar untuk ke Toilet, Apakah Masih Mendapatkan Keutamaan Itu?

Jawab:

Ya, insyaallah masih mendapat keutamaan itu, jika keluarnya sekedar untuk menunaikan hajatnya tersebut.

Al-Lajnah ad-Daaimah berfatwa:

من جلس في مصلاه بعد أداء صلاة الفجر يذكر الله حتى طلعت الشمس ثم أحدث فخرج من المسجد ليتوضأ ثم رجع بعد وضوئه لمصلاه من قريب ولم يطل مكثه خارج المسجد فصلى ركعتين بعد ارتفاع الشمس قدر رمح فإن خروجه ذلك لا يؤثر ولا يمنع من حصوله على الثواب العظيم المترتب على تلك العبادة إن شاء الله تعالى وهو إدراك حجة وعمرة تامتين والفوز بجنته

Barang siapa yang duduk di tempat shalatnya setelah melaksanakan shalat Subuh mengingat Allah hingga terbit matahari kemudian ia berhadats (dalam proses itu) sehingga keluar dari masjid untuk berwudhu’ kemudian kembali dari wudhu’nya menuju tempat shalatnya tadi dalam waktu yang sebentar, tidak lama masanya di luar masjid, kemudian ia shalat dua rakaat setelah matahari meninggi sekadar tinggi tombak, sesungguhnya keluarnya dia itu tidaklah berpengaruh. Dan ia tidak terhalangi dari mendapatkan pahala yang besar dari ibadah tersebut, insyaallah, yaitu mendapatkan (pahala) haji dan umrah yang sempurna serta sukses mendapatkan surga-Nya (Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah no 20123)

Apabila Masa Menunggu Itu Diisi dengan Mendengarkan Taklim Apakah Tercapai Juga Keutamaan Tersebut?

Jawab:

Ya. Karena majelis ilmu adalah majelis dzikir. Demikian yang dipahami oleh para Ulama Salaf.

قَالَ أَبُو هَزَّانَ: قُلْتُ لِعَطَاءٍ: مَا مَجْلِسُ الذِّكْرِ؟ قَالَ: مَجْلِسُ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ، وَكَيْفَ تُصَلِّي؟ وَكَيْفَ تَصُومُ؟ وَكَيْفَ تَنْكِحُ؟ وَكَيْفَ تُطَلِّقُ؟ وَتَبِيعُ وَتَشْتَرِي؟

Abu Hazzan berkata: “Apakah yang dimaksud majelis dzikir itu?”. Atha’ (seorang tabi’i) menjawab: Majelis dzikir itu adalah majelis (pembahasan) halal dan haram. Bagaimana cara sholat, puasa, menikah, mentalak, dan melakukan jual beli (riwayat Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliyaa’ (3/313))

Abus Sawwaar al-Adawiy –seorang tabi’i- juga berpandangan bahwa majelis penyampaian ilmu adalah sama seperti seseorang bertasbih, bertahmid, berdzikir mengingat Allah Ta’ala.

كَانَ أَبُو السَّوَّارِ الْعَدَوِيُّ فِي حَلْقَةٍ يَتَذَاكَرُ فِيهَا الْعِلْمَ قَالَ: وَمَعَهُمْ فَتًى شَابٌّ فَقَالَ: قُولُوا: سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ قَالَ: فَغَضِبَ أَبُو السَّوَّارِ فَقَالَ: وَيْحَكَ فِي أَيِّ شَيْءٍ كُنَّا إِذًا؟

Abus Sawwaar al-‘Adawiy pernah berada di sebuah majelis membahas ilmu. Di antara mereka ada seorang pemuda yang berkata: Ucapkanlah Subhanallah walhamdulillah. Maka marahlah Abus Sawwaar dan berkata: Celaka engkau, (engkau anggap) kita ini berada dalam keadaan apa?! (az-Zuhud lil Imam Ahmad 1/257).


Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan