Pelaku Teror Adalah Simpatisan ISIS, Bukan Wahabi atau Salafi
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia diserang. Pelakunya adalah seorang wanita. Dua puluh satu jam sebelum beraksi, wanita tersebut mengunggah bendera ISIS di akun IG-nya.
Kapolri pun menegaskan bahwa wanita tersebut terindikasi berafiliasi dengan ISIS. “Dia lone wolf, ISIS, yang dibuktikan dengan postingan bersangkutan di sosial media,” kata Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
ISIS adalah organisasi yang berideologi Khawarij, mudah mengkafirkan kaum muslimin. Pemahaman Khawarij itu sangat bertentangan dengan Salafi. Khawarij meneladani Dzulkhuwaishiroh yang mengatakan Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam tidak adil, sedangkan salafi meneladani Nabi dan meyakini bahwa beliau adalah manusia paling adil. Khawarij meneladani sikap para pemberontak kepada Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu, sedangkan salafi memuliakan, mendukung dan mencontoh Ali.
Salafi sejati berusaha memahami Dienul Islam dengan pemahaman Nabi dan para Sahabat, yang seharusnya pemahaman ini menjadi cita-cita, harapan, dan perjuangan setiap kaum muslimin. Salafi meneladani Salaf, yaitu Nabi dan para Sahabatnya. Sedangkan Khawarij adalah sekte menyimpang dengan pemahaman bid’ah yang bermula dari pemberontakan terhadap Sahabat mulia Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.
Kajian-kajian salafi banyak membahas akidah. Di dalamnya menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip mendasar yang diyakini oleh Nabi, para Sahabat, dan Ulama Ahlussunnah setelahnya. Tidak luput pula membahas pemahaman yang menyimpang baik Qodariyyah, Khawarij, Murjiah, dan sekte menyimpang lainnya.
————————————
artikel menarik lainnya:
Kecaman Terhadap Aksi Bom Bunuh Diri dan Berbagai Tindakan Teror yang Meresahkan
dapatkan update notifikasi artikel terbaru di kanal telegram Al I’tishom
————————————
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menjelaskan perbedaan yang jelas antara Khawarij dengan Ahlus Sunnah:
أن الخوارج يكفرون من زنى أو من سرق أو سفك الدم بل كل كبيرة إذا فعلها المسلم كفر وأما أهل السنة فمذهبهم أن المسلم لا يكفر إلا بالشرك
Sesungguhnya Khawarij mengkafirkan orang yang berzina, atau mencuri, atau menumpahkan darah. Bahkan setiap dosa besar jika dilakukan seorang muslim maka ia menjadi kafir (menurut Khawarij). Sedangkan madzhab Ahlussunnah adalah bahwa muslim tidaklah dikafirkan kecuali dengan kesyirikan… (ar-Rosaa-il asy-Syakhshiyyah (hal 233), Muallafaat asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (1/233))
Kalaupun seseorang terjatuh ke dalam kesyirikan, tidak serta merta vonis musyrik disematkan padanya. Karena bisa jadi ia adalah orang yang memiliki udzur. Mungkin saja ia termasuk orang yang tidak tahu, belum tegak hujah pada dia, sehingga predikat kekafiran dan kemusyrikan tidak bisa disematkan padanya.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah menyatakan:
وإذا كنا لا نكفر من عبد الصنم الذي على قبر عبد القادر، والصنم الذي على قبر أحمد البدوي، وأمثالهما، لأجل جهلهم، وعدم من ينبههم، فكيف نكفر من لم يشرك بالله
Jika kami tidak mengkafirkan orang yang menyembah berhala yang berada di atas kuburan Abdul Qodir, dan berhala yang di atas kuburan Ahmad Badawi, dan semisal keduanya, karena mereka tidak tahu, dan tidak ada orang yang memberitahu/ memperingatkan kepada mereka, maka bagaimana (mungkin) kami mengkafirkan orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah?! (Fataawa wa Masaa-il halaman 11, dan adhDhiyaa’ asy-Syaariq karya Ibnu Sahmaan 372)
Ahlus Sunnah tidaklah gegabah dalam mengkafirkan, berbeda dengan Khawarij.
Khawarij selalu merongrong kewibawaan pemerintah muslim dengan ucapan atau perbuatan. Mereka tidak mau bersikap mendengar dan taat kepada pemerintah muslim meski dalam hal yang ma’ruf (tidak bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya). Padahal Nabi shollallahu alaihi wasallam sangat menekankan kepada kita kaum muslimin agar bersikap mendengar dan taat kepada pemimpin muslim (dalam hal yang ma’ruf) meski pemimpin itu adalah budak dari Habasyah (Ethiopia):
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا
Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan bersikap mendengar dan taat meskipun dia adalah budak dari Habasyah (Ethiopia) (H.R Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya)
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah menjadikan prinsip ini, yaitu bersikap mendengar dan taat kepada Waliyyul Amr (pemimpin/ pemerintah) muslim sebagai salah satu dari 6 landasan yang beliau tulis dalam risalah al-Ushulus Sittah:
الأصل الثالث :أن من تمام الاجتماع السمع والطاعة لمن تأمر علينا ولو كان عبداً حبشياً ، فبين الله هذا بياناً شائعاً كافياً بوجوه من أنواع البيان شرعاً وقدراً ، ثم صار هذا الأصل لا يعرف عند أكثر من يدعي العلم فكيف العمل به.
Landasan yang ketiga: Bahwasanya di antara kesempurnaan bersatu (dalam Dien) adalah bersikap mendengar dan taat kepada pemimpin kita meskipun dia adalah budak dari Habasyah (Etiopia). Allah menjelaskan ini dengan penjelasan yang terang dan mencukupi dengan berbagai bentuk penjelasan secara syar’i maupun qodari. Kemudian (yang terjadi justru) landasan ini tidak diketahui oleh kebanyakan orang yang mengaku berilmu. (Kalau diketahui saja tidak), maka bagaimana mau beramal? (al-Ushuulus Sittah)
Sebagian orang menganggap bahwa pintu terorisme adalah Wahabi atau Salafi yang dianggap sebagai ideologi yang diusung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Dari sisi penamaan dan penisbatan Wahabi saja hal itu sudah tidak benar. Apalagi klaim dan tuduhan kaitannya dengan terorisme tersebut. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab juga bukanlah seseorang yang memunculkan ideologi baru. Beliau hanyalah menegaskan dan menguatkan pemahaman yang benar terhadap Islam sesuai dengan yang diajarkan Nabi shollallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Negara Saudi yang dianggap sebagai negara Wahabi, justru dikafirkan oleh orang yang menjadi inspirasi al-Qaeda dan ISIS. Al-Qaeda dan ISIS mengambil rujukan ideologis dari Abu Muhammad al-Maqdisy Ishoom al-Barqawiy. Ia adalah penulis kitab yang berjudul al-Kawaasyiful Jaliyyah fii kufri dawlatis Su’uudiyyah (Penyingkapan yang nyata tentang kekafiran negara Saudi). Sehingga hal itu menunjukkan bahwa ISIS sangat memusuhi Saudi maupun paham yang dianggap Wahabi.
Semoga paparan ringkas ini bermanfaat
Penulis: Abu Utsman Kharisman