Nasihat Ikhlas Dari Hati Akan Masuk Ke Dalam Hati
Seorang muslim yang sejati adalah yang benar-benar menginginkan kebaikan untuk saudaranya.
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ
Demi Allah yang jiwaku berada di TanganNya, tidaklah (sempurna) berimannya seseorang sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan
(H.R anNasaai)
Saat ia memberi nasihat, ia tidak mengharapkan hal lainnya. Ia hanya berharap keridhaan Allah Azza Wa Jalla untuk kebaikan dan kemaslahatan saudaranya.
Baca Juga: Saudara Terbaik Adalah yang Gigih Menasihati
Nasihat yang ikhlas dari hati pemberi, akan masuk pula ke dalam hati penerima. Umar bin Abdil Aziz rahimahullah menyatakan:
لَا يَنْفَعُ الْقَلْبَ إِلَّا مَا خَرَجَ مِنَ الْقَلْبِ
Tidaklah bermanfaat pada hati kecuali yang keluar dari hati
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)
Suka dengan pemberian nasihat adalah tanda kebaikan. Pemberi nasihat senang dan berharap kebaikan untuk saudaranya, sedangkan yang diberi nasihat bersyukur dan berterima kasih atas pemberian nasihat itu.
Namun, terkait pemberian nasihat kepada orang yang terduga melakukan kesalahan, jangan seseorang terburu memvonis saudaranya tidak mau menerima nasihat. Perlu ditelaah apakah ia memang terjatuh ke dalam kesalahan atau tidak.
Dalam proses penyampaian nasihat, tidak jarang dibutuhkan dialog dengan pihak yang kita nasihati. Adakalanya sebelum majelis itu dilaksanakan, kita sudah mendengar berita miring dari pihak lain tentang saudara kita tersebut. Apabila saudara kita itu adalah seorang Ahlus Sunnah yang secara dzhahir adil, semestinya kita mengedepankan prasangka baik.
Baca Juga: Kedepankan Prasangka Baik pada Saudaramu Ahlussunnah yang Secara Dzahir Bersikap Adil
Berikan kesempatan kepadanya untuk menyampaikan dan menguraikan pembelaan terhadap berita miring yang banyak tersebar.
Jangan terburu-buru untuk memvonis bahwa dia tidak mau menerima nasihat. Bersabarlah mencermati dan memperhatikan hujah yang disampaikannya.
Apabila kita hanya fokus untuk menyudutkan dia dan tidak mau bersabar mencermati hujah yang dia sampaikan, dikhawatirkan kita termasuk muthoffif yang tercela dalam alQuran. Hanya mengedepankan ego untuk membela hujah kita namun tidak mau mendengar apa yang disampaikan saudara kita itu, padahal yang disampaikannya adalah kebenaran dan penuh bukti.
Allah Ta’ala berfirman:
وَيۡلٞ لِّلۡمُطَفِّفِينَ
Celaka bagi orang yang curang
(Q.S al-Muthoffifin ayat 1)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah menyatakan:
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwasanya seseorang selain mengambil dari orang lain sesuatu untuknya, ia juga wajib memberikan segala hak orang lain berupa harta maupun muamalah. Bahkan masuk dalam keumuman ayat ini (penyampaian) hujah-hujah dan ucapan. Biasanya dua orang yang berdiskusi (berdebat) masing-masing bersikeras untuk menyampaikan hujahnya sendiri. Wajib baginya untuk menjelaskan hujah-hujah kepada rekan debatnya sesuatu yang tidak diketahui. Ia juga harus memperhatikan dalil-dalil dari rekan debatnya sebagaimana ia memperhatikan dalil-dalil yang ia sampaikan. Dalam posisi ini, diketahuilah sikap adil seseorang dibandingkan sikap fanatik, ngawur tidaknya dia, tawadhu’ atau tinggi hatinya dia, berakalkah dia ataukah dungu. Kita meminta kepada Allah taufiq dalam segenap kebaikan
(Taisir Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannan (1/915))
Baca Juga: Tegurlah Aku Jika Menyimpang Dari Kebenaran
Ini adalah kondisi bentuk diskusi antar sesama Ahlus Sunnah atau terhadap seseorang yang masih terbuka peluang menerima nasihat. Jangan terburu-buru kita memvonis bahwa orang itu tidak mau menerima nasihat dan membangkang, padahal sebenarnya hujah yang ia sampaikan sudah demikian kuat, namun kita belum memahaminya. Bisa jadi karena kita tidak sabar mencermati uraian keterhubungan data dan fakta yang ia sampaikan.
Jangan gegabah segera memvonis dia tidak mau menerima nasihat. Justru bisa jadi klarifikasi yang disampaikannya telah benar dan tuduhan miring terhadap dia tidak terbukti.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq, pertolongan, dan ampunan kepada segenap kaum muslimin.
Dikutip dari:
Buku “Keteladanan Umar bin Abdil Aziz”, Abu Utsman Kharisman