Jum 10 Syawal 1445AH 19-4-2024AD

Saudaraku…

Para Ulama telah berbicara tentang hukum vaksin. Secara asal, vaksin adalah mubah. Sebagai pencegahan sebelum terjangkitnya penyakit ke tubuh kita atau mudharat menimpa kita. Di antara dalilnya adalah perintah Nabi untuk mengkonsumsi 7 kurma ‘ajwah sebagai proteksi untuk mencegah racun maupun sihir.

مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلَا سِحْرٌ

Barang siapa yang di pagi hari memakan 7 kurma ‘ajwah setiap hari, tidak akan memudharatkannya racun maupun sihir di hari itu
(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash)

Syaikh Bin Baz rahimahullah berdalil dengan hadits tersebut akan bolehnya vaksin meningitis ketika ada pertanyaan tentang hal itu. Beliau menyatakan:

فهذا تداوٍ قبل نزول البلاء

Maka ini adalah upaya pencegahan sebelum datangnya musibah
(Masaail al-Imam Ibn Baz (1/249)).


Baca Juga: Khotbah Jumat: Tanda-Tanda Kebahagiaan


Semakna dengan itu, Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah juga membantah anggapan haramnya vaksin meningitis dan beliau menjelaskan bahwa vaksin justru adalah bagian dari bentuk tawakkal dengan menempuh sebab-sebab (perlindungan). Beliau menyatakan:

وكنت أتوقع سؤالاً كثر إيراده ألا وهو استعمال الإبرة عن الحمى الشوكية، فإن من الناس من قال: إن هذا حرام؛ لأنه ينافي التوكل، ولكننا نقول: إن هذا من التوكل؛ لأن التوكل صدق الاعتماد على الله -عز وجل- مع فعل الأسباب

Dan saya mendapat banyak pertanyaan tentang suntik (vaksin) meningitis. Ada sebagian orang yang menyatakan bahwa itu haram karena meniadakan tawakkal. Namun kita katakan: Sesungguhnya ini termasuk tawakkal. Karena tawakkal adalah benar-benar bergantung kepada Allah Azza Wa Jalla disertai melakukan sebab-sebab…
(http://binothaimeen.net/content/167)

Secara praktek perbuatan, Ulama Ahlus Sunnah di masa kini telah melakukan vaksin Covid-19 pada diri mereka. Sebagai contoh, dimuat oleh sebagian media pernyataan Syaikh Sholih al-Fauzan setelah beliau divaksin pada bulan Februari 2021 yang lalu. Syaikh Sholih al-Fauzan menilai bahwa vaksin adalah upaya menempuh sebab perlindungan (dari penyakit). Beliau pun bersyukur kepada Allah kemudian berterima kasih kepada pemerintah Saudi yang memfasilitasi vaksin tersebut.


Baca Juga: Kalimat Berharga Yang Disampaikan Syaikh Sholih Al-Fauzan Saat Beliau Menerima Vaksin Covid-19 Pertama


Pemerintah Indonesia pun telah menempuh kebijakan-kebijakan yang patut disyukuri. Semoga Allah Ta’ala melindungi dan melimpahkan kebaikan pada pemerintah kita. Vaksin gratis digencarkan sebagai pelayanan bagi masyarakat.

Meskipun pandangan sinis bertebaran di sana-sini. Namun hal itu tidak menyurutkan niat baik pemerintah Indonesia. Tidak sedikit dana APBN telah digelontorkan. Sayangnya, antusiasme masyarakat masih sangat rendah.

Segala kebijakan pemerintah selalu dipandang salah. Vaksin digratiskan, jarang peminat. Diberi opsi vaksin berbayar, dianggap ambil keuntungan.

Bukan demikian sikap rakyat yang terbimbing syariat. Mestinya rakyat bersikap mendengar dan taat dalam hal yang bukan berupa kemaksiatan kepada Allah Ta’ala.


Baca Juga: Fatwa Syaikh Bin Baz Tentang Vaksin bagi Orang yang Berpuasa


Kita memang jangan mudah terpengaruh dengan isu dan berita yang tidak berdasar. Jangan langsung percaya dengan info yang disebar di media-media sosial. Justru informasi resmi dari pemerintah muslim yang semestinya dijadikan rujukan dan referensi. Itulah bimbingan alQuran. Informasi resmi dari Ulil Amr (pemerintah) yang semestinya diikuti.

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ

Jika datang kepada mereka (berita) tentang keamanan atau hal yang menakutkan, mereka segera menyebarkannya. Kalau seandainya mereka mengembalikan hal itu kepada Rasul dan Ulil Amri (pemerintah dan orang yang berilmu) niscaya (kebenaran) akan diketahui oleh orang yang menggali informasi itu (dari sumbernya yang valid)…
(Q.S anNisaa’ ayat 83)

Salah satu alasan keengganan mengikuti vaksin adalah karena lebih percaya dengan info-info yang tidak berdasar dibandingkan informasi resmi dari pemerintah. Apabila kita mengikuti isu dan info yang tidak berdasar itu, akan muncul kesan bahwa vaksin berbahaya atau tidak bermanfaat. Padahal, telah terbukti bahwa vaksin –dengan izin Allah- menjadi sebab perlindungan bagi manusia.

Vaksin terbukti efektif mengurangi tingkat kematian. Data vaksinasi di Jakarta dari 12 Januari hingga 9 Juli tunjukkan populasi yang sudah divaksin lebih kecil kemungkinannya untuk terpapar COVID-19. Silakan disimak datanya di: https://covid19.go.id/edukasi/masyarakat-umum/vaksin-covid-19-terbukti-efektif-mengurangi-tingkat-kematian

Silakan dikaji pula hasil-hasil penelitian para pakar di bidang medis yang berkesimpulan bahwa kalaupun terpapar virus Covid-19, orang yang sudah divaksin dengan dosis lengkap –dengan izin Allah – tidak mengalami sakit yang parah.

Kita hanya menempuh sebab. Allah Ta’ala yang menentukan keberhasilan sebab itu berjalan sesuai yang diharapkan. Namun, sikap menaati pemimpin muslim dalam hal yang ma’ruf adalah bagian dari ibadah.


Baca Juga: Hujjah di Hadapan Allah bagi yang Taat kepada Pemimpinnya


Seperti yang telah dipaparkan di atas, hukum asal vaksin adalah mubah. Namun jika itu perintah dari pemerintah muslim, sesuatu yang asalnya mubah berubah menjadi wajib. Al-Mubarokfuri rahimahullah menyatakan:

أَنَّ الْاِمَامَ إِذَا أَمَرَ بِمَنْدُوْبٍ أَوْ مُبَاحٍ وَجَبَ

Sesungguhnya imam (pemimpin/pemerintah) jika memerintahkan pada hal yang mandub (dianjurkan), atau mubah, (hukum pelaksanannya menjadi) wajib
(Tuhfatul Ahwadzi syarh Sunan atTirmidzi (5/298)).

Kalau ada yang masih takut vaksin karena alasan kesehatan, janganlah mendasarkan pada dugaan dan asumsi anda sendiri. Berkonsultasilah dengan ahlinya (dokter) agar mendapatkan arahan yang tepat apakah anda memang belum waktunya mendapat vaksin atau semestinya bisa divaksin.

Semoga Allah Ta’ala melimpahkan afiyat dan keselamatan kepada kita..

 

Penulis:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan