Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Bom bunuh diri tercela bahkan terkutuk dari banyak sisi syariat. Sebagian aksi tersebut memenuhi keseluruhan bukti celaan, sebagiannya terbukti pada beberapa poinnya. Apabila salah satu di antara bukti berikut terjadi, sudah cukup menunjukkan tercelanya aksi terorisme tersebut. Bagaimana jika didapati pada banyak poin? Apalagi bila semuanya terbukti?

Apa saja sisi dilarangnya aksi bom bunuh diri dalam Islam? Simak pemaparan berikut, akan disebutkan setidaknya 10 dari sekian banyak sisi larangannya, semoga Allah menjauhkan kita, keluarga kita dan segenap muslimin dari bahaya keyakinan dan ancaman aksi konyol tersebut.


Artikel lain yang semoga bermanfaat: Kecaman Terhadap Aksi Bom Bunuh Diri dan Berbagai Tindakan Teror yang Meresahkan


1. Termasuk bunuh diri & terancam adzab

Buktinya, dengan bom bunuh diri, korban pertama dipastikan adalah pelaku sendiri. Bahkan dalam sebagian aksi gagal, hanya pelaku sendiri yang menjadi satu-satunya korban tewas.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah mengajak kita berpikir cerdas dalam konteks ini, beliau pernah mengatakan,

هذا الذي وضع على نفسه هذا اللباس الذي يقتل أول من يقتل نفس الرجل، لا شك أنه هو الذي تسبب لقتل نفسه

“Orang yang memakai pakaian (bom) seperti ini untuk dirinya, yang akan pertama-tama akan terbunuh adalah orang itu sendiri. Tidak diragukan lagi dialah sendiri yang akan menyebabkan dirinya terbunuh.” (Silsilah Liqo’ Asy Syahri 2 – 22b)

Adapun orang yang sengaja membunuh dirinya sendiri telah jelas larangannya dalam Al Quran.

وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kalian membunuh diri sendiri; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.” (QS An Nisa’: 29)

Demikian pula Nabi shollallahu alaihi wasallam telah bersabda,

وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا، عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa membunuh dirinya menggunakan suatu alat di dunia, dia akan diadzab menggunakannya pada hari kiamat” (HR Al Bukhari dari sahabat Tsabit bin Adh-Dhohhak radhiyallahu anhu)

2. Tidak memenuhi kriteria diterimanya amal sehingga tertolak dan sia-sia

Telah dimaklumi bahwa suatu amal yang diniatkan ibadah harus memenuhi 2 syarat, agar diterima Allah Ta’ala.

Termasuk niatan dalam rangka berjihad, mestinya selain ikhlas untuk Allah semata juga perlu sesuai dengan sunnah dan tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Sebagaimana penafsiran ulama tentang ayat 112 dari surah Al Baqarah,

بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan wajah (dirinya) kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,

“Sa’id bin Jubair (rahimahullah) berkata: ‘Barangsiapa yang “menyerahkan diri”; artinya mengikhlashkan. “Wajahnya”; (yaitu) agamanya’.

“Sedang ia berbuat kebajikan”, yaitu dalam mengerjakannya mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Karena amal yang bisa diterima (Allah) memiliki 2 syarat:

  • yang pertama: hendaklah ikhlas hanya dijiatkan untuk Allah semata.
  • yang lainnya: hendaklah tepat, sesuai dengan syariat (Nabi).

Sehingga kapanpun suatu amal meskipun ikhlas namun belum tepat, belumlah bisa diterima.

Karenanyalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

‘Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak terdapat ketentuan syariat kami maka hal itu tertolak.’ (HR Muslim).”

(Tafsir Al Quran Al Adzim 1/385)

Sejarah Islam yang terbimbing dengan sunnah Nabi alaihish-sholatu wassalam, tidak mencatat adanya pengorbanan diri tanpa ada peluang tetap hidup selamat ketika berjuang melawan pasukan yang memusuhi Islam sekalipun. Sehingga mengaggap aksi bunuh diri sebagai jihad bukanlah amal ibadah yang diakui dalam Islam.


Artikel lain yang semoga bermanfaat: Peringatan Keras dari Kesesatan Khawarij


3. Muncul dari keyakinan ekstrim

Jalan pemahaman muslim moderat diusahakan adil dan terbaik sesuai dasar Al Quran dan As Sunnah dengan bimbingan para ulama mereka. Mereka terus istiqomah di atas jalan tersebut, dan mereka berusaha keras menjauhi pemahaman ekstrim yang melampaui batas ketentuan syariat Allah.

Mereka memegang prinsip dalam firman Allah Ta’ala,

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Maka hendaklah engkau istiqomah di jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertobat bersamamu. Dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (QS Hud: 112)

Dalam hadits Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sampai mendoakan kebinasaan bagi orang-orang yang ekstrim. Beliau alaihish-sholatu wassalam sampai mengucapkan tiga kali:

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ

“Celakalah orang-orang yang ekstrim!” (HR Muslim)

Salah satu bentuk ekstrimnya keyakinan mereka para pelaku aksi bom bunuh diri adalah kebanyakannya mereka memelihara keyakinan bahwa pelaku dosa besar telah kafir. Sementara pemerintah yang ada termasuk thoghut yang bersama kalangan kafir itu layak untuk diperangi dan dibunuh.

