Menghormati yang Lebih Tua, Menyayangi yang Lebih Muda
Manusia ada yang seumuran dengan kita. Ada pula yang lebih tua atau lebih muda usianya dibandingkan kita.
Sikap dan perlakuan kita kepada mereka seharusnya berbeda-beda. Disesuaikan pada porsi yang tepat, sesuai bimbingan syariat.
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّه
Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang yang tua dan menyayangi anak kecil dan mengetahui hak orang yang berilmu (H.R Ahmad, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Dalam hadits lain, Nabi shollallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk memuliakan orang tua yang sudah beruban, penghafal alQuran yang menunaikan hak alQuran, dan pemimpin yang adil.
مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ
Di antara bentuk pemuliaan Allah (kepada kalian) adalah memuliakan seorang muslim yang sudah beruban (tua), penghafal al-Quran yang menunaikan hak (Quran) tidak melampaui batas maupun meremehkan, dan memuliakan pemimpin yang adil (H.R Abu Dawud dari Abu Musa al-Asy’ariy)
Bagian dari adab yang baik adalah mendahulukan orang yang lebih tua untuk berbicara
عَنْ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ قَالَ انْطَلَقَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَهْلٍ وَمُحَيِّصَةُ بْنُ مَسْعُودِ بْنِ زَيْدٍ إِلَى خَيْبَرَ وَهِيَ يَوْمَئِذٍ صُلْحٌ فَتَفَرَّقَا فَأَتَى مُحَيِّصَةُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَهْلٍ وَهُوَ يَتَشَمَّطُ فِي دَمِهِ قَتِيلًا فَدَفَنَهُ ثُمَّ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَانْطَلَقَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَهْلٍ وَمُحَيِّصَةُ وَحُوَيِّصَةُ ابْنَا مَسْعُودٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَهَبَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ يَتَكَلَّمُ فَقَالَ كَبِّرْ كَبِّرْ وَهُوَ أَحْدَثُ الْقَوْمِ فَسَكَتَ فَتَكَلَّمَا
Dari Sahl bin Abi Hatsmah ia berkata: Abdullah bin Sahl dan Muhayyishoh bin Mas’ud bin Zaid pergi menuju Khaibar yang saat itu terdapat perdamaian (dengan kaum Yahudi). Keduanya pun berpisah. Kemudian datanglah Muhayyishoh hendak menemui Abdullah bin Sahl, ternyata sudah terbunuh berlumuran darah. Ia pun menguburkannya dan pergi ke Madinah. Abdurrahman bin Sahl, Muhayyishoh dan Huwayyishoh putra Ibnu Mas’ud pergi menuju Nabi shollallahu alaihi wasallam. Abdurrahman yang pertama berbicara padahal ia adalah yang paling muda. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: Kabbir kabbir (dahulukan yang lebih tua untuk berbicara). Dia kemudian diam dan keduanya berbicara.(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Apabila berpapasan di jalan, orang yang lebih muda semestinya memulai mengucapkan salam kepada yang lebih tua
يُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ
Orang yang lebih muda mengucapkan salam terlebih dahulu pada yang lebih tua, orang yang berjalan kepada yang duduk, sekelompok orang yang berjumlah sedikit kepada yang lebih banyak (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Memanggil orang yang lebih tua dengan panggilan yang sopan
Misalkan dengan menyatakan: Wahai paman. Disesuaikan dengan kebiasaan baik yang berlaku di tempat tersebut.
Abu Umamah bin Sahl radhiyallahu anhu berkata:
صَلَّيْنَا مَعَ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ الظُّهْرَ ثُمَّ خَرَجْنَا حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فَوَجَدْنَاهُ يُصَلِّي الْعَصْرَ فَقُلْتُ يَا عَمِّ مَا هَذِهِ الصَّلَاةُ الَّتِي صَلَّيْتَ قَالَ الْعَصْرُ وَهَذِهِ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي كُنَّا نُصَلِّي مَعَهُ
Kami pernah shalat Dzhuhur bersama Umar bin Abdil Aziz kemudian kami keluar hingga menemui Anas bin Malik. Kami dapati beliau sedang shalat Ashar. Aku berkata: Wahai paman, shalat apakah yang anda lakukan ini? Beliau menjawab: Ashar. Ini adalah shalat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam yang kami shalat bersama beliau (H.R al-Bukhari)
Mendahulukan kebaikan untuk orang yang lebih tua
Orang yang muda mempersilakan terlebih dahulu orang yang lebih tua untuk masuk ke suatu tempat atau tempat duduk, dan semisalnya.
Malik bin Mighwal rahimahullah menyatakan:
كُنْتُ أَمْشِي مَعَ طَلْحَةَ بْنِ مُصَرِّفٍ، فَصِرْنَا إِلَى مَضِيْقٍ فَتَقَدَّمَنِي ثُمَّ قَالَ لِي: لَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ أَنَّكَ أَكْبَرُ مِنِّي بِيَوْمٍ مَا تَقَدَّمْتُكَ
Aku pernah berjalan bersama Tholhah bin Mushorrif (seorang Tabi’i, pent). Hingga tibalah kami ke sebuah jalan sempit, maka beliaupun mendahuluiku, seraya berkata kepadaku: “Seandainya aku mengetahui bahwa engkau lebih tua satu hari daripada aku niscaya aku tidak akan mendahuluimu” (Diriwayatkan oleh Al-Khathiib Al Baghdaady dalam Al Jaami’ li Akhlaaqi Ar Raawii wa Aadaabi As Saami’ (1/285))
Menjadi pendengar yang baik
Bersabar untuk menyimak dan mendengarkan dengan seksama pembicaraan dari seorang yang sudah tua ketika beliau berbicara. Sebagaimana Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu berdiri dan sabar mendengar cerita dan ucapan-ucapan Khoulah bintu al-Hakim. Pada saat Umar sudah menjadi khalifah.
Orang yang lebih muda tidaklah duduk di tempat yang lebih tinggi dari yang lebih tua, kecuali dipersilakan.
Ya’qub bin Sufyan rahimahullah berkata:
“Telah sampai kepadaku kabar bahwa Al Hasan dan Ali, anaknya Shalih, adalah dua anak yang kembar; Al Hasan lahir sebelum Ali. Tidaklah Al Hasan dan Ali duduk bersama di sebuah majelis kecuali Ali duduk lebih rendah daripada Al Hasan; dan tidaklah Ali berbicara ketika Al Hasan berbicara apabila keduanya berada dalam satu majelis.” (Diriwayatkan oleh Al-Khathiib Al Baghdaady dalam Al Jaami’ li Akhlaaqi Ar Raawii wa Aadaabi As Saami’ no: 252)
Nabi shollallahu alaihi wasallam juga mengajarkan kepada kita bahwa keberkahan itu bersama para Ulama yang senior, yang sarat dengan ilmu dan pengalaman.
الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُم
Keberkahan itu bersama orang yang tua (senior dalam ilmu atau pengalaman) di antara kalian (H.R Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Sedangkan kepada orang yang lebih muda, beberapa hal yang semestinya kita lakukan:
- Membimbing dan mengarahkan mereka pada kebaikan
- Tidak menghardiknya ketika mereka bertanya tentang sesuatu yang benar-benar tidak diketahuinya.
- Bercanda dengan candaan yang tidak bertentangan dengan syar’i
- Melindungi mereka jika mereka butuh perlindungan
- Memasukkan kegembiraan ke dalam hati mereka
- Mencium, mengusap kepala, atau memeluknya sebagai bentuk kasih sayang yang tidak bertentangan secara syar’i atau tidak melampaui batas.
Dikutip dari: Buku “Islam Rahmatan Lil Alamin (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah), Abu Utsman Kharisman