Adakah Sahabat Nabi Bernama Sya’ban?
Telah beredar di internet kisah tentang Sahabat Nabi yang bernama Sya’ban. Kisah tersebut ada yang tersebar dalam bentuk tulisan. Adapula yang tersebar sebagai video ceramah maupun khotbah Jumat. Ada yang disampaikan pula dalam ceramah di pendopo yang dihadiri pejabat-pejabat di suatu Kabupaten.
Kisah tersebut disampaikan tanpa ada referensi sanad riwayat yang melandasinya.
Kisah itu sangat menggugah. Namun, tentunya kita harus memastikan bahwa kisah yang kita ceritakan adalah benar adanya, teruji validitasnya. Jangan sampai kita menukil sebuah kisah yang tidak berdasar atau hanya rekaan.
Secara ringkas, kisah tersebut menceritakan tentang seorang Sahabat yang dinyatakan bernama Sya’ban. Beliau ini tidak pernah absen shalat berjamaah di masjid bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam. Suatu hari di waktu Subuh, Nabi tidak melihat Sahabat ini. Kemudian bertanya kepada Sahabat yang lain, di manakah tempat tinggalnya. Ternyata perjalanan dari masjid ke rumah Sahabat itu sejauh 3 jam.
Ketika sampai di rumah Sahabat itu, Nabi dan sebagian Sahabat yang lain bertemu dengan istri Sya’ban. Nabi bertanya di manakah Sya’ban. Ternyata ia sudah meninggal. Istrinya pun bercerita bahwa sebelum meninggal dunia, Sya’ban mengungkapkan 3 kalimat penyesalan: Mengapa tidak lebih jauh… mengapa bukan yang baru… mengapa tidak semuanya.
Istrinya pun bertanya kepada Nabi maksud dari ucapan suaminya sebelum meninggal itu. Kemudian Nabi menjelaskan masing-masing maksud ucapan Sya’ban tersebut.
Mengapa tidak lebih jauh? Sebelum meninggal dunia, Sya’ban ditampilkan pahala besar karena perjalanan jauhnya dari rumah ke masjid. Maka Sya’ban pun menyesal mengapa jaraknya tidak lebih jauh sehingga pahalanya lebih besar.
Mengapa bukan yang baru? Penyesalan itu diungkapkan oleh Sya’ban karena ia pernah memberikan baju luar yang butut kepada seorang yang kedinginan. Setelah ditampakkan besarnya pahala sedekah baju itu, Sya’ban menyesal, mengapa yang diberikan bukanlah baju yang baru sehingga harapannya pahalanya lebih besar.
Mengapa tidak semuanya? Sya’ban menyesal karena ia pernah bersedekah sebagian roti dan sebagian susu kepada seseorang. Ketika ditampakkan besarnya pahala sedekah itu, Sya’ban menyesal, mengapa ia tidak menyedekahkan semua roti dan susu yang dimilikinya saat itu.
Demikianlah secara ringkas kisah tentang Sahabat Sya’ban yang dinukil dan tersebar melalui berbagai media.
Apakah kisah itu benar? Adakah Sahabat Nabi yang bernama Sya’ban?
Saudaraku kaum muslimin….
Salah satu pembeda utama agama Islam dengan agama-agama sebelumnya adalah karena kemurnian ajarannya terjaga dengan adanya sanad riwayat. Sebuah kisah di masa Nabi maupun para Sahabat, terjaga validitasnya sampai kepada kita karena jelas sanad riwayatnya, kisah itu disampaikan perawi siapa dari siapa dengan mata rantai yang utuh bersambung sampai kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Al-Imam asy-Syafii rahimahullah mengisyaratkan demikian pentingnya sanad riwayat itu. Bahkan, sebuah kisah maupun kutipan ucapan dari Nabi, para Sahabat, maupun Ulama setelahnya di kalangan Salaf, tidaklah bisa dipastikan keshahihannya, tanpa ada mata rantai sanad riwayat. Mata rantai sanad riwayat itu diungkapkan oleh beliau sebagai ungkapan para perawi hadits: haddatsanaa (telah menceritakan kepada kami…).
