Pilahkanlah antara Kapasitas Ilmu dan Kriteria Kelayakan Informasi
Apabila ada seseorang yang dikenal pernah menerima informasi dari orang lain yang dikenal baik, lalu pada kesempatan menyampaikan informasi lain yang asalnya dari orang baik tersebut, kali ini dia memperolehnya tidak secara langsung, namun melalui jalur informasi orang ketiga yang dikenal buruk. Boleh jadi karena khawatir informasi yang akan disampaikannya kali ini ditolak jika disebutkan informannya secara lengkap, terkadang dilakukan tindakan tidak menyebutkan informan yang buruk, barangkali orang menyangka dia (seperti informasi sebelumnya) langsung mengetahui atau mendapat informasi dari orang baik itu.
Tindakan demikian ini dalam ilmu mustholah dikenal dengan tadlis. Sosok yang melakukan tadlis disebut mudallis. Jika dia tidak menegaskan dengan kalimat meyakinkan bahwa telah benar-benar mendengar langsung dari orang baik yang terpercaya, seperti menyamarkan dengan ungkapan “dari si alim yang baik” atau ‘an fulan, tindakan ini disebut ‘an’anah.
Baca Juga: Pembahasan Hadits Mudallas
Sebagai pelajaran, kali ini kita mengambil satu contoh saja dari sekian tokoh terkemuka ummat ini, semoga mencerahkan pemahaman kita.
Siapa yang belum pernah mengenal Qotadah Bin Di’amah As Sadusi rahimahullah? Ulama terkemuka berkunyah Abul Khoththob dari negeri Bashrah (Iraq).
Beliau masuk dalam jajaran ulama Tabi’in. Pernah belajar kepada sahabat Nabi Anas Bin Malik radhiyallahu ‘anhu, juga beberapa Tabi’in kibar semisal Sa’id Bin Al Musayyib, Al Hasan Al Bashri, Abul ‘Aliyah, Zuroroh Bin Aufa, ‘Atho’, Mujahid, Muhammad Bin Sirin, Masruq dan selainnya.
Sosok yang terlahir dalam keadaan cacat mata tersebut, justru kapasitas ilmu dan kekuatan hafalannya dipuji para imam ahli hadits. Imam Ahmad Bin Hanbal misalnya, beliau rahimahullah berkata:
ﻫﻮ ﺃﺣﻔﻆ ﺃﻫﻞ اﻟﺒﺼﺮﺓ، ﻻ ﻳﺴﻤﻊ ﺷﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺣﻔﻈﻪ
“Beliau (Qotadah) adalah sosok yang paling kuat hafalannya dari kalangan penduduk negeri Bashrah, tidaklah beliau mendengar sesuatu melainkan beliau kemudian dapat menghafalnya.”
Suatu hari ada seseorang yang menyebutkan nama Qotadah di hadapan Imam Ahmad, lalu beliaupun memuji kapasitas ilmu, pemahaman (fiqh)nya, pengetahuan tentang perbedaan pendapat, tafsir dan selain itu dari keutamaan-keutamaan Qotadah. (lihat Al Bidayah wa An Nihayah 9/343).
Betapapun tingginya kedudukan beliau, namun tidak ada manusia yang lepas dari kekurangan. Allah menguji umat ini dengan kekurangan tersebut agar tampak pencari kebenaran sejati dari para pemalas dan yang suka fanatik buta. Dalam periwayatan, tidak semua riawayat Qotadah dapat diterima. Diterima apabila tegas dinyatakan bahwa beliau benar-benar menerima kabar langsung dari gurunya.
Al Hafidz Adz Dzahabi rahimahullah memberikan penilaian khusus tentang hal ini dengan pernyataannya,
ﺣﺎﻓﻆ ﺛﻘﺔ ﺛﺒﺖ، ﻟﻜﻨﻪ ﻣﺪﻟﺲ: ﻭﺭمي ﺑﺎﻟﻘﺪﺭ، ﻗﺎﻟﻪ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻣﻌﻴﻦ، ﻭﻣﻊ ﻫﺬا ﻓﺎﺣﺘﺞ ﺑﻪ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﺼﺤﺎﺡ، ﻻ ﺳﻴﻤﺎ ﺇﺫا ﻗﺎﻝ ﺣﺪﺛﻨﺎ
“Beliau adalah hafidz (pakar hadits), tsiqqoh tsabt (jenis tingkatan ta’dil tertinggi kedua), hanya saja beliau seorang mudallis. Sempat dituduh memiliki kesalahan pemikiran terkait masalah taqdir, demikian dinyatakan oleh Yahya Bin Ma’in. Walaupun begitu para Imam penulis Kitab Shahih (Al Bukhori dan Muslim) berhujjah dengan menjadikan beliau (sebagai perawi kitab-kitab mereka) terutama apabila mengatakan (dengan jelas) “telah menceritakan kepada kami.” (Mizan Al I’tidal 3/385)
Artikel lain yang semoga juga bermanfaat: Pembahasan Hadits Mu’an’an
Karena agama ini Allah jaga di antaranya dengan sebab terjaganya riwayat, tentu perlu dipilah antara aspek pengetahuan dan periwayatan. Terkadang ditemui tokoh-tokoh besar dan pakar terkemuka dalam pengetahuan ilmiah, namun belum tentu periwayatannya mutlak diterima. Karena selain kriteria kejujuran dan kekuatan hafalan, ketersambungan sanad, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat dan tidak memiliki cacat lain yang melemahkan merupakan kriteria lain yang harus terpenuhi.
Di luar ketokohan beliau dalam ilmu dan amal, tercatat kritikan terkait kebiasaan beliau melakukan tadlis. Al Hafidz Ibnu Hajar menyatakan,
ﻛﺎﻥ ﺣﺎﻓﻆ ﻋﺼﺮﻩ ﻭﻫﻮ ﻣﺸﻬﻮﺭ ﺑﺎﻟﺘﺪﻟﻴﺲ ﻭﺻﻔﻪ ﺑﻪ اﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ
“Beliau (Qotadah) memang tokoh penghafal ilmu di zamannya namun beliau terkenal dengan tadlis, sebagaimana hal itu merupakan penilaian Imam An Nasai dan selainnya.” (Thobaqot Al Mudallisin hal. 43)
Senada dengan itu penilaian Jalaluddin As Suyuthi rahimahullah yang juga menyebutkan,
ﻗﺘﺎﺩﺓ ﻣﺸﻬﻮﺭ ﺑﺎﻟﺘﺪﻟﻴﺲ
“Qotadah terkenal sebagai perawi yang melakukan tadlis.” (Asma’ Al Mudallisin hal. 80)
Begitu pula Syaikh Al Albani rahimahullah dalam penelitian terhadap salah satu hadits, beliau menyatakan,
ﻋﻨﻌﻨﺔ ﻗﺘﺎﺩﺓ؛ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﺬﻛﻮﺭ ﺑﺎﻟﺘﺪﻟﻴﺲ، ﻭﻣﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ اﻟﻤﺪﻟﺲ ﻻ ﻳﺤﺘﺞ ﺑﻪ ﺑﺤﺪﻳﺜﻪ ﺇﺫا ﻋﻨﻌﻦ، ﻻ ﺳﻴﻤﺎ ﻋﻨﺪﻣﺎ ﻳﻀﻴﻖ اﻟﺪﺭﺏ ﻋﻠﻰ اﻟﺒﺎﺣﺚ؛ ﻓﻻ ﻳﺠﺪ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻤﻨﻜﺮ ﻋﻠﺔ ﻇﺎﻫﺮﺓ ﻏﻴﺮ اﻟﻌﻨﻌﻨﺔ
“(Pada riwayat ini) terdapat ‘an’anah dari Qotadah. Padahal beliau -rahimahullah- masuk kategori sosok yang biasa melakukan tadlis. Sementara telah dimaklumi bahwa informasi (riwayat hadits) dari mudallis tidaklah bisa dijadikan hujjah (bukti kebenaran) jika dia menyampaikan secara ‘an’anah. Terlebih lagi dalam situasi ketika tidak cukup (waktu dan kemampuan) untuk melakukan penelitian. Sehingga tidaklah didapati dalam suatu hadits mungkar (lemah) suatu cacat yang terang daripada ‘an’anah.” (Adh-dho’ifah 10/267)
Lalu bagaimana dengan orang-orang selain Qotadah rahimahullahu wa’afahu, walaupun mereka tokoh terkemuka ataupun para pengajar ilmu agama? Belum tentu setiap tokoh besar otomatis mutlak diterima semua riwayatnya, Wallahulmusta’an.
Artikel lain yang semoga bermanfaat: Kriteria Hadits Shahih (5 – selesai)
Sehingga sangat penting memelihara sikap kritis dalam memilah. Ketika kita belajar atau menerima kabar, hendaklah berusaha menempatkan pada porsi dan kedudukan yang semestinya. Apabila pemahaman tentang dalil dan kesimpulan hukum suatu masalah agama, silakan merujuk kepada sosok berilmu dari kalangan ahlussunnah yang dikenal kebaikan aqidah dan manhajnya. Namun dalam menerima kabar dan informasi, cermati karakter pembawa kabar dan penilaian ulama tentang mereka, sebelum kita menentukan sikap berpijak dari informasi tersebut. Selain banyak berdoa memohon keselamatan dan istiqomah, besar harapan kepada Allah agar kita bijak belajar, bijak menyaring dan memilah informasi.
Semoga Allah mengaruniakan taufiq kepada kita untuk memperoleh petunjuk-Nya. Petunjuk mendapat berita yang benar, dan petunjuk tepat dalam bertindak serta bersikap.
والله الموفق وهو الهادي إلى صراطه المستقيم
Penulis: Abu Abdirrohman Sofian