Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Masa kebersamaannya dengan Nabi shollallahu alaihi wasallam hanya sekitar 30 bulan saja. Saat Nabi meninggal, beliau baru berusia sekitar 13 tahun. Dialah Abdullah bin Abbas, atau juga terkenal dengan sebutan Ibnu Abbas (putra Abbas), sepupu Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ayah beliau Abbas adalah paman Nabi shollallahu alaihi wasallam. Abbas adalah adik kandung Abdullah, ayah Nabi shollallahu alaihi wasallam. Selisih usia antara Nabi dengan pamannya, Abbas hanyalah sekitar 3 tahun saja.

Dinasti Abbasiyyah, kekhalifahan yang mewarnai pemerintahan Islam dalam sejarah, adalah keturunan Abbas. Ibu Abdullah bin Abbas adalah Lubaabah Ummul Fadhl bintul Harits, merupakan saudara perempuan Ummul Mukminin istri Nabi yang bernama Maimunah radhiyallahu anha. Sehingga, karena Maimunah radhiyallahu anha adalah bibi Ibnu Abbas, beberapa kali beliau menginap di rumah Nabi. Di tempat tidur yang sama. Berbantalkan bantal yang sama. Nabi dan Maimunah tidur di sisi panjang bantal, sedangkan Ibnu Abbas meletakkan kepalanya pada sisi lebar bantal tersebut.

Masa menginap di rumah Nabi sekaligus rumah bibi beliau itu menjadi salah satu madrasah, momen menimba ilmu dalam kehidupan Ibnu Abbas. Ibnu Abbas pernah meletakkan air untuk keperluan wudhu’ Nabi shollallahu alaihi wasallam hingga Nabi pun mendoakan:

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Ya Allah, jadikanlah dia faqih (paham) dalam ilmu agama (H.R al-Bukhari)

Kesungguhan Ibnu Abbas dalam Menuntut Ilmu dan Beradab kepada Para Sahabat Nabi yang Lebih Senior

Sepeninggal Nabi shollallahu alaihi wasallam, Ibnu Abbas berujar kepada seorang laki-laki Anshar: Mari kita (berkeliling untuk) bertanya kepada para Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, karena mereka pada hari ini masih banyak. Laki-laki Anshar itu berkata: Sungguh mengherankan engkau wahai Ibnu Abbas, apakah engkau mengira manusia akan butuh kepadamu saat para Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam masih di tengah-tengah mereka? Maka Ibnu Abbas pun meninggalkan orang itu, berkeliling untuk bertanya kepada para Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Apabila terdapat suatu hadits yang ia ketahui ada pada seorang Sahabat Nabi, Ibnu Abbas akan mendatangi rumahnya berdiam di dekat pintunya pada saat Sahabat itu istirahat siang. Ibnu Abbas menyatakan:

فَأَتَوَسَّدُ رِدَائِي عَلَى بَابِهِ يَسْفِي الرِّيحُ عَلَيَّ مِنَ التُّرَابِ

Aku hamparkan kain rida’ ku di dekat pintunya, (duduk menunggu di sana) meskipun angin yang menerbangkan debu menerpa tubuhku

Saat Sahabat Nabi itu keluar melihat Ibnu Abbas di dekat pintu rumahnya, ia terkejut dan berkata: Anak paman Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, apa yang membuatmu tiba sini? Tidakkah sebaiknya engkau kirim utusan (jika ada keperluan denganku) kemudian aku yang akan mendatangimu? Ibnu Abbas menjawab: Tidak, Sayalah yang lebih berhak untuk mendatangi anda. Maka Ibnu Abbas pun bertanya kepada Sahabat itu tentang hadits. Laki-laki Anshar itu suatu saat melihat Ibnu Abbas telah dikelilingi banyak orang untuk bertanya ilmu kepada beliau, maka ia pun berkata: Pemuda ini lebih berakal dari aku. Kisah tersebut diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak.

Ibnu Abbas banyak bermulazamah (sering menyertai) para Sahabat Nabi yang senior. Bahkan untuk suatu permasalahan, kadang beliau bertanya kepada tidak kurang dari 30 orang Sahabat Nabi.

Ibnu Abbas sangat beradab kepada para Ulama yang lebih senior dari beliau. Beliau pernah menuntun tali kekang kendaraan Zaid bin Tsabit. Hal itu membuat Zaid bin Tsabit merasa tidak enak, dan melarang Ibnu Abbas, karena beliau adalah anak paman Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Namun Ibnu Abbas berkata:

هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا

Demikianlah kami diperintah untuk berbuat terhadap para Ulama (orang-orang berilmu) kami (riwayat Ibnul Mubarak, dinukil oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Ishobah)

Sifat an-Nashihah Ibnu Abbas

Sahabat Nabi Ibnu Abbas memiliki sifat an-Nashihah terhadap kaum muslimin. Beliau merasa gembira dan senang jika kaum muslimin mendapat kebaikan. Terlepas apakah beliau juga mengalami kebaikan itu secara langsung atau tidak.

Dari Ibnu Buraidah al-Aslamiy ia berkata: Ada seseorang laki-laki yang mencela Ibnu Abbas. Maka Ibnu Abbas pun berkata: Sesungguhnya engkau mencela aku, padahal aku memiliki 3 hal. (Pertama) Sesungguhnya ketika aku mendapati suatu ayat dari Kitab Allah (alQuran), aku berharap agar semua manusia mengetahui (kandungan maknanya) sebagaimana yang aku ketahui. Dan (kedua) aku saat mendengar seorang hakim muslim bersikap adil dalam ketetapan hukumnya, aku begitu berbahagia. Meskipun mungkin saja aku tidak pernah (bersengketa dengan seseorang kemudian ) meminta dia untuk mengadili aku. (Ketiga) jika aku mendengar turun hujan lebat menimpa suatu wilayah kaum muslimin, aku bahagia. Meskipun tidak ada hewan ternak milikku yang digembalakan di wilayah tersebut (riwayat atThobaroniy dalam Mu’jamul Kabir, dinyatakan oleh al-Haitsamiy bahwa para perawinya adalah perawi dalam as-Shahih)

Umar Melibatkannya dalam Musyawarah Hal-Hal Penting

Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu melibatkan Ibnu Abbas dalam majelis beliau yang khusus untuk memusyawarahkan kebijakan-kebijakan penting. Sebagian Sahabat yang senior mempertanyakan mengapa Ibnu Abbas yang masih berusia belia seusia anak-anak mereka dilibatkan juga. Hingga suatu hari Umar menanyakan kepada hadirin tentang makna surah anNashr. Sebagian hadirin menjawab: “Kami diperintah untuk memuji Allah dan memohon ampunan kepada-Nya jika kami mendapat pertolongan dan dibukakan kemenangan untuk kami”. Sebagian lagi hanya terdiam. Kemudian Umar bertanya kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Abbas menjawab: “Itu adalah (pertanda) ajal Rasulullah shollallahu alaihi wasallam (sudah dekat)”. Umar pun menyatakan: “Aku tidaklah mengetahui kecuali seperti yang engkau ketahui (wahai Ibnu Abbas)”.

Kisah tersebut terdapat dalam Shahih al-Bukhari. Artinya, jawaban dari sebagian hadirin itu menjelaskan makna yang secara tekstual nampak dari surah an-Nashr, dan konteks yang dibaca adalah untuk kaum muslimin secara umum. Penafsiran itu tidak salah. Sedangkan pemahaman Ibnu Abbas lebih mendalam dari itu. Beliau menyibak makna lebih jauh bahwa dengan turunnya surah itu berarti Allah memberi isyarat akan sudah dekatnya ajal Rasul shollallahu alaihi wasallam karena tugas beliau akan berakhir. Umar pun membenarkan penafsiran itu.

Keluasan Ilmu Ibnu Abbas

Begitu banyak Sahabat Nabi yang memuji keilmuan Ibnu Abbas, seperti Umar bin al-Khoththob, Ubay bin Kaab, Saad bin Abi Waqqash, Tholhah bin Ubaidillah, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Aisyah. Ibnu Mas’ud memuji Ibnu Abbas dalam kemampuan menerjemahkan alQuran. Saad bin Abi Waqqash memuji beliau dalam beberapa sisi, di antaranya sifat hilm, sangat penyabar tidak mudah marah. Aisyah memuji beliau sebagai orang tersisa yang paling berilmu tentang manasik. Pujian-pujian para Sahabat Nabi terhadap Ibnu Abbas itu terdapat dalam atThobaqootul Kubro karya Ibnu Sa’ad.

Karena begitu banyaknya keilmuan Ibnu Abbas, beliau disebut sebagai lautan ilmu. Mujahid rahimahullah menyatakan:

كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُسَمَّى الْبَحْرُ مِنْ كَثْرَةِ عِلْمِهِ

Ibnu Abbas disebut dengan lautan karena begitu banyak ilmunya (atThobaqotul Kubro karya Ibnu Sa’ad)

Abu Wa-il pernah terpukau dengan uraian khotbah Ibnu Abbas di musim haji yang membaca surah al-Baqoroh, – dalam sebagian riwayat disebut surah anNuur – kemudian menafsirkannya ayat per ayat dengan penjelasan yang padat ilmu dengan cakupan yang dalam dan luas serta menggugah, yang kalau seandainya sebagian orang-orang kafir di masa itu seperti Persia, Romawi, ad-Dailam, at-Turk, dan lainnya mendengarkannya dengan seksama, besar peluang bagi mereka masuk Islam mendapat hidayah dengan sebab khotbah tersebut.

Ibnu Abbas menguasai begitu banyak disiplin keilmuan dalam Islam. Beliau adalah pakar dalam tafsir alQuran, demikian juga hadits Nabi, syair Arab, fiqh, dan sejarah Islam. Abu Sholih mengisahkan bahwa Ibnu Abbas memberikan kesempatan secara tersendiri bagi setiap orang yang ingin bertanya tentang disiplin ilmu tertentu. Kemudian bergantian orang-orang lain yang ingin bertanya disiplin ilmu khusus. Masing-masing diberi haknya dan dihilangkan dahaga mereka terhadap ilmu. Satu kali giliran pembahasan bidang ilmu tertentu, ruangan beliau penuh dengan para penuntut ilmu.

Dalam riwayat al-Hakim disebutkan bahwa Ibnu Abbas berdialog dengan orang-orang Khawarij. Beliau bantah 3 poin utama kesesatan pemikiran mereka. Dari sekitar 6 ribu orang, bertobatlah 2 ribu orang darinya.

Sikap Terpuji Ibnu Abbas terhadap Abu Ayyub al-Anshariy

Pada saat Ibnu Abbas menjadi pemimpin di Bashrah, datanglah Abu Ayyub al-Anshariy. Abu Ayyub al-Anshariy adalah Sahabat Anshar yang memberikan tempat menginap Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam saat baru tiba di Madinah. Begitu optimal pelayanan Abu Ayyub kepada Nabi di masa itu. Abu Ayyub pada saat datang ke Bashrah disambut dengan baik oleh Ibnu Abbas. Beliau kosongkan rumahnya dari penghuni lain untuk khusus melayani Abu Ayyub.

Ibnu Abbas menyatakan:

لَأَصْنَعَنَّ بِكَ كَمَا صَنَعْتَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Saya akan perlakukan anda sebagaimana anda dulu memperlakukan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.

Ibnu Abbas bertanya apakah Abu Ayyub memiliki utang. Abu Ayyub menjawab: 20 ribu (dirham). Ibnu Abbas pun menghadiahkan 40 ribu (dirham) sekaligus 20 budak (hamba sahaya) seraya berkata kepada Abu Ayyub: Silakan ambil semua yang ada di dalam rumah ini. Kisah ini diriwayatkan al-Hakim dalam al-Mustadrak, Fadhoilus Shohaabah karya al-Imam Ahmad, dan Makaarimul Akhlaq karya Ibnu Abid Dunya

Lisan yang Banyak Bertanya, Hati yang Banyak Berpikir

Ketika Ibnu Abbas ditanya: Bagaimana anda mendapatkan ilmu yang begitu banyak ini? Beliau menyatakan: dengan lisan yang banyak bertanya dan hati yang banyak berpikir (riwayat Ahmad dalam Fadhoilus Shohaabah). Demikian juga penilaian Umar terhadap Ibnu Abbas: Dia adalah anak muda yang dewasa (kematangan ilmunya), lisannya banyak bertanya, dan hatinya banyak berpikir.