Al-Imam asy-Syafii rahimahullah menyatakan:
الْعِلْمُ مَا كَانَ فِيهِ قَالَ حَدَّثَنَا … وَمَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَاسُ الشَّيَاطِينِ
Ilmu itu adalah yang didalamnya terdapat kata ‘haddatsanaa’ (telah menyampaikan hadits kepada kami)…selain itu adalah was-was dari syaithan (Thobaqot asySyaafiyyah al-Kubro (1/297))
Sehingga, sebuah kisah yang dinisbatkan kepada Nabi atau para Sahabatnya, yang tidak mengandung sanad riwayat, tidaklah bisa dikatakan sebagai ilmu. Karena sebuah kisah yang tidak nyata, tidak bisa kita karang pula faidah yang terkandung di dalamnya.
Hal yang semakin membuat kisah itu meragukan adalah bahwa dalam kitab-kitab Ulama yang menyusun biografi Sahabat Nabi, tidak ditemukan Sahabat Nabi yang bernama Sya’ban.
Kita ambil contoh dalam kitab al-Ishobah fi Tamyizis Shohaabah karya al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy, tidak ada nama Sya’ban dalam daftar nama Sahabat Nabi. Dalam deretan nama Sahabat yang diawali dengan huruf syin kemudian ‘ain, hanya disebutkan tiga Sahabat Nabi, yaitu: Sya’bal bin Ahmar atTamiimiy, Syu’bah al-‘Anbariy, dan Syu’aib bin ‘Amr al-Hadhromiy. Padahal kitab al-Ishobah tersebut berisikan biografi dan penjelasan singkat tentang orang-orang yang dipastikan atau dianggap sebagian pihak sebagai Sahabat Nabi berjumlah 12.300 orang.
Demikian juga dalam kitab al-Isti’aab fii Ma’rifatil Ash-haab karya Ibnu Abdil Barr, tidak ditemukan nama Sahabat Nabi bernama Sya’ban. Kitab al-Isti’ab berisi 4.225 nama Sahabat Nabi yang dijelaskan secara ringkas biografinya.
Apabila kita merujuk dalam Shahih Muslim tentang Sahabat Nabi yang paling jauh rumahnya dari masjid, tidak ada penyebutan nama dan tidak ada pula kisah yang sedramatis itu. Berikut ini kita akan sebutkan hadits dalam Shahih Muslim beserta sanad riwayatnya:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا عَبْثَرٌ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِىِّ عَنْ أَبِى عُثْمَانَ النَّهْدِىِّ عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ لاَ أَعْلَمُ رَجُلاً أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ وَكَانَ لاَ تُخْطِئُهُ صَلاَةٌ – قَالَ – فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوِ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِى الظَّلْمَاءِ وَفِى الرَّمْضَاءِ . قَالَ مَا يَسُرُّنِى أَنَّ مَنْزِلِى إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِى مَمْشَاىَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِى إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : قَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ
(al-Imam Muslim berkata) Telah menceritakan kepadaku Yahya bin Yahya (ia berkata) telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abtsar dari Sulaiman atTaimiy dari Abu Utsman anNahdiy dari Ubay bin Ka’ab –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Ada seseorang laki-laki yang aku tidak mengetahui ada orang lain yang lebih jauh rumahnya dari masjid. Ia tidak pernah ketinggalan sholat. Dikatakan kepadanya: Apakah tidak sebaiknya engkau membeli keledai yang bisa dikendarai saat gelap atau panas. Ia berkata: Aku tidak suka rumahku berada di samping masjid. Sesungguhnya aku ingin agar dicatat untukku langkah kaki menuju masjid dan pulang dari masjid menuju keluargaku. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Allah telah mengumpulkan untukmu hal itu seluruhnya (pahala berjalan menuju masjid dan pulang dari masjid) (H.R Muslim)
Hadits yang shahih ini memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa setiap langkah kaki seseorang menuju masjid maupun langkah kakinya saat kembali dari masjid akan tercatat sebagai pahala.
Ketika kita mengutip sebuah kisah, memang tidak harus kita sebutkan lengkap sanad riwayatnya. Namun, kisah itu harus dipastikan berasal dari riwayat yang shahih. Jika ingin mengetahui sanad riwayatnya, bisa dengan mudah ditelusuri dalam kitab-kitab riwayat yang disusun para Ulama. Sebagai contoh, dalam Shahih Muslim di atas.
Wallaahu A’lam
Semoga Allah Azza Wa Jalla senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, pertolongan, dan ampunan-Nya kepada segenap kaum muslimin…
Penulis: Abu Utsman Kharisman