Contoh Riwayat Sabda Nabi, Ucapan Sahabat, Maupun Ulama Setelahnya
Dengan isnad atau sanad riwayat, bisa ditelusuri apakah benar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda demikian? Siapa yang meriwayatkan? Bagaimana status ketersambungan sanad dan kondisi para perawinya?
Bahkan, bukan hanya kevalidan sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam saja yang bisa ditelusuri. Ucapan Sahabat Nabi, ucapan para Tabiin (murid Sahabat Nabi), maupun Ulama setelahnya bisa diteliti keabsahannya melalui penelitian sanad riwayat.
Itu membuat agama Islam sebagai agama yang ilmiah. Bisa dipertanggungjawabkan kemurnian ajarannya. Sumber ajarannya bisa ditelusuri dan diuji keabsahannya.
Baca Artikel Terkait: Keistimewaan Sanad Dalam Islam
Contoh Riwayat Sabda Nabi
Berikut ini akan disampaikan contoh riwayat sabda Nabi yang sah (valid/shahih).
Riwayat sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam yang shahih dalam Shahih al-Bukhari:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِى الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضى الله عنهما أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم: أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
(al-Bukhari menyatakan) telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Kholid ia berkata: telah menceritakan kepada kami al-Laits dari Abul Khoyr dari Abdullah bin ‘Amr –semoga Allah meridhai keduanya- bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam: Islam apakah yang terbaik? Beliau bersabda: Memberikan makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal
(H.R al-Bukhari)
Berikut ini akan disebutkan penjelasan ringkas tentang masing-masing perawi dalam sanad hadits tersebut:
Amr bin Kholid: Beliau adalah ‘Amr bin Kholid bin Farrukh al-Harraniy al-Jazariy. Pernah tinggal di Mesir. Wafat tahun 229 Hijriyah. Ad-Daaraquthniy menilainya tsiqoh (terpercaya).
Al-Laits: Beliau adalah Abul Harits al-Laits bin Sa’ad bin Abdirrahman bin Uqbah. Tinggal di Mesir. Wafat tahun 175 Hijriyah. Yahya bin Ma’in dan Abu Zur’ah menilainya tsiqoh.
Yazid: Beliau adalah Abu Rojaa’ Yazid bin Abi Habiib. Wafat tahun 128 Hijriyah. Ibnu Sa’ad menilainya tsiqoh dan banyak meriwayatkan hadits.
Abul Khoyr: Beliau adalah Martsad bin Abdillah. Wafat tahun 90 Hijriyah. Abu Hatim menilainya tsiqoh.
Abdullah bin Amr: Beliau adalah Sahabat Nabi. Al-Bukhari menyatakan bahwa beliau wafat tahun 69 Hijriyah. Sebagai Sahabat Nabi, tidak perlu diragukan lagi keadilan dan ketsiqohannya.
Baca Juga: Panduan Utama Adalah AlQuran dan Sunnah Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam
Contoh Riwayat Ucapan Sahabat Nabi
Berikutnya, kita akan menelusuri riwayat suatu ucapan seorang Sahabat Nabi. Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu memperingatkan agar orang-orang jangan membuat kegaduhan atau kebisingan di masjid.
Berikut ini riwayat dalam Mushonnaf Ibn Abi Syaibah:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ قَالَ : حدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ أَخْبَرَهُ: أَنَّ عُمَرَ كَانَ إذَا خَرَجَ إلَى الصَّلاَة نَادٍى فِي الْمَسْجِدِ قَالَ : إيَّاكُمْ وَاللَّغَط
(Abu Bakr bin Abi Syaibah berkata): telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr ia berkata: telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar dari Nafi’ bahwasanya Abdullah (bin Umar) mengkhabarkan kepadanya bahwasanya Umar jika keluar menuju shalat, beliau berseru di masjid: Janganlah kalian membuat kegaduhan
(riwayat Ibnu Abi Syaibah)
Muhammad bin Bisyr: Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Bisyr bin al-Farafishoh al-‘Abdiy. Tinggal di Kufah. Wafat tahun 203 Hijriyah. anNasaai menilainya tsiqoh (terpercaya).
Ubaidullah bin Umar: Beliau adalah Abu Utsman Ubaidullah bin Umar bin Hafsh bin ‘Ashim bin Umar bin al-Khoththob. Atau bisa dikatakan beliau cicit Umar bin al-Khoththob. Wafat di Madinah tahun 140 Hijriyah pada pemerintahan Abu Ja’far al-Manshur. Ibnu Sa’ad menilainya tsiqoh dan banyak meriwayatkan hadits.
Nafi’: Beliau adalah Abu Abdillah Nafi’ maula Abdullah bin Umar. Khalifah Umar bin Abdillah Aziz pernah mengutus Nafi’ ini ke Mesir untuk mengajarkan sunnah Nabi kepada penduduk di sana. Menurut Ahmad bin Hanbal, Nafi’ meninggal di tahun 119 Hijriyah.
Abdullah bin Umar: Beliau adalah Sahabat Nabi, putra Umar bin al-Khoththob.
Umar: Beliau adalah Umar bin al-Khoththob, Sahabat Nabi yang terbaik setelah Abu Bakr as-Shiddiq radhiyallahu anhu.
Baca Juga: Pembahasan Hadits Mauquf
Contoh Riwayat Ucapan Ulama Setelah Masa Sahabat Nabi
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah menyatakan bahwasanya tidaklah beliau berdialog, berdiskusi, atau berdebat dengan seseorang kecuali berdasarkan an-Nashihah, yaitu ketulusan mengharapkan kebaikan. Bukan untuk merendahkan lawan dialog atau ingin menunjukkan kehebatan diri.
Berikut ini akan disebutkan contoh ucapan al-Imam asy-Syafi’i yang berdasarkan riwayat bersanad. Artinya, ucapan al-Imam asy-Syafi’i tersebut bukan sekedar nukilan, namun juga riwayat bersanad sampai pada beliau.
Riwayat pertama:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سَعِيدٍ، ثَنَا زَكَرِيَّا السَّاجِيُّ، حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْعَبَّاسِ السَّاجِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ أَحْمَدَ بْنَ خَالِدٍ الْخَلَّالَ، يَقُولُ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ إِدْرِيسَ الشَّافِعِيَّ يَقُولُ: مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ إِلَّا عَلَى النَّصِيحَةِ
(Abu Nuaim berkata) telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Said (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Zakariyya as-Saajiy (ia berkata) telah menceritakan kepadaku Ahmad bin al-Abbas as-Saajiy ia berkata: Aku mendengar Ahmad bin Kholid al-Khollaal berkata: Aku mendengar Muhammad bin Idris asy-Syafi’i berkata: “Tidaklah aku berdebat dengan seseorang kecuali dilandasi an-Nashihah (ketulusan mengharapkan kebaikan, pent)”
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)
Penjelasan masing-masing perawi dalam sanad riwayat tersebut adalah sebagai berikut:
Al-Hasan bin Said: Beliau adalah Abul Abbas al-Hasan bin Said bin Ja’far bin al-Fadhl. Tinggal di Bashrah. Beliau dipuji oleh al-Hafidz Abul ‘Alaa’ al-Hamadzaaniy dan dinilai tsiqoh. Beliau juga ahli qiroah. Wafat di tahun 371 dengan usia lebih dari 100 tahun.
Zakariyya as-Saajiy: Beliau adalah Abu Yahya Zakariyya bin Yahya bin Abdirrahman bin Bahr as-Saajiy. Tinggal di Bashrah. Menempuh perjalanan menuntut ilmu di Kufah, Hijaz, dan Mesir. Dinilai sebagai imam yang terpercaya oleh adz-Dzahabiy. Wafat di tahun 307 Hijriyah.
Ahmad bin al-Abbas as-Saajiy: – (saya tidak menemukan keterangan lebih lanjut tentang beliau).
Ahmad bin Kholid al-Khollaal: Beliau adalah Abu Ja’far Ahmad bin Kholid. Tinggal di Baghdad. Termasuk murid al-Imam asy-Syafi’i. Wafat tahun 247 Hijriyah.
Riwayat Kedua:
Melalui jalur riwayat lain, juga diketahui ucapan al-Imam asy-Syafii itu sebagai berikut dalam kitab al-Ibanah karya Ibnu Baththoh:
وَحَدَّثَنِي أَبُو صَالِحٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ , قَالَ: سَمِعْتُ حُسَيْنًا الزَّعْفَرَانِيَّ , يَقُولُ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ , يَحْلِفُ وَهُوَ يَقُولُ: مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ إِلَّا عَلَى النَّصِيحَةِ
(Ibnu Baththoh menyatakan): telah menceritakan kepadaku Abu Sholih Muhammad bin Ahmad ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash ia berkata: Aku mendengar Husain az-Za’farooniy berkata: Aku mendengar asy-Syafi’i bersumpah dengan menyatakan: “Tidaklah aku berdebat (berdiskusi) dengan siapapun kecuali dilandasi oleh sikap nasihat (tulus mengharapkan kebaikan, pent)”
(riwayat Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah)
Abu Sholih Muhammad bin Ahmad: Beliau adalah Abu Sholih
Muhammad bin Ahmad bin Tsabit bin Biyaar. Tinggal di Baghdad.
Abul Ahwash: Beliau adalah Muhammad bin al-Haytsam bin Hammaad ats-Tsaqofiy al-Qodhiy. Ad-Daraquthniy menilainya tsiqoh hafidzh. Wafat tahun 279 Hijriyah.
Husain az-Za’faraaniy: Sebenarnya, dalam kitab al-Faqih wal Mutafaqqih, al-Khothib menjelaskan bahwa beliau adalah al-Hasan (bukan Husain) bin Muhammad bin as-Shobbaah. Tinggal di Baghdad. Murid al-Imam asy-Syafi’i. Beliau yang membacakan kitab di hadapan al-Imam asy-Syafii di majelis-majelis yang dihadiri juga oleh al-Imam Ahmad dan Abu Tsaur. Wafat di bulan Rabi’ul Awwal tahun 249 Hijriyah.
Kesimpulan: Ucapan tersebut valid sebagai ucapan al-Imam asy-Syafii. Berdasarkan setidaknya 2 riwayat dari sumber yang berbeda, yaitu riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’ dan Ibnu Baththoh dalam kitab al-Ibanah yang saling menguatkan. Kalaupun salah satu jalur riwayat lemah karena adanya perawi yang tidak dikenal, namun masih dikuatkan dengan jalur riwayat yang lain. Sebenarnya masih ada jalur riwayat lain, namun dicukupkan dengan 2 jalur riwayat tersebut.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa dalam agama Islam terdapat seperangkat metode ilmiah dalam mengkaji kevalidan ucapan seseorang. Baik sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam, para Sahabat Nabi, atau Ulama setelahnya. Hal itu dipelajari dalam ilmu mustholah hadits.
Apabila terdapat suatu nukilan ucapan sabda Nabi atau ucapan Sahabat, namun tidak didapatkan sumber riwayat bersanadnya, padahal yang menukil adalah seorang penulis yang masa hidupnya sangat jauh beratus-ratus tahun atau bahkan lebih dari seribu tahun dari masa hidup mereka, tentunya hal itu layak diragukan keabsahannya.
Nukilan ucapan yang tidak diketahui sanad riwayatnya disebut juga dengan “Laa Ashla Lahu”, atau “tidak ada asalnya”.
Dikutip dari:
Buku “Islam Rahmatan Lil Alamin” (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah), Abu Utsman Kharisman