Penampilan Fisik Ibnu Abbas

Secara fisik Ibnu Abbas berpostur tinggi besar, berkulit putih, berwajah tampan bersinar. Sampai-sampai Atha’ mengenang: Jika aku memandang bulan purnama di tanggal 14, aku teringat wajah Ibnu Abbas. Ikrimah mengisahkan bahwa jika Ibnu Abbas berjalan melewati suatu tempat, semerbak harum menyebar di sekitarnya. Sampai-sampai wanita yang berada di dalam rumah akan mengira: Ini sepertinya penjual misk (minyak wangi) sedang berjalan, atau itu adalah Ibnu Abbas.

Ringkasan Keteladanan Ibnu Abbas

Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma memberikan begitu banyak keteladanan kepada kita. Terlebih dalam upaya mencari dan mengajarkan ilmu. Di antaranya:

  1. Cerdik dan pandai memanfaatkan peluang untuk mengambil faidah ilmu. Sebagaimana beliau menginap di rumah bibinya untuk mencermati apa saja sunnah Nabi di waktu malam.
  2. Berjuang dalam menuntut ilmu dengan mendatangi orang-orang berilmu, beradab baik dan memuliakan mereka. Setelah mendapatkan doa dari Nabi, Ibnu Abbas bukannya berpangku tangan dan menunggu ilmu langsung melebur dalam diri beliau. Namun justru beliau berkeliling ke para Sahabat Nabi. Tapi Ibnu Abbas sangat memuliakan gurunya, dengan tidak membangunkannya saat istirahat, menunggu sang guru keluar dalam keadaan nyaman dan tidak terganggu, serta menunggu waktu yang tepat untuk bertanya.
  3. Memiliki lisan yang sering bertanya dan banyak berpikir. Sering bertanya bisa dengan bertanya langsung kepada orang yang berilmu, atau membahas permasalahan dengan mengkaji kalam-kalam Ulama terdahulu.
  4. Sabar dalam mengajarkan ilmu. Beliau pun memiliki begitu banyak murid yang merupakan ahli tafsir, seperti Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, dan masih banyak yang lain.
  5. Santun, tidak mudah marah. Meskipun orang mencelanya. Keteladanan dalam akhlak yang mulia.
  6. Dermawan dan suka memberi. Sebagaimana sikap beliau kepada Abu Ayyub al-Anshariy.
  7. Memiliki sikap an-Nashihah, senang jika kaum muslimin mendapatkan kebaikan.

Wafatnya Ibnu Abbas

Di masa-masa akhir kehidupannya Ibnu Abbas buta. Beliau meninggal di Thaif pada tahun sekitar 68 Hijriyah pada usia sekitar 70-an atau 80-an tahun.

Beberapa saksi saat meninggalnya Ibnu Abbas, seperti Said bin Jubair mengisahkan bahwa saat Ibnu Abbas meninggal, ada seekor burung yang bentuknya tidak pernah ada yang melihat seperti itu masuk ke tempat usungan jenazah Ibnu Abbas, kemudian tidak keluar darinya. Pada saat jenazah Ibnu Abbas dikebumikan, terdengar lantunan tilawah ayat alQuran yang tidak diketahui siapa yang membacakannya:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dalam keadaan ridha dan diridhai. Masuklah bersama para hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku (Q.S al-Fajr ayat 27-30)

Semoga Allah Ta’ala meridhai anda dan menjadikan anda ridha, wahai lautan ilmu, sepupu Rasul yang mulia.

Sebagian sumber referensi tentang biografi Sahabat Nabi Ibnu Abbas ini diambil dari Siyar A’lamin Nubalaa’ karya adz-Dzahabiy, atThobaqotul Kubra karya Ibnu Sa’ad, Hilyatul Awliyaa’, Shahih al-Bukhari, al-Mustadrak, Fadhoilus Shohaabah.


Penulis: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan