Keadaan Lupa dan Tidak Sengaja Tidaklah Membatalkan Puasa
KAJIAN KITABUS SHIYAAM MIN BULUGHIL MARAM (Bag ke-13)
Hadits no 669
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dan dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barang siapa yang lupa pada saat ia berpuasa kemudian ia makan dan minum, hendaknya ia sempurnakan puasanya. Karena itu adalah pemberian makan dan minum dari Allah (muttafaqun alaih)
Hadits 670
وَلِلْحَاكِمِ: – مَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَا كَفَّارَةَ – وَهُوَ صَحِيحٌ
Dan dalam riwayat al-Hakim: Barang siapa yang melakukan pembatal puasa di bulan Ramadhan dalam keadaan lupa, tidak ada keharusan mengganti maupun membayar kaffarah baginya. Dan hadits ini shahih
Penjelasan:
Di dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzhab mayoritas Ulama bahwasanya orang yang berpuasa jika ia makan atau minum atau berhubungan suami istri dalam keadaan lupa, hal itu tidaklah membatalkan puasa. Di antara Ulama yang berpendapat demikian adalah asy-Syafi’i dan Abu Hanifah (al-Minhaj syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj karya anNawawiy (8/35)).
baca juga:
Hadits no 671
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – مَنْ ذَرَعَهُ اَلْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ – رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ.وَأَعَلَّهُ أَحْمَدُ وَقَوَّاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ
Dan dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barang siapa yang tidak mampu menahan muntah, tidak ada keharusan mengganti baginya. Barang siapa yang berusaha untuk muntah (kemudian muntah), ia harus mengganti (di hari lain). Hadits riwayat Imam yang Lima. Ahmad menilainya memiliki illat. Sedangkan ad-Daraquthniy menguatkannya
Penjelasan:
AtTirmidzi rahimahullah menyatakan: Para Ulama mengamalkan hadits Abu Hurairah dari Nabi shollalahu alaihi wasallam bahwasanya orang yang berpuasa jika tidak kuasa menahan muntah hingga muntah, ia tidak harus mengganti (di hari lain). Jika ia menyengaja muntah, hendaknya ia mengganti. Ini adalah pendapat Sufyan ats-Tsauriy, asy-Syafii, Ahmad, dan Ishaq (Sunan atTirmidzi).
Muntah secara sengaja membatalkan puasa. Secara sengaja, contohnya: memasukkan jari ke mulut hingga pangkal lidah, sehingga muntah. Atau, menyengaja membaui bau-bau yang busuk agar muntah. Demikian juga menyengaja melihat hal-hal yang menjijikkan dengan tujuan agar menjadi muntah. Hal-hal demikian adalah membatalkan puasa.
Namun bagi orang yang tidak menyengaja untuk muntah, tapi karena keadaan tertentu seperti seorang yang terserang masuk angin, kemudian muntah, maka ini tidak membatalkan puasa.
Ditulis oleh: Abu Utsman Kharisman