Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Larangan Mengganggu Atau Menyakiti Tetangga

Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ‌فَلَا ‌يُؤْذِي ‌جَارَهُ

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyakiti (mengganggu) tetangganya (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Syaikh Sholih al-Fauzan hafidzhahullah menyatakan:

(Di dalam hadits ini terdapat) larangan menyakiti tetangga.

Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda (yang artinya): Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyakiti (mengganggu) tetangganya (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan menyakiti tetangga adalah hal yang menafikan kesempurnaan iman. Memang tidaklah menafikan keimanan secara keseluruhan sehingga orangnya menjadi kafir, namun imannya menjadi sangat berkurang. Karena menyakiti kaum muslimin adalah haram secara mutlak.

Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

Dan orang-orang yang menyakiti kaum beriman laki maupun wanita tanpa kesalahan yang mereka perbuat, sungguh orang-orang itu telah memikul kedustaan dan dosa yang jelas (Q.S al-Ahzab ayat 58)

Perbuatan mengganggu/menyakiti haram dilakukan secara mutlak. Namun jika dilakukan kepada tetangga, keharamannya lebih lagi. Karena tetangga memiliki hak yang termasuk dalam 10 hak sebagaimana tersebut dalam firman Allah Ta’ala:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, para tetangga yang memiliki hubungan kerabat, dan tetangga yang tidak memiliki hubungan kerabat, rekan sejawat/pasangan, ibnus sabil (musafir yang kehabisan bekal), dan hamba sahaya kalian…(Q.S anNisaa’ ayat 36)

Di dalam ayat ini Allah menjadikan adanya hak pada tetangga.

Nabi shollallahu alaihi wasallam juga bersabda:

مَا زَالَ ‌جِبْرِيلُ ‌يُوصِينِي ‌بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk bersikap baik pada tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris pada tetangga (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Seorang tetangga tidak boleh menyakiti/mengganggu tetangganya dengan berbagai bentuk gangguan, baik berupa komentar yang buruk tentang tetangganya, mencelanya, berusaha menimbulkan mudarat (bahaya) untuk tetangganya.

Tidak boleh bagi seseorang untuk mengganggu tetangganya dari rumahnya, misalkan dengan membunyikan suara-suara yang mengganggu, atau gerakan-gerakan yang mengagetkan tetangganya. Lebih parah lagi jika ia melakukan hal-hal yang munkar di rumahnya seperti membunyikan lagu-lagu dan musik yang mengganggu tetangganya. Atau, ia menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga tercium tetangganya. Atau membuat sesuatu di rumahnya yang mudaratnya bisa sampai pada tetangganya, seperti menanam pohon yang dahannya sampai menjulang ke wilayah tetangganya. Atau memelihara hewan yang menghasilkan suara teriakan atau dengungan yang mengganggu. Atau ia mengintip tetangganya dari sela-sela tembok atau jendela, melihat aurat atau menyimak aktivitas mereka. Menyimak perbincangan tetangganya.

Ini semua adalah bagian dari perbuatan menyakiti/mengganggu. Tidak boleh bagi kita mengganggu siapapun terlebih terhadap tetangga. Karena tetangga memiliki hak terhadap kita. Bahkan meskipun ia adalah orang kafir. Lalu bagaimana lagi jika ia adalah tetangga muslim, apalagi masih punya hubungan kerabat dengan kita?

Hak-hak tetangga itu ada 3 macam:

Pertama: Tetangga yang memiliki 3 hak, yaitu tetangga muslim yang masih ada hubungan kekerabatan. Ia punya hak sebagai tetangga, hak sebagai muslim, dan hak sebagai kerabat.

Kedua: Tetangga yang memiliki 2 hak, yaitu tetangga muslim yang bukan kerabat. Ia punya hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim.

Ketiga: Tetangga yang memiliki 1 hak, yaitu tetangga yang bukan muslim. Ia punya hak sebagai tetangga.


Sumber:

Tashilul Ilmaam bi Fiqhil Ahaadiits min Bulughil Maram jilid 4 halaman 363-364 karya Syaikh Sholih bin Fauzan al-Fauzan

Penerjemah:

Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan