Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

KAJIAN BULUGHUL MARAM TENTANG PENYEMBELIHAN KURBAN (BAG KE-4)

KITABUL ATH’IMAH
BAB AL-ADHOHIY

MATN HADITS:

وَعَنْ جُنْدُبِ بْنِ سُفْيَانَ رضي الله عنه قَالَ: شَهِدْتُ الْأَضْحَى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ بِالنَّاسِ, نَظَرَ إِلَى غَنَمٍ قَدْ ذُبِحَتْ. فَقَالَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا, وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

Dan dari Jundub bin Sufyan -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Aku menyaksikan (pelaksanaan Iedul) Adha bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ketika beliau selesai shalat (mengimami) orang-orang, beliau melihat ada kambing yang telah disembelih. Beliau bersabda: “Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat (Ied), hendaknya ia menyembelih kambing (lain) sebagai gantinya. Barang siapa yang belum menyembelih, sembelihlah dengan (menyebut) Nama Allah.”
(Muttafaqun alaih)


Baca bagian sebelumnya: Apakah Berkurban adalah Keharusan Bagi yang Mampu


Penjelasan:

Hadits ini menunjukkan bahwasanya penyembelihan kurban sebelum shalat Ied, tidaklah sah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

Barang siapa yang menyembelih (kurban) sebelum shalat (Ied), sesungguhnya ia hanyalah menyembelih untuk dirinya sendiri. Barang siapa yang menyembelih setelah shalat, maka telah sempurnalah ibadahnya dan tepat sesuai sunnah kaum muslimin. (H.R al-Bukhari dari Anas bin Malik)

إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَنْحَرُ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ ذَبَحَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ

Sesungguhnya permulaan yang kami lakukan di hari kita ini adalah kita melakukan shalat kemudian kembali untuk menyembelih (kurban). Barang siapa yang melakukan hal itu, ia telah tepat sesuai sunnah kita. Barang siapa yang telah menyembelih (sebelum ini, pent) sesungguhnya yang dilakukannya itu hanyalah daging yang dihidangkan untuk keluarganya. Bukan bagian dari ibadah (kurban) sedikit pun (H.R al-Bukhari dan Muslim dari al-Baraa’ bin ‘Azib)

Sedangkan waktu berakhirnya masa penyembelihan adalah dengan berakhirnya hari tasyriq tanggal 13 Dzulhijjah. Berdasarkan sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ

Semua hari tasyriq adalah penyembelihan (H.R Ahmad, al-Baihaqiy, ad-Daaraquthniy, al-Bazzaar, dishahihkan Ibnu Hibban dan dihasankan Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah as-Shahihah)


Artikel bermanfaat lainnya: Memahami Takbir Hari-hari Raya


Pendapat yang menyatakan bahwasanya waktu penyembelihan berakhir dengan terbenamnya matahari di tanggal 13 Dzulhijjah adalah pendapat dari al-Imam asy-Syafi’i, salah satu pendapat dalam madzhab Ahmad, juga dikuatkan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qoyyim, al-Lajnah ad-Daaimah, dan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah.

Al-Lajnah ad-Daaimah berpendapat bahwa dalam rentang waktu sejak selesainya shalat Ied hingga berakhirnya hari tasyriq (13 Dzulhijjah), penyembelihan boleh dilakukan di siang ataupun malam. Namun di siang hari lebih utama.

Apabila waktu penyembelihan tidak melampaui tanggal 12 Dzulhijjah, maka itu lebih baik dan lebih mengarah pada kehati-hatian. Ada sebagian riwayat pendapat Sahabat Nabi yang menyatakan bahwasanya waktu terakhir penyembelihan adalah pada 12 Dzulhijjah.

Wallaahu A’lam

 

Penulis:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan