Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Seorang Muslim yang Sejati Tidak Ingin Menjadi Orang yang Dzhalim Maupun Terdzhalimi

Kedzhaliman adalah lawan dari keadilan. Kedzhaliman artinya tidak meletakkan sesuatu pada tempatnya. Ia mengurangi atau mengambil hak orang lain. Bisa dalam bentuk tidak melaksanakan kewajiban yang seharusnya dia lakukan, atau menyakiti maupun merugikan orang lain dengan lisan maupun perbuatannya.

Kedzhaliman adalah terlarang untuk dilakukan oleh siapapun, kepada siapapun, dalam kondisi apapun. Sebaliknya, dalam kondisi apapun kita harus adil. Sikap adil harus diterapkan oleh siapapun kepada siapapun. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan:

فَإِنَّ الْعَدْلَ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ أَحَدٍ، فِي كُلِّ أَحَدٍ فِي كُلِّ حَالٍ

Sesungguhnya keadilan itu wajib bagi setiap orang, untuk diterapkan pada setiap orang, dalam segala keadaan (Tafsir alQuranil Adzhim karya Ibnu Katsir)

Seorang muslim berusaha menjauhi kedzhaliman. Ia tidak ingin bersikap dzhalim kepada siapapun dan ia pun berusaha menghindar agar tidak menjadi korban kedzhaliman.

Ada doa-doa yang diajarkan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam untuk berlindung kepada Allah dari menjadi orang yang dzhalim ataupun pihak yang terdzhalimi. Doa itu ada yang dibaca secara umum, tidak khusus terkait waktu tertentu. Ada pula doa yang dibaca ketika keluar rumah.

Doa yang dibaca secara umum, tidak terkait dengan waktu tertentu, sesuai dengan hadits Abu Hurairah riwayat Abu Dawud:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفَقْرِ، وَالْقِلَّةِ، وَالذِّلَّةِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam biasa mengucapkan (doa): ALLAHUMMA INNII A’UDZU BIKA MINAL FAQRI WAL QILLAH WADZ DZILLAH WA A’UDZU BIKA MIN AN ADZHLIMA AW UDZHLAMA (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kondisi sedikit (dalam hal kesabaran, harta, atau pasukan), dan kehinaan. Aku pun berlindung kepada-Mu agar jangan sampai aku menjadi orang yang mendzhalimi atau terdzhalimi (H.R Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh al-Albaniy)

Doa ini tidak terikat dengan waktu tertentu. Sehingga bisa kita baca kapan saja. Baik di dalam shalat ataupun di luar shalat. Di dalam shalat misalkan di saat sujud ataupun selesai membaca tasyahhud akhir dan sholawat sebelum salam. Tentunya setelah membaca bacaan-bacaan yang wajib dibaca. Kalau di luar shalat, boleh kapan saja, misalkan di waktu-waktu mustajabah saat antara adzan dan iqomat, saat sepertiga malam terakhir, dan semisalnya.

Ada pula doa yang mengandung permohonan perlindungan kepada Allah dari bersikap mendzhalimi atau terdzhalimi yang dibaca saat keluar rumah.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: مَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْتِي قَطُّ إِلَّا رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ، أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ، أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ، أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ

Dari Ummu Salamah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Tidaklah Nabi shollallahu alaihi wasallam keluar dari rumahku kecuali beliau mengangkat pandangannya ke langit dan berkata: ALLAAHUMMA A’UDZU BIKA AN ADHILLA AW UDHOLLA AW AZILLA AW UZALLA AW ADZHLIMA AW UDZHLAMA AW AJHALA AW YUJHALA ‘ALAYYA (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyesatkan (orang lain) atau disesatkan orang lain, atau menggelincirkan orang lain atau digelincirkan orang lain, atau mendzhalimi atau didzhalimi, atau bertindak bodoh maupun sewenang-wenang ataupun orang lain bertindak bodoh atau sewenang-wenang terhadapku (H.R Abu Dawud, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)

Apabila seorang muslim terdzhalimi, ada 2 pilihan yang boleh ia lakukan, bisa dipilih manakah yang sesuai dengan kemaslahatan dan kebaikan, yaitu:

Pertama: Membela diri atau menuntut haknya secara baik tanpa bersikap melampaui batas dalam membalas.

وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ

Dan orang-orang yang jika mengalami tindakan kesewenang-wenangan, mereka membela diri (tanpa bersikap melampaui batas, -pen) (Q.S asy-Syura ayat 39)

وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ

Dan bagi orang yang membela diri (membalas kedzhaliman tanpa melampaui batas, pent) setelah ia didzhalimi, tidak ada jalan untuk menyalahkan atau mencela mereka (Q.S asy-Syura ayat 41)

Artinya membalas kedzhaliman sesuai kadarnya, tidak melampaui batas, adalah sikap yang tidak dilarang. Karena dia bukanlah orang yang memulai kedzhaliman itu. Posisinya adalah dalam rangka menuntut hak secara baik atau membela diri.

Kedua: Memaafkan.

وَجَزاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُها فَمَنْ عَفا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Dan balasan keburukan adalah keburukan yang setara. Barang siapa yang memberi maaf dan menghasilkan perbaikan, maka pahalanya akan diberikan oleh Allah. Sesungguhnya Dia (Allah) tidaklah menyukai orang-orang yang dzhalim (Q.S asy-Syura ayat 40)

Apabila seorang muslim terlanjur berbuat kedzhaliman, maka ia akan berusaha minta maaf atau minta dihalalkan kepada pihak yang terdzhalimi, mengganti dengan kebaikan, maupun mendoakan kebaikan untuk pihak yang ia dzhalimi.

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

Barang siapa yang pernah mendzhalimi saudaranya, hendaknya ia minta dihalalkan darinya. Karena di sana nanti tidak ada dinar ataupun dirham. Sebelum saudaranya mengambil bagian dari kebaikan-kebaikannya. Kalau tidak ada kebaikan-kebaikan padanya, akan diambil dari keburukan-keburukan saudaranya dan dilemparkan padanya (H.R al-Bukhari)

Bagaimana bentuk minta dihalalkan dari kedzhaliman itu? Apabila itu terkait jiwa atau perlakuan dzhalim terhadap tubuh seseorang, ia bisa mempersilakan qishash (pembalasan yang setimpal) atau membayar diyat (denda yang tidak bertentangan dengan syariat, -pen). Adapun kalau kedzhaliman itu terkait harta, maka ia ganti dengan pembayaran harta yang setara. Apabila orang yang terdzhalimi telah pergi tak tahu entah ke mana dan telah berusaha dicari namun tetap tidak ditemukan, ia sedekahkan yang diniatkan pahalanya untuk orang itu. Kalau orang yang pernah terdzhalimi hartanya itu telah meninggal, berikan kepada ahli warisnya. Kalau ia juga tidak mengetahui ahli warisnya, disedekahkan diniatkan untuk mereka (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Syarh Riyadhis Sholihin 2/509-510).

Wallaahu A’lam.


Oleh: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan