Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Bagaimana Penjelasan tentang Najisnya Darah?

Jawab:

Sebagian Ulama menukil ijma‘ akan najisnya darah. Di antaranya adalah al-Imam Ahmad, anNawawiy, al-Qurthubiy, Ibnu Rusyd, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hazm, Ibnul ‘Arobiy dan Ibnu Hajar al-Asqolaaniy rahimahumullah. Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Bar menjelaskan bahwa najisnya itu berlaku untuk seluruh darah.

Namun, apakah memang berlaku untuk semua darah? Hal ini perlu dikaji lebih lanjut.

Untuk darah haid dan nifas, memang jelas najisnya. Nabi shollallahu alaihi wasallam menyuruh wanita yang bajunya terkena darah haid untuk mencucinya. Sebagian Ulama kemudian mengqiyaskan itu untuk semua darah yang keluar dari 2 jalur: kemaluan dan dubur. Semuanya najis.

Darah dari binatang yang najis seperti anjing dan babi, jelas najisnya.

Darah dari bangkai atau binatang yang tidak mengalami penyembelihan secara syar’i juga jelas najisnya. Karena bangkai adalah najis. Darah yang memancar dari proses penyembelihan syar’i juga termasuk najis. Karena itu termasuk darah yang mengalir (dam masfuh).


Baca Juga: Hukum Asal Pakaian Wanita Adalah Suci


Darah yang tidak terhitung najis adalah darah ikan, darah hewan kecil yang darahnya tidak mengalir (seperti lalat, nyamuk, dan semisalnya), dan darah orang yang terbunuh dalam pertempuran membela agama Allah. Orang yang terbunuh di jalan Allah, Nabi menyuruh untuk tidak memandikan mereka dan dikuburkan sesuai keadaan mereka yang terluka tersebut.

Syaikh Bin Baz rahimahullah cenderung pada pendapat bahwa semua darah baik pada hewan maupun manusia adalah najis. Namun dimaafkan jika sedikit. Termasuk darah yang menempel pada daging. Hal itu bukanlah najis.


Baca Juga: Sudah Berusaha Mencuci Najis Secara Maksimal Namun Masih Tersisa Warnanya


Sebagian Sahabat Nabi ada yang sangat berhati-hati dalam menghindari darah sebagai najis. Di antaranya adalah Ibnu Umar radhiyallahu anhu.

عَنْ سَالِمٍ : أَنَّ ابْنَ عُمَرَ بَيْنَمَا هُوَ يُصَلِّى رَأَى فِى ثَوْبِهِ دَمًا، فَانْصَرَفَ فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ، فَجَاءُوهُ بِمَاءٍ فَغَسَلَهُ، ثُمَّ أَتَمَّ مَا بَقِىَ عَلَى مَا مَضَى مِنْ صَلاَتِهِ وَلَمْ يُعِد

Dari Salim bahwasanya Ibnu Umar ketika sedang shalat melihat di pakaiannya ada darah. Ia pun beranjak memberikan isyarat kepada mereka (orang-orang yang ada di dekat tempat shalatnya). Mereka pun datang dengan membawakan air, dan Ibnu Umar mencuci (bagian pakaian yang terkena darah itu). Kemudian ia menyempurnakan shalatnya, tidak mengulangi lagi
(riwayat al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro)

 

Dikutip dari:
Buku “Fiqh Bersuci dan Sholat”, Abu Utsman Kharisman, edisi revisi

Tinggalkan Balasan