Karakter Terpuji Pengusung Kebenaran
Islam diatur dengan wahyu Sang Maha Mengetahui dan diajarkan dengan riwayat dari Utusan yang dicintai-Nya, kemudian Dia jaga dan sebarkan dari masa ke masa sebagai petunjuk melalui para pewaris Nabi-Nya.
Insan yang memahami konsep dasar ini, tidak akan terjebak mencari pedoman dari filsafat, kearifan lokal maupun hasil olah pikir budaya manusia yang tidak terjamin kebenarannya.
Sehingga karakter para pengusung kebenaran (ahlul haq) di setiap masa dan tempat selalu terikat erat dengan rujukan asli yang menjadi pedoman muslim sejati.
Imam Ibnu Qutaibah Ad Dainuri (Abu Muhammad Abdullah bin Muslim, wafat 276 H) rahimahullah menjelaskan dalam tulisan beliau,
ﻓﺄﻣﺎ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻓﺈﻧﻬﻢ اﻟﺘﻤﺴﻮا اﻟﺤﻖ ﻣﻦ ﺟﻬﺘﻪ، ﻭﺗﺘﺒﻌﻮﻩ ﻣﻦ ﻣﻈﺎﻧﻪ، ﻭﺗﻘﺮﺑﻮا ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﺈﺗﺒﺎﻋﻬﻢ ﺳﻨﻦ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭﻃﻠﺒﻬﻢ ﻵﺛﺎﺭﻩ ﻭﺃﺧﺒﺎﺭﻩ ﺑﺮا ﻭﺑﺤﺮا ﻭﺷﺮﻗﺎ ﻭﻏﺮﺑﺎ. ﻳﺮﺣﻞ اﻟﻮاﺣﺪ ﻣﻦﻫﻢ ﺭاﺟﻼ ﻣﻘﻮﻳﺎ ﻓﻲ ﻃﻠﺐ اﻟﺨﺒﺮ اﻟﻮاﺣﺪ ﺃﻭ اﻟﺴﻨﺔ اﻟﻮاﺣﺪﺓ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺧﺬﻫﺎ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﻗﻞ ﻟﻬﺎ ﻣﺸﺎﻓﻬﺔ
ﺛﻢ ﻟﻢ ﻳﺰاﻟﻮا ﻓﻲ اﻟﺘﻨﻘﻴﺐ ﻋﻦ اﻷﺧﺒﺎﺭ ﻭاﻟﺒﺤﺚ ﻋﻨﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﻓﻬﻤﻮا ﺻﺤﻴﺤﻬﺎ ﻭﺳﻘﻴﻤﻬﺎ، ﻭﻧﺎﺳﺨﻬﺎ ﻭﻣﻦﺳﻮﺧﻬﺎ، ﻭﻋﺮﻓﻮا ﻣﻦ ﺧﺎﻟﻔﻬﺎ ﻣﻦ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﺇﻟﻰ اﻟﺮﺃﻱ
ﻓﻨﺒﻬﻮا ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺣﺘﻰ ﻧﺠﻢ اﻟﺤﻖ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﺎﻓﻴﺎ ﻭﺑﺴﻖ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻛﺎﻥ ﺩاﺭﺳﺎ، ﻭاﺟﺘﻤﻊ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﺘﻔﺮﻗﺎ، ﻭاﻧﻘﺎﺩ ﻟﻠﺴﻨﻦ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﻌﺮﺿﺎ، ﻭﺗﻨﺒﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻋﻨﻬﺎ ﻏﺎﻓﻼ، ﻭﺣﻜﻢ ﺑﻘﻮﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻛﺎﻥ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻘﻮﻝ ﻓﻼﻥ ﻭﻓﻼﻥ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ ﺧﻼﻑ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻣﺨﺘﻠﻒ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺻ ١٢٧
“Adapun para pengusung kebenaran, mereka itu berusaha memperoleh kebenaran dari arah yang semestinya. Mereka lebih mengikuti petunjuk itu dibandingkan dugaan-dugaan seputarnya.
Mereka juga mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan pengikutan mereka terhadap petunjuk-petunjuk hadits (sunnah) Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.
Dan mereka berusaha memburu jejak peninggalan serta riwayat tentang hadits itu, di daratan ataupun (mengarungi) lautan, baik di arah Timur maupun Barat.
Salah seorang diantara mereka rela menempuh perjalanan dengan berjalan kaki diiringi semangat kuat dalam memburu satu riwayat, atau satu hadits. Sehingga mereka bisa mendapatkannya secara penukilan verbal langsung.
Kemudian merekapun terus-menerus mencari riwayat-riwayat dan pembahasan seputarnya, sampai mereka dapat memahami mana riwayat yang shahih dibandingkan yang lemah. Demikian pula riwayat yang menjadi merevisi hukum (nasikh) dari yang direvisi (mansukh).
Mereka juga berusaha mengerti siapa saja kalangan yang menyelisihinya dari para pakar fiqh yang mendahulukan logika.
Lantas mereka memberikan peringatan tentang hal itu, sehingga teranglah kebenaran, setelah sebelumnya membingungkan. Dan menjadi tinggi menjulang setelah sebelumnya tenggelam tersamarkan. Menjadi terangkum rapi setelah sebelumnya tercecer berserakan.
Mengajak tunduk terhadap sunnah-sunnah kepada pihak yang berpaling darinya.
Dan memberikan pesan pengingat kepada pihak yang melalaikannya.
Serta menjadikan sabda Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sebagai landasan hukum setelah sebelumnya menjadikan ucapan tokoh fulan dan fulan walaupun bertentangan dengan sabda Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sebagai pijakan hukum kala itu.”
(Ta’wil Mukhtalaf Al Hadits hal. 127)
Artikel yang semoga bermanfaat pula:
- Ilmu yang Benar tentang Satu Ayat atau Satu Hadits Sangat Berharga Bagi Para Ulama Salaf
- Contoh Riwayat Sabda Nabi, Ucapan Sahabat, Maupun Ulama Setelahnya
- Bimbingan Ulama Salaf Agar Selektif Dalam Mengambil Ilmu
Saudaraku, dapatkan arah petunjuk dari bimbingan ulama. Jika ada kesempatan kita memperolehnya dengan bertemu langsung dengan mereka, segeralah melakukannya. Semoga akan lenyaplah prasangka dan dugaan-dugaan, tergantikan dengan kejelasan masalah dan rincian hukumnya.
Karena menerima ilmu dengan mencari kabar langsung dari ulama menjadi prinsip yang disebutkan Nabi shollallahu alaihi wasallam.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu secara sekaligus dari para hamba. Akan tetapi ilmu dicabut dengan cara diwafatkannya ulama. Sampai apabila tidak lagi tersisa seorang ulama, orang-orang akan memosisikan orang-orang bodoh sebagai pembina-pembina mereka. Lalu mereka akan ditanya, hingga mereka berfatwa tanpa landasan ilmu. Sehingga mereka sesat dan menyesatkan masyarakat.” (HR. Al Bukhori Kitab Al ‘Ilm)
Dalam Kitab Al I’tishom juga pada shohih Al Bukhari disebutkan dengan redaksi,
فَيَبْقَى نَاسٌ جُهَّالٌ، يُسْتَفْتَوْنَ فَيُفْتُونَ بِرَأْيِهِمْ
“Sehingga hanya tersisa orang-orang bodoh di tengah masyarakat. Mereka diminta berfatwa, lalu mereka (para ulama gadungan itu-pen) berfatwa dengan pemikirannya sendiri.”
Tidak ada yang lebih memahami nasikh-mansukh dalil Al Quran dan hadits dibandingkan para ulama. Tidak pula pendapat yang kuat dari yang lemah bisa terang terpisahkan, melainkan dengan bimbingan mereka.
Senyampang ulama masih ada, dan mereka menjelaskan ilmu dan menyampaikan bimbingannya, berjuanglah untuk mendapatkan dari mereka. Tinggalkan dugaan-dugaan dan analisa para tokoh yang tidak menerapkan bimbingan ulama. Semoga Allah menjadikan kita sebagai bagian dari para pengusung kebenaran sejati.
Oleh: Abu Abdirrohman Sofian