Usia Akhir Balig Adalah 15 Tahun
Nafi’ rahimahullah menyatakan:
حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَضَهُ يَوْمَ أُحُدٍ وَهُوَ ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يُجِزْنِي ثُمَّ عَرَضَنِي يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً فَأَجَازَنِي قَالَ نَافِعٌ فَقَدِمْتُ عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَهُوَ خَلِيفَةٌ فَحَدَّثْتُهُ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ إِنَّ هَذَا لَحَدٌّ بَيْنَ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ وَكَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ أَنْ يَفْرِضُوا لِمَنْ بَلَغَ خَمْسَ عَشْرَةَ
Telah menceritakan kepadaku Ibnu Umar –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam ditawarkan kepada beliau Ibnu Umar untuk ikut berperang pada perang Uhud, saat itu usia Ibnu Umar adalah 14 tahun, namun Nabi tidak membolehkan aku (Ibnu Umar). Kemudian pada perang Khondaq, aku berusia 15 tahun, beliau membolehkan aku. Nafi’ berkata: Aku pun datang menemui Umar bin Abdil Aziz pada saat ia menjadi khalifah dan aku sampaikan hadits ini. Umar bin Abdil Aziz berkata: Ini adalah batas usia antara seorang anak kecil dengan dewasa. Maka Umar bin Abdil Aziz pun menulis surat kepada petugasnya untuk memberi bagian (hak pasukan perang) kepada yang mencapai usia 15 tahun
(H.R al-Bukhari)
Umar bin Abdil Aziz rahimahullah sangat mudah menerima nasihat yang berlandaskan dalil. Setelah Nafi’ menyampaikan hadits itu, Umar bin Abdil Aziz kemudian segera menuangkannya sebagai kebijakan dalam pemerintahan. Demikianlah teladan Ulama salaf dalam bersegera mengikuti bimbingan hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Baca Juga: Saudara Terbaik Adalah yang Gigih Menasihati
Hadits itu menunjukkan bahwa usia 15 tahun (hjiriyah) adalah batasan akhir usia balig. Bisa jadi seorang anak telah menjadi balig dengan tanda-tanda kedewasaan, meski usianya belum mencapai 15 tahun. Misalkan karena telah tumbuh bulu kemaluan atau ia telah mengalami ihtilam (mimpi basah). Sedangkan bagi anak wanita, ia menjadi balighah ketika telah mengalami haid.
Nabi menyetujui keputusan Sa’ad bin Muadz terhadap Bani Quraidzhah atas pengkhianatan mereka, dengan membagi mereka menjadi dua, yaitu: yang berhak untuk dihukum bunuh dan yang ditawan. Bagi yang balig, dibunuh sedangkan bagi yang belum, menjadi tawanan. Tanda balig tidaknya adalah dengan tumbuhnya rambut kemaluan.
Athiyyah al-Quradzhiy berkata:
عُرِضْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَتَ قُتِلَ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِّيَ سَبِيلُهُ فَكُنْتُ فِيمَنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِّيَ سَبِيلِي
Kami (Bani Quraidzhah) dihadirkan di hadapan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam pada hari Quraidzhah. Barang siapa yang tumbuh (bulu kemaluannya) dibunuh, dan barang siapa yang tidak tumbuh akan dibiarkan hidup. Aku termasuk yang belum tumbuh (waktu itu) sehingga aku dibiarkan
(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, Ibnu Majah, Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Albany)
Tanda-tanda fisik didahulukan untuk menentukan apakah seseorang sudah balig atau belum. Jika tidak nampak tanda-tanda fisik, barulah menggunakan patokan usia, yaitu 15 tahun hijriyah (bukan Masehi). Misalkan, seorang anak sudah mimpi basah (mengeluarkan mani) atau telah keluar bulu kemaluan, atau jika wanita, ia sudah haid, maka pada saat itu ia telah balig. Meski belum berusia 15 tahun hijriyah.
Saat sudah balig, seseorang sudah terhitung berdosa ketika melakukan pelanggaran terhadap aturan agama. Ia bukan terhitung anak kecil lagi.
Dikutip dari:
Buku “Keteladanan Umar bin Abdil Aziz” – dengan sedikit tambahan -, Abu Utsman Kharisman