Surat Ditujukan Kepada Imam Masjid Untuk Lebih Thuma’ninah
Muqoddimah
Saudaraku kaum muslimin, berikut ini adalah contoh surat seseorang kepada imam masjid. Surat tersebut dibuat karena pelaksanaan sholat berjamaah di masjid dirasa terlalu cepat. Makmum sering ketinggalan dalam membaca AlFatihah (pada rokaat yang tidak dibaca keras). Mereka juga ketinggalan pada gerakan ruku’ dan sujud, karena imam hanya sekedar mengejar batas minimum thuma’ninah: membaca tasbih 1x.
Dalam kasus ini, imam masjidnya bacaannya Qurannya bagus, dan bermadzhab Syafiiyyah, seperti kebanyakan imam masjid yang lain di Indonesia. Sehingga, dinukilkan beberapa pendapat Ulama yang dijadikan rujukan, seperti Imam AnNawawi, Ibnul Mubarak, dan al-Hasan al-Bashri.
Isi surat tersebut telah dimodifikasi dengan menghilangkan identitas tempat tertentu, sehingga mungkin bisa sebagai rujukan umum untuk dihidangkan pada Imam-imam di masjid yang lain yang kondisinya sama. Baarakallaahufiikum…
Isi Surat
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين
Al-‘afwu minkum, Ustadz….
Surat ini sekedar sebagai media untuk semakin memperkokoh ukhuwah dan persaudaraan di antara kita. Kebetulan, saya merasa lebih nyaman jika bisa menyampaikannya dengan leluasa melalui tulisan ini.
Sebelumnya saya mohon maaf jika ada kata-kata yang dirasa kurang berkenan, semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan ampunanNya kepada kita semua…
Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah karena Ustadz sebagai imam di masjid di desa kita. Dalam salah satu sisi, bacaan Quran Ustadz adalah bacaan yang baik, tepat, dan benar yang bisa menghantarkan kekhusyukan para jama’ah, sebagai suatu nikmat dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Tidak semua masjid atau musholla imamnya bacaannya benar. Kadangkala bacaan imam tidak tepat makhraj atau panjang pendeknya. Tapi alhamdulillah, imam masjid kami tidak seperti itu, bi ‘aunillah warohmatihi…
Bagi saya dan sebagian saudara kita, mengikuti sholat berjamaah yang suasananya nyaman, khidmat, khusyu’ dan tenang adalah suatu kebutuhan. Kami ingin menikmati ibadah sholat berjamaah tersebut. Sebagaimana Nabi shollallahu alaihi wasallam menyatakan:
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ (رواه أحمد والنسائي)
“dan dijadikan penyejuk jiwaku dalam sholat” (H.R Ahmad dan anNasaai)
Namun, seringkali kami merasa sholat yang kami ikuti terlalu cepat. Mungkin karena kami masih dangkal keilmuannya. Butuh lebih banyak waktu untuk meresapi dan merasukkan makna bacaan sholat dalam sanubari kami. Beda dengan Ustadz yang sudah demikian mahir dalam bahasa Arab, bacaan cepat pun sudah bisa menghantar pada kekhusyukan, sudah membekas dalam hati dan menjadi asupan jiwa yang menenangkan.
Kami, atau mungkin hanya saya, sering keteteran jika membaca AlFatihah, khususnya untuk rokaat-rokaat yang imam tidak membacanya dengan keras. Sering kali saat saya masih sampai bacaan : Maaliki yaumiddin, sudah terdengar takbir untuk beranjak menuju ruku’. Belum sempat saya menyelesaikan bacaan AlFatihah tersebut secara sempurna. Padahal, di AlFatihah itulah, kesempatan kami untuk bermunajat, berbisik, menghaturkan pujaan, ketegasan komitmen sebagai mukmin, dan permohonan kepada Allah. Namun, justru kami sering ketinggalan. Bukankah AlFatihah adalah komunikasi kita dengan Allah?Kita berbisik, Allah menjawab seruan kita?
Dalam hadits Qudsi, melalui lisan Rasul-Nya, Allah menyatakan:
“Aku membagi as-sholaah (AlFatihah) antara diri Ku dengan hamba Ku menjadi 2 bagian. Jika seorang hamba mengucapkan : Alhamdulillahi Robbil ‘Aalamiin, Allah menyatakan: hambaku telah memuji Ku. Jika hamba mengucapkan : ArRohmaanirrohiim, Allah menyatakan : hambaKu memujaKu (berulang memujiKu). Jika hamba mengatakan : Maaliki yaumiddin, Allah menyatakan : hambaKu telah memuliakan Aku, di saat lain Allah menyatakan : hambaKu telah menyerahkan (urusannya) kepadaKu. Jika hamba mengucapkan: Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin, Allah menyatakan : ini adalah bagian antara diriKu dengan hambaKu, bagi hambaKu apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan : Ihdinas shiroothol mustaqiim, shiroothol ladziina an’amta ‘alaihim, ghoiril maghdhuubi ‘alaihim walad-dhoo-lliin, Allah menyatakan : ini untuk hambaKu, bagi hambaKu apa yang ia minta”(H.R Muslim dari Abu Hurairah).
Bagi kami yang masih dangkal keilmuannya ini, butuh minimal sekitar 15 detik untuk menyelesaikan bacaan AlFatihah dengan menghayati maknanya. Sehingga saya mohon kepada Ustadz sebagai imam untuk memberikan kesempatan kepada kami para makmum agar tidak ketinggalan dalam membaca AlFatihah, sehingga bisa menyelesaikannya dengan sempurna.
Demikian juga dengan gerakan ruku’ dan sujud kami juga sering keteteran dan ketinggalan. Memang kadar minimal thuma’ninah sudah terpenuhi, namun kadar minimal kesempurnaan tasbih belum terpenuhi. Jumlah minimal bacaan tasbih yang sempurna adalah 3 kali. Al-Imam AnNawawy Asy-Syafi’i menyatakan:
قال أصحابنا يستحب التسبيح في الركوع ويحصل أصل السبحة بقوله سبحان الله أو سبحان ربي وأدنى الكمال أن يقول سبحان ربى العظيم ثلاث مرات فهذا أدنى مراتب الكمال (المجموع شرح المهذب ج 3 ص 413)
Para Sahabat kami (asy-Syafi’iyah) berkata: disukai tasbih pada waktu ruku’, dan tercukupi asal kalimat tasbih dengan ucapan: Subhaanallah atau Subhaana Robbi, dan kesempurnaan yang paling rendah adalah mengucapkan Subhaana Robbiyal ‘Adzhim 3 kali, maka ini adalah tingkatan kesempurnaan yang paling rendah (lihat Kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab juz 3 halaman 413).
Dalam Syarh Sunan Ibnu Majah (yang salah seorang penulisnya adalah Imam As-Suyuthi) dinyatakan :
وروي عن بن المبارك أنه قال يستحب للامام ان يسبح خمس تسبيحات لكي يدرك من خلفه ثلاث تسبيحات (شرح سنن ابن ماجة 1-64 للسيوطي , عبد الغني وفخر الحسن الدهلوي)
Dan diriwayatkan dari Ibnul Mubaarok bahwasanya ia berkata : disukai bagi Imam untuk bertasbih 5 kali (dalamruku’ dan sujud) agar orang yang di belakangnya bisa membaca 3 kali tasbih (Syarh Sunan Ibnu Majah juz 1 halaman 64 karya As-Suyuthy, Abdul Ghony, dan Fakhrul Hasan ad-Dahlawy).
Al-Hasan al-Bashri juga menyatakan:
التَّامُّ مِنَ السُّجُودِ ، قَدْرُ سَبْعِ تَسْبِيحَاتٍ ، وَالْمُجْزِئُ ثَلاَثٌ
Yang terhitung sempurna dalam sujud adalah kadar (ucapan) 7 tasbih, dan yang mencukupi adalah 3 kali “ (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya)
Ibnu Rajab menyatakan:
وقال بعض أصحابنا يكره للإمام أن ينقص عن أدنى الكمال في الركوع والسجود ، ولا يكره للمنفرد ؛ ليتمكن المأموم من سنة المتابعة (فتح الباري لابن رجب 5-63)
Sebagian Sahabat kami menyatakan : dimakruhkan bagi imam untuk mengurangi (jumlah bacaan tasbih) dari batas minimum kesempurnaan pada waktu ruku’ dan sujud, tidak dimakruhkan bagi orang yang sholat sendirian, (hal yang demikian itu) supaya memungkinkan bagi makmum untuk menjalankan sunnah mutaaba’ah (mengikuti imam,pen)(Fathul Baari karya Ibnu Rojab juz 5 halaman 63)
Karena itu Ustadz, kami mohon, kiranya dalam ruku’ dan sujud dalam sholat berjamaah kita, kami bisa membaca tasbih minimal 3 kali, sehingga terpenuhi batas terendah kesempurnaan.
Demikian Ustadz, apa yang kami sampaikan ini sekedar harapan dan usulan agar kita bersama-sama bisa mempersembahkan ibadah yang terbaik di hadapan Allah Ta’ala, yang tiada daya dan upaya kecuali atas pertolonganNya. Semoga Allah SubhaanahuWaTa’ala senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayahNya kepada kita semua.
وصلى الله على نبينا محمد و على أله وأصحابه وسلم, والحمد لله رب العالمين
Oleh: Abu Utsman Kharisman