Kesempatan Mengganti Tanggungan Puasa Bulan Ramadhan yang Lalu di Bulan Sya’ban ini
Saudaraku kaum muslimin…
Saat kita berada di bulan Sya’ban ini, ada kesempatan bagi kita mengganti tanggungan puasa di bulan Ramadhan yang lalu. Mungkin saja kita tidak berpuasa karena udzur. Misalkan karena sakit atau safar. Bagi wanita muslimah, mungkin punya tanggungan puasa karena haid.
Tidak usah berkecil hati jika kita belum bisa menggantinya sampai saat ini. Selama memang sebelumnya kita belum mampu atau belum memungkinkan untuk menggantinya.
Alhamdulillah masih ada sisa waktu bagi kita untuk menggantinya sebelum masuk Ramadhan tahun ini. Semoga Allah Azza Wa Jalla mudahkan dan beri pertolongan kepada kita.
Sebagian dari istri Nabi shollallahu alaihi wasallam juga pernah mengalami hal itu. Beliau baru bisa mengganti tanggungan puasa di bulan Sya’ban karena kesibukan beliau dalam melayani Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ إِنْ كَانَتْ إِحْدَانَا لَتُفْطِرُ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا تَقْدِرُ عَلَى أَنْ تَقْضِيَهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَأْتِيَ شَعْبَانُ
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Salah satu dari kami (istri-istri Nabi) berbuka (tidak berpuasa karena udzur) di zaman Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ia tidak bisa menggantinya bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam hingga datangnya Sya’ban. (H.R Muslim)
Hal yang harus dipahami sebelum kita berpuasa menggantikan tanggungan puasa Ramadhan adalah bahwa puasa itu statusnya adalah wajib. Artinya, memang kita punya pilihan untuk memilih hari kapan pun untuk berpuasa, namun saat telah masuk ke dalam puasa itu, tidak boleh dibatalkan dengan alasan apapun, kecuali kondisi darurat. Meniatkan puasanya juga harus sebelum Subuh, sebagaimana keharusan menginapkan niat pada puasa wajib lainnya.
Keharusan menginapkan niat pada puasa wajib adalah berdasarkan hadits:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Barangsiapa yang tidak menginapkan niat berpuasa (wajib) sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaa’i, lafadz sesuai riwayat anNasaai. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan al-Albany).
________________________________________________
Baca Artikel Terkait:
Seseorang yang sudah berniat kuat untuk melakukan puasa pengganti bagi hari-hari Ramadhan yang ditinggalkannya, dan sedang melaksanakannya, janganlah membatalkan puasanya kecuali karena udzur syar’i. Puasa pengganti bagi Ramadhan hukumnya adalah wajib.
Pada saat Fathu Makkah, Nabi pernah menawarkan segelas susu kepada Ummu Hani’. Kemudian Ummu Hani’ meminumnya. Setelah minum, Ummu Hani’ berkata: Wahai Rasulullah, aku telah membatalkan puasa. Aku sebelumnya berpuasa. Rasul bertanya:
أكُنْتِ تقضينَ شيئاً
Apakah engkau mengganti suatu hari (dari Ramadhan)?
Ummu Hani’ menjawab: Tidak. Nabi bersabda:
فَلاَ يَضُرُّكِ إِنْ كَانَ تَطَوُّعًا
Tidak memudharatkanmu (tidak mengapa) jika itu adalah puasa sunnah.
(H.R Abu Dawud, Al-Iraqy menyatakan bahwa sanadnya hasan, dan dishahihkan Syaikh al-Albany)
Hal yang dipahami dari hadits ini adalah: kalau seandainya Ummu Hani’ tidak berpuasa sunnah, niscaya hal itu terlarang baginya.
Karena itu, bagi seseorang yang sudah berniat sebelum Subuh untuk berpuasa mengganti puasa Ramadhan, kemudian ia sudah menjalani beberapa waktu dari puasanya, misalkan sudah sampai tengah hari. Jika selanjutnya ada undangan makan, atau hal-hal semisalnya, janganlah ia batalkan puasanya tersebut. Karena puasa yang ia lakukan adalah puasa wajib, bukan puasa Sunnah. Janganlah membatalkannya kecuali ada udzur syar’i.
Seseorang tidak bisa beralasan, ‘kan saya bisa mengganti besoknya?’. Hal itu tidak diperbolehkan berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud tentang kisah Ummu Hani’ di atas.
Sang suami juga harus paham ilmu ini jika istrinya sedang berpuasa mengganti tanggungan Ramadhan. Agar suami tidak mengganggu istrinya dan mengajak membatalkan puasa itu ketika sang istri sudah di pertengahan puasanya.
Wallaahu A’lam
Penulis: Abu Utsman Kharisman