Menjaga dan Melestarikan Lingkungan
Mengeruk lapisan lumpur di sungai agar tidak terjadi banjir, menanam tanaman, dan membuat sumur yang airnya akan terus bermanfaat bagi orang-orang setelahnya adalah termasuk amal jariyah yang akan mengalir pahalanya meski sang pembuat sumur itu telah meninggal.
سَبْعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ، وهُو فِي قَبْرِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا، أَوْ كَرَى نَهْرًا، أَوْ حَفَرَ بِئْرًا، أَوْ غَرَسَ نَخْلا، أَوْ بَنَى مَسْجِدًا، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفًا، أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
Tujuh hal yang pahalanya akan mengalir untuk seorang hamba setelah matinya pada saat ia berada di alam kubur: mengajarkan ilmu, mendalamkan sungai (mengeruk lumpurnya), menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, atau meninggalkan anak yang akan beristighfar untuknya setelah matinya (H.R al-Bazzar, Syaikh al-Albany menyatakan: hasan lighoirihi. Dalam riwayat Ibnu Majah ada tambahan: membangunkan rumah untuk Ibnus Sabiil (orang-orang yang dalam perjalanan))
Seorang yang menanam tanaman, akan mendapat aliran pahala sedekah, sekalipun yang mengambil manfaat dari tanaman itu hanyalah seekor hewan.
فَلَا يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا طَيْرٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman yang dimakan bagiannya oleh manusia, hewan melata, atau burung kecuali akan menjadi sedekah baginya hingga hari kiamat (H.R Muslim)
Allah Ta’ala juga melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi.
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Dan janganlah kalian membuat kerusakan di bumi setelah perbaikannya (Q.S al-A’raaf ayat 56 dan 85)
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Dan jika dikatakan kepada mereka: Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, mereka berkata: Sesungguhnya kami melakukan perbaikan (Q.S al-Baqoroh ayat 11)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa perusakan di muka bumi bisa bermakna fisik maupun non fisik. Perusakan fisik seperti perusakan terhadap bangunan rumah, jalanan, ataupun sumur-sumur. Sedangkan perusakan non fisik adalah dengan melakukan perbuatan-perbuatan kemaksiatan. Semua itu adalah terlarang. (Disarikan dari: https://alathar.net/home/esound/index.php?op=codevi&coid=126901 diakses 31 Jan 2022).
Berbagai tindakan perusakan efeknya kadang berakibat buruk dan memudaratkan banyak orang. Seperti pembakaran hutan, menyebabkan asap yang sampai mengganggu hingga ke negara tetangga. Penebangan hutan tanpa ada upaya reboisasi, berakibat banjir di wilayah-wilayah sekitar. Pengeboman ikan di perairan secara membabibuta hingga merusak ekosistem dan punahnya ikan di wilayah itu, membuat para pencari ikan yang lain kehilangan mata pencarian. Pencemaran lingkungan pada berbagai tumbuhan, hewan, maupun perairan. Masih banyak hal lain sebagai contohnya.
Agama Islam sebagai agama kasih sayang mengajarkan kita untuk menghindarkan kemudaratan baik untuk diri kita maupun pada orang lain.
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَار
“Tidak ada kemudharatan (dalam syariat) dan tidak boleh memudharatkan pihak lain (H.R Ibnu Majah)
Perusakan yang berlaku bukan secara fisik pun sebenarnya akan menimbulkan kerusakan yang bahkan lebih besar. Perusakan non fisik yang dimaksud adalah perbuatan kesyirikan, kekafiran, kemaksiatan, kebid’ahan, dan segala hal yang dilarang dalam Islam. Meski manusia tidak melihatnya ada keterhubungan langsung, dampak perusakannya tidak kalah besar dibandingkan perusakan secara fisik.
Baca Juga: Awal Dosa-Dosa Makhluk Terhadap Allah
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
Nampak jelas kerusakan di daratan maupun lautan disebabkan perbuatan tangan manusia (Q.S arRuum ayat 41)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan:
بَانَ النَّقْصُ فِي الثِّمَارِ وَالزُّرُوعِ بِسَبَبِ الْمَعَاصِي
Nampak jelas kekurangan dalam hal buah-buahan dan hasil pertanian disebabkan oleh kemaksiatan-kemaksiatan (Tafsir alQuranil Adzhim (6/320)).
Abul ‘Aaliyah –seorang tabi’i – rahimahullah menyatakan:
مَنْ عَصَى اللَّهَ فِي الأَرْضِ أَوْ أَمَرَ بِمَعْصِيَةِ اللَّهِ فَقَدِ أَفْسَدَ فِي الأَرْضِ ؛ لأَنَّ صَلاحَ الأَرْضِ وَالسَّمَاءِ بِالطَّاعَة
Barang siapa yang bermaksiat kepada Allah di bumi atau memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah, maka ia telah membuat kerusakan di bumi. Karena kebaikan di bumi dan langit hanyalah tercapai dengan ketaatan (riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya)
Baca Juga: Pornografi Merusak Generasi
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
حَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ خَيْرٌ لِلنَّاسِ مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا ثَلَاثِينَ أَوْ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا
Satu hukum had yang ditegakkan di bumi adalah lebih baik bagi manusia dibandingkan mendapat guyuran hujan selama 30 atau 40 hari (H.R Ahmad, dinyatakan sanadnya shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:
Sebabnya adalah bahwasanya suatu hukum had yang diterapkan, akan membuat manusia atau kebanyakan mereka menahan diri untuk melakukan hal yang diharamkan. Apabila suatu kemaksiatan dilakukan, itu menjadi sebab terhapusnya keberkahan di langit dan di bumi. Karena itu, jika Isa bin Maryam –semoga keselamatan untuk beliau- turun di akhir zaman dan menetapkan hukum berdasarkan syariat yang suci ini di waktu tersebut, berupa pembunuhan terhadap babi, menghancurkan salib, menggugurkan jizyah – sehingga tidak menerima kecuali Islam atau diserang dengan pedang (bagi yang tidak mau, pent) -, setelah Allah membinasakan Dajjal dan para pengikutnya, juga Ya’juj dan Ma’juj, dikatakan kepada bumi: Keluarkanlah keberkahanmu. Maka sekelompok manusia cukup memakan 1 buah delima dan bisa bernaung di bawah kulitnya. Susu dari seekor unta mencukupi sekelompok orang. Tidaklah hal itu terjadi melainkan karena keberkahan penerapan syariat Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Selama ditegakkan keadilan, akan banyak keberkahan dan kebaikan. Karena itu, disebutkan dalam hadits yang shahih:
إنَّ الْفَاجِرَ إِذَا مَاتَ تَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ، وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
Sesungguhnya orang yang fajir (jahat) jika meninggal dunia, para hamba dan negeri-negeri beristirahat darinya. Demikian juga pepohonan dan hewan-hewan (H.R al-Bukhari)
(Tafsir al-Quranil Adzhim (6/320))
Dikutip dari buku “Islam Rahmatan Lil ‘Alamin (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah)”, Abu Utsman Kharisman