Dan usaha memerangi mereka dianggap termasuk jihad. Sedangkan orang yang mati dalam berjihad pastilah syahid menurut mereka.

Itu bukan hanya cerita masa lalu. Bukan hanya sejarah kaum Khawarij di masa kekhilafahan Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Bahkan berlanjut hingga kini. Yang terbaru pada kendaraan pelaku bom bunuh diri di Bandung ditemukan tulisan yang antara lain menyebut; “Perangi para penegak hukum setan QS 9:29.”

4. Memberontak kepada pemerintah tanda keluar dari lingkup Ahlussunnah waljama’ah

Pemberontakan terhadap pemerintah muslim yang sah, adalah pelanggaran terhadap prinsip keyakinan muslim sejati, khususnya bagi ahlussunnah waljama’ah.

Imam Sahl bin Abdillah At Tustari rahimahullah (w. 283 H) pernah ditanya,

“Kapankah seseorang mengetahui bahwa dirinya di atas (keyakinan) sunnah dan jama’ah? Maka beliaupun rahimahullah menjawab, bahwa yang demikian jika terpenuhi pada dirinya 10 karakter,

  • (pada poin kedua);

ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻷﻣﺔ ﺑﺎﻟﺴﻴﻒ

“Tidak memberontak dengan senjata terhadap ummat ini.”

  • (pada poin ke sepuluh);

ﻭﻻ ﻳﺘﺮﻙ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺧﻠﻒ ﻛﻞ ﻭاﻝ ﺟﺎﺭ ﺃﻭ ﻋﺪﻝ

“Tidak meninggalkan persatuan di bawah kepemimpinan setiap kepala negara baik yang jahat ataupun yang adil.”

(Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah, Al Lalika’i 1/205)

5. Salah sasaran & mengorbankan sesama muslim

Banyak sekali kejadian bom bunuh diri yang menyasar target sesama muslim. Akibat keyakinan ekstrim dan pembangkangan, pelaku bom bunuh diri tidak lagi mempedulikan bahaya dosa besar membunuh jiwa sesama muslim tanpa alasan yang dibenarkan.

Contoh dalam peristiwa bom yang terjadi di Polsek Astana Anyar Bandung pada 7 Desember 2022 lalu, selain menewaskan diri pelaku sendiri, korban meninggal dunia juga menimpa seorang muslim anggota Polri, Aipda Anumerta Ahmad Sofyan rahimahullah dan sejumlah korban luka muslimin lainnya.

Agar tindakan serupa tidak kembali terjadi penting sekali diingatkan larangan membunuh dengan sengaja jiwa sosok yang beriman. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, dia akan kekal (dalam waktu lama) di dalamnya dan Allah murka kepadanya, mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS An Nisa’: 93)

Kalaulah misalkan sasaran target serangan adalah musuh Islam yang legal, tetap saja cara itu secara strategis tidak layak.

Berdasarkan penelitian, efektifitas serangan bom bunuh diri tidak signifikan. Dalam rentang periode 25 tahun terakhir didapatkan rata-rata korban terbunuh 8 orang dalam sekali serangan, sementara korban luka di rerata 21 orang. (Journal of The Washington Institute of China Studies, Summer 2010, Vol. 5, No. 1, p. 21).

6. Menakuti kaum muslimin, tindakan haram dan terlaknat

Menodongkan senjata saja walaupun kepada saudara kandung sesama muslim dapat menyebabkan laknat malaikat, berdasarkan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam,

مَنْ أشارَ إلَى أخيهِ بِحَدِيدَةٍ، فَإنَّ المَلائِكةَ تَلْعنُهُ حتَّى يَنْزِعَ، وإنْ كَان أخَاهُ لأبِيهِ وأُمِّهِ

“Barang siapa yang menodongkan senjata (tajam)nya ke arah saudaranya, sesungguhnya malaikat akan melaknatnya sampai dia melepaskannya. Walaupun sasarannya itu adalah saudara kandungnya sendiri.” (Lihat Riyadhush-Shalihin hadits 1783).

Lebih jauh, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara tegas melarang tindakan menakut-nakuti sesama muslim walaupun dengan maksud bergurau.

لا يحِلُّ لمسلمٍ أن يُروِّعَ مسلمًا

“Tidak dihalalkan bagi seorang muslim, menakuti muslim lainnya.” (HR Abu Dawud dan dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahumullah).

Hadits di atas sabab wurud nya terkait gurauan sebagian sahabat terhadap sahabat lainnya dalam situasi istirahat malam ketika perjalanan mereka. Untuk maksud semacam itupun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memperingatkannya, dan menyebutnya sebagai tindakan yang tidak halal. Lalu bagaimana dengan yang sengaja membunuh atau menimbulkan ketakutan nyata bagi sesama muslim?


Baca juga artikel lainnya: Pelaku Teror Bukan Wahabi Salafi


7. Menjauhkan simpati terhadap Islam

Muslim yang berakal mestinya menarik simpati pihak non muslim. Jika tidak bisa menjadi dai yang mengajak secara langsung, setiap muslim bisa berperan dengan berbagai perilaku kebaikan yang diajarkan Islam.

Bagaimana dengan tindakan penyerangan dan meledakkan diri? Tentu hal itu akan menimbulkan persepsi dari non muslim, bahwa agama kita mengerikan dan penuh kekerasan.

Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam telah menjelaskan,

لِتَعْلَمَ يَهُودُ أَنَّ فِي دِينِنَا فُسْحَةً، إِنِّي أُرْسِلْتُ بِحَنِيفِيَّةٍ سَمْحَةٍ

“Supaya orang Yahudi mengetahui bahwa dalam agama kita terdapat kelapangan. Sementara diriku telah diutus menyampaikan agama yang penuh keluhuran.” (HR Ahmad dan dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahumullah)

8. Meniru cara non muslim & penganut sekte sempalan

Dalam catatan sejarah, aksi bunuh diri dalam rangka melawan musuh pertama terekam jejaknya di tahun 71 Masehi. Kala perlawanan terhadap Kaisar Agustinus bergejolak. Sungguh Mahabenar Allah Yang telah berfirman memberikan peringatan bagi Ahlul Kitab,

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ

“Wahai Ahlul Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian.” (QS An Nisa’: 171)

Sementara pada kelompok yang menyebut diri mereka muslimin, catatan pertama mengacu kepada aksi bunuh diri anggota Syiah Isma’iliyyah. Dan di era modern ini muncul kembali di tahun 1981 dan berlanjut di 1983 Masehi hingga kini, dengan kelompok ekstrim Syiah Hezbollah di Lebanon serta Syiah di Iraq sebagai pelopornya. (Lihat DR. Muhammad Munir, “Al Hajmat Al Intihariyyah Wa Al Qonun Al Islami”, Islamabad – Pakistan, 2008)

9. Melanggar perjanjian perdamaian & jaminan perlindungan

Islam sangat menghargai perdamaian sekaligus menjunjung tinggi isi perjanjian dengan pihak manapun, di manapun dan kapanpun, selama perjanjian tersebut tidak dilanggar dan dikhianati.

Rasulullah telah jauh hari memberikan peringatan agar muslimin tidak mengganggu non muslim yang berada dalam jaminan keamanan pemerintah muslim atau sesama muslim.

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Barang siapa yang membunuh non muslim yang mendapat jaminan keamanan, orang itu tidak akan mencium wanginya surga. Padahal wanginya surga dapat dicium sejak perjalanan 40 tahun.” (HR Al Bukhari).

10. Putus asa dari rahmat Allah & menelantarkan keluarga

Bekerja dan berusaha memenuhi nafkah dan kebutuhan keluarga memiliki kedudukan mulia dalam Islam. Sebaliknya orang yang menyia-nyiakan keluarganya menanggung dosa.

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu disebutkan hadits marfu’,

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ

“Cukuplah seseorang mendapatkan dosa, ketika dia menyia-nyiakan pihak yang ditanggung (nafkah)nya.” (HR Abu Dawud dan dihasankan Syaikh Al Albani rahimahullah).

Beberapa kali kejadian aksi bom bunuh diri meninggalkan keluarga yang akhirnya terlantar. Kondisi ini justru akan memberi peluang munculnya kesimpulan bahwa aksi mereka pemicunya tidak jauh dari keputus-asaan motif ekonomi.

Jika hal itu terjadi, sungguh suatu kondisi yang dilarang dalam Islam.

Dalam potongan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam disebutkan,

وَثَلَاثَةٌ لَا تُسْأَلُ عَنْهُمْ: رَجُلٌ نَازَعَ اللَّهَ رِدَاءَهُ؛ فَإِنَّ رِدَاءَهُ الْكِبْرِيَاءُ، وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ، وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللَّهِ، وَالْقَنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ

“… Dan tiga golongan yang tidak perlu ditanyakan tentang (dosa) mereka;

  • orang yang melepaskan selendang Allah, seselungguhnya selendang Allah adalah kesombongan, sementara sarung-Nya adalah keangkuhan,
  • orang yang tidak yakin terhadap ketentuan Allah,
  • dan orang yang putus asa dari rahmat Allah.” (HR Ahmad dengan sanad shahih)

Walhamdulillah pemerintah yang dinilai thoghut oleh kaum khowarij itu, justru melalui BNPT dan Dinas Sosial memiliki program bantuan selain kepada korban aksi terorisme juga kepada keluarga penyintas.

Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada saudara kita yang masih memiliki pemikiran ekstrim, agar menyadari kekeliruannya, dan menjadi muslim moderat yang bertaqwa dan bertanggungjawab serta bermanfaat bagi diri, keluarga, bangsa dan negara serta agamanya.


Penulis: Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan