Mengarahkan Naluri Insani pada Bimbingan Ilahi
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah…
Kasih sayang Allah begitu besar kepada kita. Syariat yang diturunkanNya memuat sekian banyak kebaikan tak terhitung jika kita mengerjakannya. Tidaklah Allah melarang dari sesuatu kecuali hal itu mengandung keburukan yang banyak lagi besar.
Sungguh beruntung orang yang dengan sadar menghindari larangan Allah, mensucikan jiwanya dengan ketundukan mutlak pada Sang Pencipta. Sungguh celaka bagi yang mengotori jiwanya, menuruti hawa nafsu dan bisikan syaithan.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya (dengan kebaikan) dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya (Q.S asy-Syams ayat 9-10)
Hawa nafsu manusia mengajak pada hal-hal yang bisa membinasakannya. Syariat membatasi dan mengarahkan agar gejolak keinginan dan nafsu bisa teredam, atau tersalurkan secara benar.
Naluri laki-laki menginginkan wanita. Itu mulai tumbuh saat seseorang beranjak menuju kedewasaan. Masa muda, masa berkembangnya hormon-hormon. Aktif bergerak, energi prima, antusiasme dan semangat menggelora.
Salah satu ujian terbesar bagi laki-laki adalah wanita.
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Tidaklah aku tinggalkan setelahku ujian yang lebih besar bahayanya bagi kaum lelaki dibandingkan para wanita (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid)
Bagi para pemuda yang sudah masanya menikah, namun ia belum punya kemampuan untuk membina rumah tangga, Nabi membimbing mereka untuk banyak berpuasa sunnah.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang memiliki kemampuan, menikahlah. Bagi yang belum mampu, hendaknya berpuasa. Karena puasa itu sebagai tameng baginya (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Pintu awal fitnah bermula dari pandangan mata. Para lelaki beriman hendaknya menundukkan pandangan, tidak mengumbar penglihatan kepada para wanita yang bukan istri atau mahramnya.
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang-orang beriman, hendaknya mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui secara detail apa yang mereka perbuat (Q.S anNuur ayat 30)
Demikian pula para wanita. Tundukkan pandangan, dengan berharap keselamatan dari arRahmaan.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Dan katakanlah kepada para wanita beriman, hendaknya mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka… (Q.S anNuur ayat 31)
Jika pandangan sudah diumbar, mengagumi kecantikan yang semu, menimbulkan penyakit dalam hati yang sulit disembuhkan. Kenikmatan ibadah berkurang. Semangat berbakti pada Ilahi berangsur pudar. Benar-benar kerugian bagi hamba yang beriman.
Al-Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menukil ucapan Ulama terdahulu:
الصَّبْرُ عَلَى غَضِّ الْبَصَرِ أَيْسَرُ مِنَ الصَّبْرِ عَلَى أَلَمِ مَا بَعْدَهُ
Bersikap sabar dalam menahan pandangan itu lebih mudah dibandingkan sikap bersabar dalam menanggung penderitaan setelahnya (akibat melihat hal yang haram) (al-Jawaabul Kaafi karya Ibnul Qoyyim (1/106))
Tidak ada solusi terbaik bagi dua insan laki dan wanita yang saling mencintai kecuali dengan menyatukannya dalam ikatan pernikahan. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ
Kami tidak melihat (adanya solusi terbaik) bagi dua orang yang saling mencintai seperti pernikahan (H.R Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
Meski demikian, tidak selalu pernikahan diawali dengan sikap saling cinta. Bahkan, tidak jarang, dua insan yang tidak saling mengenal, kemudian dipersatukan dalam ikatan pernikahan, berangsur-angsur Allah Ta’ala menanamkan kecintaan dan kasih sayang itu dalam hati pasangan suami istri tersebut.
Bukankah Allah yang menciptakan kasih sayang, menjadikannya 100 bagian? Satu bagian ditebarkan di muka bumi. Sembilan puluh sembilan bagian masih ditangguhkan untuk diberikan kepada hamba-hamba beriman di akhirat nanti. Dari satu bagian kasih sayang yang ditebarkan di muka bumi itu, seekor induk binatang buas menyayangi anaknya.
خَلَقَ اللَّهُ مِائَةَ رَحْمَةٍ فَوَضَعَ وَاحِدَةً بَيْنَ خَلْقِهِ وَخَبَأَ عِنْدَهُ مِائَةً إِلَّا وَاحِدَةً
Allah menciptakan 100 kasih sayang. Allah letakkan 1 bagian di antara para makhlukNya (di dunia), dan Allah simpan di sisiNya 100 bagian kurang 1 (99 bagian) (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah)
إِنَّ لِلَّهِ مِائَةَ رَحْمَةٍ أَنْزَلَ مِنْهَا رَحْمَةً وَاحِدَةً بَيْنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَالْبَهَائِمِ وَالْهَوَامِّ فَبِهَا يَتَعَاطَفُونَ وَبِهَا يَتَرَاحَمُونَ وَبِهَا تَعْطِفُ الْوَحْشُ عَلَى وَلَدِهَا وَأَخَّرَ اللَّهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً يَرْحَمُ بِهَا عِبَادَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya Allah memiliki 100 kasih sayang. Allah menurunkan 1 bagian di antaranya kasih sayang antar manusia, jin, dan hewan. Dengan satu bagian itu mereka saling berkasih sayang. Dengannya pula induk binatang buas merasa kasihan kepada anaknya. Allah mengakhirkan 99 bagian kasih sayang itu untuk memberikan kasih sayang kepada para hambaNya pada hari kiamat (H.R Muslim dari Abu Hurairah)
Baca Juga:
Perasaan cinta dan kasih sayang dalam ikatan pernikahan itu adalah anugerah Allah. Allahlah yang memberikannya. Dialah yang menakdirkannya dari sebelumnya tak ada menjadi ada.
…وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً…
…Dan Dia (Allah) menjadikan di antara kalian perasaan cinta dan kasih sayang… (Q.S arRuum ayat 21)
Hanya Allah sajalah yang bisa mempersatukan hati hamba-hambaNya. Termasuk mempersatukan hati mereka dalam ikatan pernikahan. Tidak ada satu kekuatanpun yang bisa mempersatukan hati, meski dikumpulkan dana sebesar-besarnya dari berbagai pihak. Hanya Allah sajalah yang bisa menyatukan hati para hambaNya.
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan Allah lah yang menyatukan hati mereka. Kalau seandainya engkau menginfaqkan sepenuh bumi seluruhnya (untuk menyatukan hati mereka), engkau tidak akan bisa menyatukan hati mereka. Akan tetapi Allah lah yang menyatukan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S al-Anfaal ayat 63)
Pengetahuan dan kesadaran bahwa Allah lah yang menganugerahkan perasaan cinta, kasih sayang, persatuan hati, di antara dua insan yang menikah, akan menghindarkan seseorang dari syubhat perlunya pacaran sebelum menikah. Bisikan para syaithan mengajak pemuda dan pemudi untuk berpacaran, dengan alasan untuk saling mengenal. Mereka takut menikah nantinya dengan orang yang tidak mereka kenal dan cintai. Hingga mereka terjerumus dalam perbuatan zina. Wal iyaadzu billaah.
Menikahlah dengan menempuh aturan-aturan syar’i. Masa perkenalan sebelum menikah bisa melalui perantara mahram dari pihak laki atau dari pihak perempuan, hingga tidak diperlukan pertemuan berduaan antara calon suami dan calon istri. Jauhi berpacaran, berduaan, atau hal-hal yang berakibat terjadinya zina tangan, mata, dan hati. Yakin, tawakkal, dan banyak berdoa. Iringi pernikahan itu dengan pengamalan terhadap Sunnah Nabi. Insyaallah keberkahan dan kebahagiaan hakiki akan datang menghinggapi.
Ditulis oleh: Abu Utsman Kharisman