Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Wanita Berhias dengan Henna (Inai/Pewarna Kulit Alami)

Fatwa Syaikh Muhammad ibnu Shalih al’Utsaimin rahimahullah

Beliau rahimahullah pernah ditanya:

  • Tentang hukum berhias dengan heina’ (bagi wanita-pent.)
  • Melakukannya ketika si wanita tengah haidh

Maka Syaikh rahimahullah menjawab:

“Berhias dengan menggunakan heina’ tidak mengapa terutama bagi wanita yang telah menikah yang (dimaksudkan) berhias untuk suaminya. Adapun bagi selain yang telah menikah yang benar adalah diperbolehkan (juga) hanya saja (dipersyaratkan) tidak ditampakkan kepada manusia karena yang demikian termasuk perhiasan (الزينة)**.

Sedangkan melakukannya di masa haidh tidak mengapa (pula). Dan (juga) telah banyak pertanyaan (terkait) hal ini dari para wanita; Bolehkah bagi wanita untuk membubuhkan inai pada kepala, kedua tangan, ataupun kedua kakinya, sementara dia sedang haidh?

Maka jawaban tentang hal itu:

Bahwa yang demikian tidak mengapa, (betapapun) inai -sebagaimana kita ketahui- akan menimbulkan bekas warna dilihat dari permukaan melekatnya. Sementara warna yang dihasilkan tidaklah menghalangi meresapnya air ke kulit, sebagaimana disangkakan.

Ketika seorang wanita mencucinya saat pertama kali akan hilanglah lekatan zatnya, dan tersisa bekas warnanya (saja) dan yang demikian tidak mengapa.

Sumber:

Majmu’ Fatawa waRosail Syaikh ibnu ‘Utsaimin rahimahullah (Kitab Bersuci, Fatwa Nomor 248. Jilid 11 hal. 288 melalui maktabah shamela versi aplikasi android).


Artikel menarik lainnya:


Teks Arab:

سئل فضيلة الشيخ: عن حكم التزين بالحناء؟ وفعل ذلك والمرأة حائض؟
فأجاب فضيلته بقوله: التزين بالحناء لا بأس به لا سيما للمرأة المتزوجة التي تتزين به لزوجها، وأما غير المتزوجة فالصحيح أنه مباح إلا أنها لا تبديه للناس لأنه من الزينة.

وفعل ذلك في وقت الحيض لا بأس به، وقد كثر السؤال عنه من النساء هل يجوز للمرأة أن تحني رأسها أو يديها أو رجليها وهي حائض؟
والجواب على ذلك: أن هذا لا بأس به والحناء كما نعلم يعقبه أثر تلوين بالنسبة لموضعه واللون هنا لا يمنع من وصول الماء إلى البشرة كما يتوهم، فإذا غسلته المرأة أول مرة زال جرمه وبقيت آثاره الملونة وهذا لا بأس به
———-
مجموع فتاوى ورسائل العثيمين-كتاب الطهارة-248) سئل فضيلة الشيخ: عن حكم التزين بالحناء وفعل ذلك والمرأة حائض ج-11 صفحة -288


Catatan kaki (dari penerjemah):

*) merupakan sebuah pewarna yang berasal dari tanaman yang memiliki nama latin Lawsonia innermis yang telah dikenal sejak dulu. Tumbuhan henna atau yang sering disebut sebagai inai ini memiliki daun berwarna hijau dengan jumlah cabang yang cukup banyak dan merupakan tanaman merambat yang bisa tumbuh di negara-negara yang beriklim panas, diantaranya wilayah asia selatan dan Afrika Utara. Saat ini negara penghasil henna diantaranya terletak di Mesir Sudan, India dan Cina.

**) Yang dimaksudkan adalah “perhiasan yang tidak boleh diperlihatkan” masuk dalam jenis “perhiasan” wanita yang disebutkan dalam Firman Allah ta’ala:

ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺒْﺪِﻳﻦَ ﺯِﻳﻨَﺘَﻬُﻦَّ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﻇَﻬَﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ۖ

“…dan janganlah para wanita yang beriman itu menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya.” (QS. An Nur:31)

Wallahu a’lam

Penerjemah:
Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan