Tata Cara Shalat Nabi dalam Hadits Abu Mas’ud
عَنْ سَالِمٍ الْبَرَّادِ، قَالَ: أَتَيْنَا عُقْبَةَ بْنَ عَمْرٍو الْأَنْصَارِيَّ أَبَا مَسْعُودٍ، فَقُلْنَا لَهُ: حَدِّثْنَا عَنْ صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَامَ بَيْنَ أَيْدِينَا فِي الْمَسْجِدِ، فَكَبَّرَ، فَلَمَّا رَكَعَ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَجَعَلَ أَصَابِعَهُ أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ، وَجَافَى بَيْنَ مِرْفَقَيْهِ حَتَّى اسْتَقَرَّ كُلُّ شَيْءٍ مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقَامَ حَتَّى اسْتَقَرَّ كُلُّ شَيْءٍ مِنْهُ، ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى الْأَرْضِ، ثُمَّ جَافَى بَيْنَ مِرْفَقَيْهِ حَتَّى اسْتَقَرَّ كُلُّ شَيْءٍ مِنْهُ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَجَلَسَ حَتَّى اسْتَقَرَّ كُلُّ شَيْءٍ مِنْهُ، فَفَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ أَيْضًا، ثُمَّ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مِثْلَ هَذِهِ الرَّكْعَةِ فَصَلَّى صَلَاتَهُ، ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا رَأَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
Dari Salim al-Barraad ia berkata: Kami mendatangi Uqbah bin ‘Amr al-Anshariy Abu Mas’ud kemudian kami berkata kepada beliau: Sampaikanlah kepada kami hadits dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Beliaupun berdiri di hadapan kami di masjid. Beliau bertakbir. Ketika beliau ruku’ beliau meletakkan kedua telapak tangan pada lutut dan menjadikan jari jemarinya ada yang lebih rendah dari itu. Beliau pun membentangkan kedua siku tangan dari arah samping tubuhnya hingga semua anggota tubuh tenang dalam kondisi demikian. Kemudian beliau mengucapkan: SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH. Beliau berdiri hingga semua anggota tubuh tenang dalam kondisi demikian. Kemudian beliau bertakbir dan sujud meletakkan kedua telapak tangan pada tanah. Kemudian beliau menjauhkan kedua siku tangan dari samping tubuhnya hingga semua anggota tubuh tenang dalam kondisi demikian. Kemudian beliau mengangkat kepala, duduk hingga semua anggota tubuh tenang dalam kondisi demikian. Beliau melakukan hal seperti itu (sujud yang kedua), kemudian shalat 4 rakaat sama seperti tata cara pada rakat yang telah disebutkan. Selesai shalat, beliau bersabda: Demikianlah kami melihat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melaksanakan shalat (H.R Abu Dawud, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
Hadits ini memberikan beberapa pelajaran berharga, di antaranya:
Pertama: Semangat para Ulama Salaf untuk menimba ilmu dan bertanya kepada orang yang berilmu secara langsung tentang sunnah Nabi shollallahu alaihi wasallam. Seorang Tabi’i Salim al-Barraad memanfaatkan keberadaan Sahabat Nabi yang masih hidup saat itu yaitu Uqbah bin ‘Amr atau Abu Mas’ud untuk bertanya bagaimana tata cara shalat Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Kedua: Keteladanan Sahabat Nabi dalam mengajarkan ilmu secara praktek. Sahabat Abu Mas’ud tidak hanya menjelaskan bagaimana sunnah Nabi dengan ucapan, tapi juga dengan mempraktekkannya langsung sehingga bisa dilihat. Sebagaimana Sahabat Utsman bin Affan juga mencontohkan tata cara wudhu’ secara langsung di hadapan sebagian orang.
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafidzhahullah dalam Syarh Sunan Abi Dawud menjelaskan bahwa Sahabat Abu Mas’ud kemudian menerapkan shalat sebagai imam langsung di hadapan mereka.
Ketiga: Sunnah saat ruku’ adalah dengan meletakkan telapak tangan pada lutut, kemudian menjauhkan siku tangan dari sisi tubuh. Namun, menjauhkan siku tangan dari sisi tubuh itu dengan catatan jangan sampai mengganggu kaum muslimin lain yang shalat di samping kiri dan kanan kita. Menjauhkan siku tangan dari sisi tubuh selain saat ruku’ juga disunnahkan diterapkan pada saat sujud. Namun, sekali lagi, jangan sampai saat shalat berjamaah shaf rapat, hal itu mengganggu saudara kita yang berada di samping kita.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan:
وينبغي أن تجافي عضديك عن جنبيك وأن ترفع ظهرك، إلا إذا كنت في الصف وخفت أن يتأذى جارك من مجافاة العضدين فلا تؤذي جارك
Sebaiknya menjauhkan 2 lengan atas dari sisi tubuh dan mengangkat punggungmu. Kecuali jika engkau berada di dalam shaf dan khawatir mengganggu tetanggamu (orang yang shalat berada di sampingmu, pen) dengan merentangkan lengan atasmu tersebut, maka janganlah engkau mengganggu tetanggamu (Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibn Utsaimin 13/358)
Keempat: Disyariatkannya thuma’ninah (tenang) dalam mengerjakan shalat. Tidak terburu-buru. Dalam hadits di atas, berulangkali disebutkan:
حَتَّى اسْتَقَرَّ كُلُّ شَيْءٍ مِنْهُ
hingga semua anggota tubuh tenang dalam kondisi demikian
Kelima: Disyariatkannya mengucapkan SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH bagi imam saat bangkit dari ruku’. Demikian juga bagi orang yang shalat sendirian.
Wallaahu A’lam
Penulis: Abu Utsman Kharisman