Manhaj Salaf: Metode yang Benar Dalam Memahami Islam
Jika sudah menggunakan landasan alQuran dan Sunnah, lalu memahami Islam berdasarkan pemahaman siapa? Jawabannya adalah pemahaman Salafus Sholih (para pendahulu yang baik), yang dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya.
Mereka adalah generasi terbaik kaum muslimin, yaitu para Sahabat Nabi, kemudian para Tabiin, dan para Atba’ut Tabiin. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (Nabi dan para Sahabatnya) kemudian yang setelahnya (Tabiin) kemudian yang setelahnya (Atbaut Tabiin) kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya (orang-orang yang banyak berdusta dan tidak bisa dipercaya)
(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Terkhusus para Sahabat Nabi, merekalah orang-orang beriman yang dipuji dalam alQuran. Orang-orang beriman yang hidup pada masa setelah mereka akan mendapat pujian pula apabila mengikuti para Sahabat itu dengan baik.
Baca Juga: Mencintai Para Sahabat Nabi
Para Sahabat Nabi adalah orang-orang yang jujur dalam keimanan. Tidaklah lisan dan amalan mereka menyelisihi apa yang ada dalam hati, tidak sama dengan keadaan orang-orang munafiq.
Mereka terdepan dalam membenarkan khabar dari Rasulullah Shollallaahu ‘alahi wasallam. Mereka adalah murid langsung Rasul yang senantiasa dalam bimbingan beliau. Jika mereka menghadapi suatu permasalahan dalam Dien, mereka bertanya pada Rasul, dan Rasul senantiasa membimbing mereka, meluruskan aqidah, amalan, ataupun ucapan yang salah.
Merekalah yang Allah pilih untuk mendampingi RasulNya, membela dan berjuang bersama beliau. Para Sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka, adalah orang-orang yang ridla kepada Allah, dan Allahpun ridla kepada mereka sebagaimana dalam firmanNya:
وَالسَّابِقُوْنَ اْلأَوَّلُوْنَ مِنَ اْلمُهَاجِرِيْنَ وَاْلأَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا ذلِكَ اْلفَوْزُ اْلعَظِيْم
“Dan orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan orang – orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridla kepada Allah.Dan Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai –sungai, mereka kekal di dalamnya. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar.”
(Q.S AtTaubah : 100)
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْا أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ
“Janganlah kalian mencela Sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq sebesar bukit Uhud emas tidak akan bisa menyamai (pahala) satu mud ( 2 genggam tangan) infaq mereka, (bahkan) tidak pula setengahnya”
(H.R al-Bukhari-Muslim)
Di antara para Sahabat Nabi tersebut banyak yang mengikuti peristiwa Bai’atur Ridlwaan, padahal Allah telah menyatakan keridlaanNya atas orang-orang yang mengikuti Baiat tersebut. Allah berfirman:
لَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنِ اْلمُؤْمِنِيْنَ إِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
“Sungguh Allah telah ridla kepada kaum beriman yang membaiat engkau di bawah sebuah pohon.”
(Q.S AlFath : 18)
Dalam sebuah riwayat dari Sahabat Jabir yang disebutkan dalam Shahihain (Shohih AlBukhari dan Muslim) bahwa jumlah Sahabat yang berbaiat pada waktu itu adalah 1500-an orang.
Baca Juga: Contoh Riwayat Sabda Nabi, Ucapan Sahabat, Maupun Ulama Setelahnya
Para Sahabat Nabi banyak pula yang mengikuti perang Badr, jumlahnya sekitar 300-an orang. Orang-orang yang mengikuti perang Badr ini mendapatkan keutamaan diampuni dosa-dosanya oleh Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada Umar bin Khottob:
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
“Tidakkah engkau tahu bahwasanya bisa jadi Allah memberitahukan kepada orang yang ikut dalam perang Badr dengan menyatakan: Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh Aku telah ampuni kalian.”
(H.R al-Bukhari-Muslim)
Mengapa pemahaman para Sahabat Nabi dalam memahami agama adalah sebagai rujukan agar terhindar dari kesesatan? Karena dalam sebuah hadits disebutkan:
إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيْلَ افْتَرَقُوْا عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً فَقِيْلَ لَهُ مَا اْلوَاحِدَة قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ اْليَوْمَ وَأَصْحَابِي
“Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan seluruhnya di neraka kecuali satu.” Ketika ditanyakan: Siapakah satu golongan yang selamat itu? Rasulullah shollallaahu ‘alahi wasallam bersabda: “(golongan yang berjalan di atas jalan) aku dan para Sahabatku saat ini.”
(H.R AtTirmidzi)
Jadi, dalil alQuran dan Sunnah Nabi tidaklah dipahami dengan akal pikiran kita sendiri. Namun dikembalikan pemahamannya kepada pemahaman para Sahabat Nabi. Pemahaman yang masih lurus dan benar sebelum adanya penyimpangan-penyimpangan.
Baca Juga: Para Sahabat Nabi Tidak Melakukan Amalan Itu Karena Mereka Berilmu
Apabila sebagian pihak mengklaim telah menerapkan Islam yang rahmatan lil ‘Alamin, tinggal diuji apakah benar para Sahabat Nabi memahami sebagaimana yang mereka terapkan? Jangan sampai hanya klaim semata mereka menganggap itu bagian dari Islam, padahal bukan. Atau, kita mengaku berdalil dengan ayat al-Quran dan hadits Nabi, padahal para Sahabat Nabi tidaklah memahami seperti yang kita pahami itu.
Telah berlalu pembahasan di bab terdahulu bahwa dalam Islam terdapat seperangkat metode keilmuan untuk menguji validitas ucapan maupun perbuatan Sahabat Nabi melalui isnad atau sanad riwayat. Bisa ditelusuri dan dikaji apakah benar Sahabat Nabi berkata demikian, ataukah tidak. Sebagaimana bisa dikaji, apakah sebuah hadits valid (shahih/hasan) ataukah tidak.
Dikutip dari:
Buku “Islam Rahmatan Lil Alamin (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah), Abu Utsman Kharisman