Bab ke-13: Isti’adzah kepada Selain Allah adalah Kesyirikan (Bag.1)
KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-48)
Pendahuluan
Makna al-Isti’adzah adalah meminta perlindungan secara pasrah sepenuhnya dalam hati kepada Allah dari suatu hal yang ditakutkan atau dibenci.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk beristi’adzah hanya kepada Allah:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
dan jika Syaithan menimpakan kepadamu godaan (perasaan marah, was-was), maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S al-A’raaf: 200)
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
dan jika Syaithan menimpakan kepadamu godaan (perasaan marah, was-was), maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S Fushshilat: 36)
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آَيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِنْ فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Sesungguhnya orang-orang yang berdebat tentang ayat-ayat Kami tanpa hujjah yang sampai kepada mereka, tidaklah di dada mereka kecuali kesombongan (dari al-haq). (Mereka menginginkan mengalahkan al-haq) yang itu tidak bisa mereka dapatkan. Maka berlindunglah kepada Allah (dari keburukan mereka). Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S Ghofir (40) ayat 46)
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3)
Katakan: aku berlindung kepada Tuhan manusia, Penguasa manusia, Sesembahan manusia (Q.S anNaas ayat 1-3)
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa istiadzah adalah ibadah yang hanya boleh dipersembahkan kepada Allah semata.
baca bab sebelumnya: Bab Keduabelas: Bernadzar untuk Selain Allah adalah Kesyirikan (Bagian Keempat)
Meminta perlindungan kepada makhluk –secara fisik/ dhahir- yang diberi kemampuan oleh Allah untuk memberi perlindungan dan juga diijinkan secara syar’i oleh Allah adalah diperbolehkan. Sebagai contoh, Nabi shollallahu alaihi wasallam meminta perlindungan kepada Muth’im bin Adi, seorang kafir ketika pulang dari Thaif menuju Makkah. Muth’im bin Adi bersama anak-anaknya menjaga Nabi dengan pedang mereka saat thowaf di Ka’bah (as-Siiroh anNabawiyyah karya Ibn Katsir (2/154)). Atas perlindungan dari Muth’im bin Adi itulah, maka Nabi tetap mengingat jasanya. Seandainya Muth’im bin Adi masih hidup setelah terjadinya perang Badr dan meminta kepada Nabi untuk membebaskan tawanan Badr, niscaya Nabi akan mengabulkannya.
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِم رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي أُسَارَى بَدْرٍ لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu anhu bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam berkata tentang tawanan-tawanan Badr: Kalau seandainya al-Muth’im bin Adi masih hidup kemudian berbicara kepadaku tentang orang-orang busuk ini, niscaya aku tinggalkan (serahkan) kepadanya (H.R al-Bukhari)
Contoh lain tentang bolehnya berlindung kepada makhluk, adalah hadits:
سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنْ السَّاعِي مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفُهُ وَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً فَلْيَعُذْ بِهِ
Akan terjadi fitnah-fitnah. Orang yang duduk saat itu lebih baik dari yang berdiri. Yang berdiri lebih baik dari yang berjalan. Yang berjalan lebih baik dari yang berlari. Barangsiapa yang mencoba ingin melihat lebih jauh pada fitnah itu akan menyebabkanya terseret kepadanya. Dan barangsiapa yang mendapati tempat berlindung, maka berlindunglah kepadanya(H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat Muslim)
Dalam hadits tersebut Nabi memerintahkan barangsiapa yang bisa mendapati tempat berlindung pada saat terjadi fitnah maka berlindunglah kepadanya. Hal itu menunjukkan bolehnya berlindung kepada makhluk.
Berlindung kepada makhluk secara fisik diperbolehkan dengan 3 syarat:
- Hati tetap pasrah sepenuhnya kepada Allah bahwa hanya Dia satu-satunya yang bisa menolak kemudharatan. Makhluk yang menjadi tempat perlindungan diyakini hanyalah sebagai sebab.
- Makhluk itu memang hadir langsung dan diberi kemampuan oleh Allah untuk memberikan bantuan kepadanya. Seperti orang kuat atau pihak berwenang (kepolisian) yang akan menangani pihak yang akan mengancam keselamatannya, atau seperti pawang ular ketika kita akan diserang oleh ular, dan semisalnya. Adapun untuk hal-hal yang hanya Allah saja yang mampu untuk mengatasinya seperti ancaman marabahaya bencana alam (gunung meletus), maka tidak boleh meminta perlindungan kepada selain Allah. Seperti yang dilakukan sebagian orang yang ketika ada ancaman gunung meletus kemudian dia meminta perlindungan kepada Jin penjaga gunung, maka itu adalah kesyirikan.
- Meski makhluk itu mampu untuk melakukannya, namun harus diijinkan Allah secara syar’i. Contoh: Bisa saja suatu Jin mampu untuk menolong seseorang dengan memindahkan suatu benda atau semisalnya, namun dalam syariat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam diharamkan (tidak diijinkan secara syar’i) bagi seorang muslim untuk meminta bantuan kepada Jin. Untuk syariat pada Nabi Sulaiman diperbolehkan, namun pada syariat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam tidak diperbolehkan. Saat menangkap Ifrit dari kalangan Jin yang mengganggu sholat beliau, Nabi tidak menahan, mengikat, untuk dikuasainya. Karena beliau mengingat doa Nabi Sulaiman yang meminta agar diberi kekuasaan yang khusus untuk beliau (dalam menundukkan Jin dan menjadikannya sebagai pelayan) dan tidak diberikan kepada siapapun sepeninggal Nabi Sulaiman.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ الْجِنِّ تَفَلَّتَ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ صَلَاتِي فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ فَأَخَذْتُهُ فَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبُطَهُ عَلَى سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تَنْظُرُوا إِلَيْهِ كُلُّكُمْ فَذَكَرْتُ دَعْوَةَ أَخِي سُلَيْمَانَ: رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي, فَرَدَدْتُهُ خَاسِئًا
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu- dari Nabi shollallahu alaihi wasallam sesungguhnya Ifrit dari kalangan Jin datang tiba-tiba tadi malam untuk memutus sholatku. Kemudian Allah memberikan kemampuan kepadaku untuk menguasainya. Akupun memegangnya. Aku berkeinginan untuk mengikatnya di tiang masjid sehingga kalian bisa melihatnya. Kemudian aku teringat doa saudaraku Sulaiman: ‘Wahai Tuhanku, anugerahkan kepadaku kekuasaan yang tidak boleh ada bagi siapapun setelahku’ (Q.S Shaad: 35), kemudian aku lepaskan ia dalam keadaan hina (H.R al-Bukhari)
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعْنَاهُ يَقُولُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْكَ ثُمَّ قَالَ أَلْعَنُكَ بِلَعْنَة اللَّهِ ثَلَاثًا وَبَسَطَ يَدَهُ كَأَنَّهُ يَتَنَاوَلُ شَيْئًا فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ الصَّلَاةِ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ سَمِعْنَاكَ تَقُولُ فِي الصَّلَاةِ شَيْئًا لَمْ نَسْمَعْكَ تَقُولُهُ قَبْلَ ذَلِكَ وَرَأَيْنَاكَ بَسَطْتَ يَدَكَ قَالَ إِنَّ عَدُوَّ اللَّهِ إِبْلِيسَ جَاءَ بِشِهَابٍ مِنْ نَارٍ لِيَجْعَلَهُ فِي وَجْهِي فَقُلْتُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قُلْتُ أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ اللَّهِ التَّامَّةِ فَلَمْ يَسْتَأْخِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَرَدْتُ أَخْذَهُ وَاللَّهِ لَوْلَا دَعْوَةُ أَخِينَا سُلَيْمَانَ لَأَصْبَحَ مُوثَقًا يَلْعَبُ بِهِ وِلْدَانُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ
Dari Abud Darda’ radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam berdiri (untuk sholat) kemudian kami mendengar beliau berkata: A’udzu billaahi minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Kemudian beliau berkata: Aku melaknatmu dengan laknat Allah. Beliau mengucapkannya 3 kali. Dan beliau mengulurkan tangannya seakan-akan hendak mengambil sesuatu. Ketika selesai dari sholat, kami bertanya: Wahai Rasulullah, kami telah mendengar anda mengucapkan sesuatu dalam sholat yang kami belum pernah mendengar demikian sebelumnya. Kami juga melihat anda mengulurkan tangan anda dan berkata: Sesungguhnya musuh Allah Iblis datang dengan suluh api untuk dilemparkannya ke wajahku. Kemudian aku berkata: A’udzu billaahi minka (Aku berlindung kepada Allah darimu) tiga kali. Kemudian aku berkata: Aku melaknatmu dengan laknat Allah, tiga kali. Tapi ia tidak mundur (3 kali). Kemudian aku akan memegangnya. Demi Allah, kalaulah bukan karena doa saudara kami Sulaiman, niscaya pagi harinya ia sudah terikat (di tiang masjid) dan menjadi mainan anak-anak Madinah (H.R Muslim)
Penulis:
Abu Utsman Kharisman