Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Menjaga Kemurnian Islam Dari Penyimpangan Kebid’ahan

Bid’ah adalah hal-hal baru yang diada-adakan dalam agama Islam, bisa berupa keyakinan, ucapan, atau perbuatan. Kebid’ahan membuat suatu ajaran yang bukan dari Islam dianggap bagian dari Islam.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sangat intens memperingatkan dari bahaya kebid’ahan pada saat beliau masih hidup. Padahal di masa beliau masih belum ada kebid’ahan sama sekali. Karena setiap ada sedikit hal yang menyimpang atau salah dalam penerapan, segera beliau luruskan.


Baca Artikel Terkait: Definisi Bid’ah


Nabi shollallahu alaihi sering memperingatkan umat akan bahaya kebid’ahan, dalam khotbah Jumat.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلاَ صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ «صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ». وَيَقُولُ «بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ». وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ «أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

dari Jabir bin Abdillah ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam jika berkhutbah, memerah mata beliau, meninggi suaranya, dan (terlihat) sangat marah hingga seakan-akan beliau adalah pemberi peringatan pada pasukan (perang). Beliau bersabda: Bersiagalah (akan serangan musuh) pada pagi dan petang. Nabi bersabda: (Antara) aku diutus dengan datangnya hari kiamat adalah bagaikan dua (jari) ini. Beliau menggandengkan antara dua jari beliau jari telunjuk dan jari tengah. Beliau bersabda: Amma Ba’du. Sesungguhnya ucapan yang terbaik adalah Kitab Allah, dan petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan (dalam Dien), dan setiap bid’ah adalah sesat
(H.R Muslim)

Kebid’ahan pulalah yang membuat kaum muslimin terpecah belah. Allah Azza Wa Jalla berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus. Ikutilah jalan itu. Janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan menyebabkan kalian terpecah dari jalan-Nya…
(Q.S al-An’aam ayat 153)

Mujahid, murid Sahabat Nabi Ibnu Abbas, menafsirkan makna “jalan-jalan (yang lain)” itu sebagai kebid’ahan-kebid’ahan dan syubhat-syubhat. Demikian riwayat atThobariy dalam tafsirnya.


Baca Juga: Manhaj Salaf: Metode yang Benar Dalam Memahami Islam


Kebid’ahan akan membuat pelakunya mengalami kehinaan. Bukan kemuliaan. Allah Azza Wa Jalla berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan patung anak lembu (sebagai sembahan), akan mendapatkan kemurkaan dari Rabb mereka dan kehinaan dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang mengada-adakan (hal yang baru dalam syariat Allah)
(Q.S al-A’raaf ayat 152)

Meskipun ayat ini asalnya adalah terkait perbuatan kaum Nabi Musa yang mengada-adakan peribadatan kepada selain Allah, namun para Ulama memahaminya secara umum. Allah Ta’ala memberikan ancaman yang serupa kepada setiap pihak yang mengada-adakan hal baru dalam agama. Meskipun masing-masing akan mendapat bagian sesuai kadarnya.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: “(Ayat) ini mencakup setiap orang yang mengada-adakan kebid’ahan. Karena sesungguhnya kehinaan bid’ah dan penyelisihan terhadap risalah (Nabi) akan tersambung dengan hatinya dan (dipikul bebannya) di atas pundak-pundaknya. Sebagaimana perkataan al-Hasan al-Bashri: Sesungguhnya kehinaan bid’ah berada di atas bahu para pelakunya, sekalipun bighal-bighal (peranakan kuda dengan keledai) membawa mereka dan kuda-kuda ditunggangi oleh mereka” (Tafsir Ibn Katsir (3/478)).


Baca Juga: Balasan Para Pembuat Kedustaan dan Pelaku Kebid’ahan


Kebid’ahan akan memicu timbulnya tindakan-tindakan radikal, terorisme, bahkan menumpahkan darah seseorang yang seharusnya dilindungi kehidupannya.

Abu Qilabah –salah seorang tabi’i, murid dari banyak Sahabat Nabi- rahimahullah menyatakan:

مَا ابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً قَطُّ , إِلا اسْتَحَلُّوا بِهَا السَّيْفَ

Tidaklah suatu kaum melakukan suatu kebid’ahan kecuali (nantinya) mereka akan menghalalkan pedang
(riwayat Abdurrazzaq dalam Mushonnafnya)

Karena itulah, kebid’ahan harus dihindari dan diberantas. Karena ia bertentangan dengan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Umar bin Abdil Aziz rahimahullah, sosok pemimpin adil yang menyebarkan keadilan dan ketentraman bagi rakyat muslim yang di bawah kepemimpinannya, memerintahkan agar seluruh kebid’ahan dimatikan. Beliau menyatakan:

أَمِتْ كُلَّ بِدْعَةٍ وَأَحْيِ كُلَّ سُنَّةٍ مِنْ سُنَنِ الْإِسْلَامِ وَشِرِيْعَةٍ مِنْ شَرَائِعِهِ وَلَا تَأْخُذَنَّكَ فِي اللهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ

Matikan seluruh bid’ah, dan hidupkan seluruh sunnah Islam dan syariatnya, serta janganlah sekali-kali engkau takut dengan celaan selama berada di jalan Allah
(riwayat al-Balaadzuriy dalam Jumal min Ansaabil Asyraaf (5/267))

Sedemikian bersemangatnya Umar bin Abdil Aziz rahimahullah dalam mematikan seluruh kebid’ahan di masanya, sampai beliau menyatakan:

فَلَوْ كَانَ كُلُّ بِدْعَةٍ يُمِيتُهَا اللَّهُ عَلَى يَدَيَّ , وَكُلُّ سُنَّةٍ يُنْعِشُهَا اللَّهُ عَلَى يَدَيَّ بِبِضْعَةٍ مِنْ لَحْمِي حَتَّى يَأْتِيَ آخِرُ ذَلِكَ عَلَى نَفْسِي كَانَ فِي اللَّهِ يَسِيرًا

Kalau seandainya seluruh bid’ah Allah matikan dengan tanganku, dan seluruh sunnah Allah hidupkan dengan tanganku, dengan (mengorbankan) potongan dagingku, hingga berakhir kehidupanku, sesungguhnya itu adalah (perjuangan) yang sedikit di (jalan) Allah
(riwayat Ibnu Sa’ad dalam atThobaqoot al-Kubro)

Dalam sebagian referensi disebutkan, biidznillah, masyarakat di masa kepemimpinan Umar bin Abdil Aziz rahimahullah hidup dalam kemakmuran dan ketenteraman. Bahkan sulit dicari orang yang layak menerima zakat, karena rakyat hidup berkecukupan. Mereka saling rukun, tidak ada konflik. Semangat belajar ilmu agama sangat tinggi. Sebuah tatanan kehidupan masyarakat Islam yang diidamkan.

 

Dikutip dari:
Buku “Islam Rahmatan Lil Alamin” (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah), Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan