Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Sholat Roghoib Dalam Timbangan Ulama Syafiiyyah

Perbedaan pendapat memang terjadi antar beberapa ahli fiqh terkait hukum sholat di malam Jumat pertama di bulan Rajab. Sholat 12 rokaat yang dilakukan dengan tata cara khusus tersebut sebenarnya telah sama-sama diakui bahwa landasan haditsnya lemah, bahkan ada yang menilai palsu.

Hanya saja sebagian saudara kita mengira bahwa berlapang dada menyikapi perbedaan adalah jalan moderat. Namun kala perbedaan tersebut muncul setelah berlalunya masa generasi terbaik, menjadi penting untuk mengajak kembali kepada petunjuk salaf, generasi terbaik yang mendahului kita.

Dalam kitab Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, Al Hafidz Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf yang lebih dikenal dengan sebutan Imam An Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan sekian jenis sholat nafilah/tathowwu’ (sunnah selain wajib) yang dikenal manusia, pada pasal:

في مسائل تتعلق بباب صلاة التطوع

Tentang Beberapa Masalah yang Berkaitan dengan Sholat Tathowwu’

Pada poin yang kesepuluh beliau menjelaskan:

العاشرة: الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلى بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب وإحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فإن كل ذلك باطل ولا يغتر ببعض من اشتبه عليه حكمهما من الأئمة فصنف ورقات في استحبابهما فإنه غالط في ذلك وقد صنف الشيخ الإمام أبو محمد عبد الرحمن بن اسمعيل المقدسي كتابا نفيسا في إبطالهما فأحسن فيه وأجاد رحمه الله

“Sholat yang dikenal sebagai SHOLAT ROGHOIB berupa 12 rokaat yang dikerjakan antara maghrib dan isya’ pada Jumat pertama di bulan Rajab, dan SHOLAT NISFU SYA’BAN 100 roka’at, adapun kedua sholat ini adalah 2 bid’ah dan 2 kemungkaran yang tercela.

Hendaklah tidak terpedaya dengan disebutkannya pada kitab Qut alQulub & Ihya’ Ulumuddin, jangan pula (tertipu) dengan “hadits-hadits” yang menyebut tentang keduanya, karena semua itu batil (salah).

Dan juga janganlah tertipu dengan sebagian pihak yang membuat kerancuan tentang hukum keduanya dari kalangan para imam hingga mereka menulis berlembar-lembar dalam menampilkan disukainya keduanya, karena sesungguhnya yang demikian telah salah dalam pembahasan ini.

Sementara Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma’il Al Maqdisiy telah menulis sebuah kitab yang sangat berharga dalam menyebutkan kesalahan dua perkara ini, maka beliau telah melakukan kebaikan pada karya tersebut dan telah mewujudkan (yang semestinya), semoga Allah merahmati beliau.”

Sependapat dengan itu, Al ‘Allamah Muhammad bin Isma’il Al Amir Ash Shon’ani Al Yamani (w. 1182 H) rahimahullah ketika menjelaskan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu pada pasal yang beliau beri judul (maknanya);

“Mengkhususkan hari dan malam Jumat tersendiri dalam mengerjakan puasa dan sholat malam.”

ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﺗﺨﺼﻮا ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺑﻘﻴﺎﻡ ﻣﻦ ﺑﻴﻦ اﻟﻠﻴﺎﻟﻲ ﻭﻻ ﺗﺨﺼﻮا ﻳﻮﻡ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺑﺼﻴﺎﻡ ﻣﻦ ﺑﻴﻦ اﻷﻳﺎﻡ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺻﻮﻡ ﻳﺼﻮﻣﻪ ﺃﺣﺪﻛﻢ

Dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda, “Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat dalam mengerjakan sholat malam dibandingkan malam-malam lainnya. Jangan pula kalian khususkan hari Jumat untuk berpuasa dibandingkan hari-hari lainnya. Kecuali apabila kebetulan bertepatan dengan kebiasaan waktu puasa yang kalian (rutin) lakukan.” (HR Muslim).

Al ‘Allamah Muhammad bin Isma’il Ash-Shan’ani yang karya-karya beliau menjadi rujukan di banyak pesantren dan perguruan tinggi dunia termasuk negeri ini, beliau rahimahullah menjelaskan,

اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺮﻳﻢ ﺗﺨﺼﻴﺺ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺑﺎﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺑﺻﻼﺓ ﻭﺗﻼﻭﺓ ﻏﻴﺮ ﻣﻌﺘﺎﺩﺓ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﺑﻪ اﻟﻨﺺ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻛﻘﺮاءﺓ ﺳﻮﺭﺓ اﻟﻜﻬﻒ ﻓﺈﻧﻪ ﻭﺭﺩ ﺗﺨﺼﻴﺺ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺑﻘﺮاءﺗﻬﺎ ﻭﺳﻮﺭ ﺃﺧﺮ ﻭﺭﺩﺕ ﺑﻬﺎ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻘﺎﻝ

“Hadits ini menjadi dalil terhadap diharamkannya tindakan mengkhususkan malam Jumat untuk beribadah dengan mengerjakan sholat, membaca Al Quran yang bukan kebiasaan rutin yang dia lakukan. Kecuali untuk (amalan) yang memang ada dalil khusus untuk melakukannya. Seperti membaca surah Al Kahfi, sesungguhnya telah valid dalil yang mengkhususkan malam Jumat untuk membacanya. Adapun untuk surah yang lain, validitas hadits-hadits yang menyebutkannya diperbicangkan (para ulama).

ﻭﻗﺪ ﺩﻝ ﻫﺬا ﺑﻌﻤﻮﻣﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺻﻼﺓ اﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﻓﻲ ﺃﻭﻝ ﻟﻴﻠﺔ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ ﻭﻟﻮ ﺛﺒﺖ ﺣﺪﻳﺜﻬﺎ ﻟﻜﺎﻥ ﻣﺨﺼﺼﺎ ﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﻋﻤﻮﻡ اﻟﻨﻬﻲ ﻟﻜﻦ ﺣﺪﻳﺜﻬﺎ ﺗﻜﻠﻢ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺣﻜﻤﻮا ﺑﺄﻧﻪ ﻣﻮﺿﻮﻉ.

Dan hadits ini dengan sifatnya yang umum telah menunjukkan bahwa sholat Roghoib di malam Jumat pertama dari bulan Rajab tidaklah disyariatkan. Andaikan hadits tentang hal itu benar-benar valid, niscaya itu akan berfungsi mengkhususkan (baca: menjadi perkecualian) dari keumuman larangannya. Akan tetapi ternyata hadits tentang hal itu justru telah diperbincangkan (kelemahannya) oleh para ulama. Merekapun telah memberikan penilainya bahwa hadits tersebut palsu.

(Subulussalam 1/587)


Penulis: Abu Abdirrohman Sofian

Tinggalkan Balasan