Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Terjemah Kitab Jual Beli Bab Perlombaan dan Pertandingan dari Manhajus Salikin Karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy

Terjemah Kitab

بَابُ الْمُسَابَقَةِ والْمُغَالَبَةِ

وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ: نَوْعٌ: يَجُوزُ بِعِوَضٍ وَغَيْرِهِ، وَهِيَ: مُسَابَقَةُ اَلْخَيْلِ وَالْإِبِلِ وَالسِّهَامِ ونوع: يَجُوزُ بِلَا عِوَضٍ، وَلَا يَجُوزُ بِعِوَضٍ، وَهِيَ: جَمِيعُ اَلْمُغَالِبَاتِ بِغَيْرِ اَلثَّلَاثَةِ اَلْمَذْكُورَةِ، وَبِغَيْرِ النَّرْدِ وَالشَّطْرَنْجِ وَنَحْوِهِمَا، فَتُحَرَّمُ مُطْلَقًا، وَهُوَ اَلنَّوْعُ اَلثَّالِثُ؛ لِحَدِيثِ: “لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ نَصْلٍ أَوْ حَافِرٍ” رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالثَّلَاثَةُ

وَأَمَّا مَا سِوَاهَا: فَإِنَّهَا دَاخِلَةٌ فِي اَلْقِمَارِ وَالْمَيْسِرِ

Ada 3 macam (perlombaan dan pertandingan):

Macam pertama: Boleh dengan uang dari peserta (sebagai hadiah pemenang) maupun tanpa uang iuran (dari peserta). Yaitu perlombaan berkuda, unta, dan memanah,

Macam kedua: Boleh tanpa uang dari peserta (sebagai hadiah pemenang), dan tidak boleh jika dengan uang dari peserta (sebagai hadiah pemenang). Yaitu segala macam perlombaan selain 3 hal yang disebut tadi (berkuda, unta, dan memanah, pent) dan selain permainan dadu maupun catur.

Macam ketiga: Permainan yang dilarang secara mutlak (seperti dadu dan catur, pen).

Berdasarkan hadits:

لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ نَصْلٍ أَوْ حَافِرٍ

Tidak boleh ada harta yang dipertaruhkan sebagai hadiah pemenang kecuali pada perlombaan unta, panah, atau berkuda (H.R Ahmad dan Imam yang Tiga)

Adapun selain 3 perlombaan itu (selain perlombaan unta, panah, atau berkuda, pent) masuk dalam bentuk perjudian.

Catatan Penerjemah

Dari sisi perlombaan atau pertandingan berhadiah bagi pemenang yang mengambil iuran dari peserta (hadiah diambil dari iuran itu), ada 3 macam perlombaan/pertandingan:

Macam Pertama: Pertandingan balapan kuda, pacuan unta, dan memanah. Tiga pertandingan ini boleh mengambil iuran dari peserta untuk dipertaruhkan sebagai hadiah bagi pemenang. Hal itu berdasarkan riwayat Ahmad yang dinukil oleh muallif (penyusun kitab). Sebagian Ulama mengqiyaskan pertandingan sejenis yang mendukung aktivitas jihad, seperti pertandingan menembak. Hal itu diperbolehkan meski dengan mengambil iuran peserta dan dijadikan sebagai hadiah pemenang.

Macam Kedua: Perlombaan atau pertandingan yang secara asal mubah dilakukan. Seperti pertandingan lari, atau pertandingan olahraga lain yang mubah. Pertandingan atau perlombaan demikian tidak boleh menarik iuran dari peserta untuk dijadikan hadiah bagi pemenang. Karena hal itu termasuk perjudian.

Apabila hadiah untuk pemenang tidak diambilkan dari iuran peserta, maka perlombaan dan pertandingan itu diperbolehkan, baik macam yang kedua ini, terlebih lagi macam yang pertama. Misalkan, jika hadiah bagi pemenang ditanggung oleh pihak yang tidak ikut bertanding. Hal itu tidak mengapa.

Macam Ketiga: Perlombaan atau pertandingan untuk permainan yang haram, seperti permainan dengan dadu dan permainan catur. Hal ini secara mutlak dilarang, baik dimainkan tanpa dilombakan, terlebih jika dilombakan. Baik berhadiah maupun tanpa hadiah. Terlarang secara mutlak.

Permainan dengan dadu secara tegas dilarang oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam:

مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ، فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ وَدَمِهِ

Barang siapa yang bermain dengan dadu, seakan-akan ia mencelupkan tangannya di daging babi dan darahnya (H.R Muslim dari Buraidah)

مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ

Barang siapa yang bermain dengan dadu, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya (H.R Malik, Abu Dawud, dan lainnya dari Abu Musa al-Asy’ariy, dihasankan Syaikh al-Albaniy)

Adapun permainan catur, tidak ada nash tegas dari hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam. Ada atsar dari Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu yang mengingkari dengan keras permainan catur. Atsar tersebut dinilai shahih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, adz-Dzahabiy, dan dinilai sanadnya hasan oleh adh-Dhiyaa’ al-Maqdisiy. Sedangkan Syaikh al-Albaniy menilai riwayat atsar Ali tersebut lemah dalam Irwaul Gholil. Ulama dalam 4 madzhab fiqh mayoritasnya (jumhur Ulama) berpandangan bahwa permainan catur terlarang. Sedangkan al-Imam asy-Syafii tidak mengharamkannya apabila tidak ada sisi pelanggaran syariat seperti tidak ada taruhan, tidak ada cacian atau ucapan yang menyakitkan dan tidak sampai melalaikan dari mengingat Allah, namun beliau menilai makruh (tidak disukai). Al-Imam Ibnu Abdil Bar memberi catatan bahwa apabila permainan catur itu dilakukan tanpa perjudian, hanya dimainkan bersama keluarganya di rumah, dalam kondisi tertutup, tidak ditampakkan secara terang-terangan, hanya dilakukan dalam frekuensi yang sangat jarang, yaitu sekali setahun atau sekali sebulan, dinilai oleh beliau sebagai bukan keharaman. Beliau menisbatkan pendapat itu sebagai kesimpulan madzhab Malik dan jumhur para ahli fiqh, dalam kitab atTamhid (13/183).

Para Ulama Ahlussunnah di abad ini juga berbeda pendapat tentang hukum bermain catur. Mayoritas mengharamkannya, seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy, al-Lajnah ad-Daaimah, dan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin. Sedangkan Syaikh al-Albaniy tidak mengharamkannya, dengan syarat diubah bentuk dan penamaan bidak-bidaknya tidak seperti berhala dan tidak sampai melalaikan dari mengingat Allah (dilakukan jarang dan tidak lama). Demikian disebutkan dalam Silsilah al-Huda wan Nuur 732.

Macam-macam permainan dan perlombaan yang disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy di atas adalah terkait boleh tidaknya mengambil iuran dari peserta untuk hadiah pemenang. Adapun jika ada sisi-sisi keharaman lain dari pertandingan itu yang melanggar syariat, misalkan menampakkan aurat, campur baur laki dan wanita, atau hal-hal yang diharamkan lain, maka terlarangnya adalah karena pelanggaran syariat itu.

Wallaahu A’lam


Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan