Pengingkaran Ulama Salaf Terhadap Bacaan Dzikir Atau Sholawat yang Tidak Disyariatkan Pada Waktunya
Al-A’masy berkata:
سُئِلَ إبْرَاهِيمُ عَنِ الإِمَامِ إذَا سَلَّمَ فَيَقُولُ : صَلَّى اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَلاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ؟ فَقَالَ : مَا كَانَ مَنْ قَبْلَهُمْ يَصْنَعُ هَكَذَا
Ibrahim (anNakho’iy) ditanya tentang imam yang jika selesai salam mengucapkan (sholawat dan dzikir): SHOLLALLAALU ‘ALA MUHAMMAD WA LAA ILAAHA ILLALLAH (Semoga sholawat Allah tercurah kepada Muhammad dan tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah). Ibrahim berkata: Orang sebelum mereka tidak pernah berbuat demikian.
(Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya no 3122)
al-A’masy adalah salah seorang tabi’i, murid Sahabat Nabi Anas bin Malik. Sedangkan Ibrahim anNakho’iy yang wafat tahun 94 Hijriyah adalah seorang faqih di Iraq pada masanya, tergolong sebagai tabi’i juga, salah satu guru al-A’masy.
Ibrahim an-Nakho’iy mengingkari bacaan dzikir yang dibaca oleh seorang imam setelah shalat yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi. Seperti jika seseorang membaca sholawat dan tahlil sebagai dzikir khusus selepas shalat, sebagai kebiasaan, padahal Nabi shollallahu alaihi wasallam tidak mencontohkan demikian.
Demikianlah sikap Ulama salaf sebagai penjagaan terhadap syariat Nabi. Agar benar-benar terbedakan manakah bacaan dzikir yang diajarkan Nabi dengan yang bukan.
Beliau menjadikan perbuatan ibadah yang dilakukan oleh generasi sebelum beliau, yaitu Nabi dan para Sahabatnya sebagai acuan. Beliau mengingkari lafadz bacaan dzikir selepas shalat yang tidak dikenal di masa sebelum beliau. Beliau menyatakan:
مَا كَانَ مَنْ قَبْلَهُمْ يَصْنَعُ هَكَذَا
Orang sebelum mereka tidak pernah berbuat demikian
Baca Juga: Nasihat dan Catatan Tentang Li Khomsatun
Demikian juga Abul Bakhtariy salah seorang murid Sahabat Nabi Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, menilai bacaan-bacaan dzikir selepas shalat yang tidak sesuai dengan bimbingan Nabi shollallahu alaihi wasallam sebagai bid’ah (riwayat Mushonnaf Ibn Abi Syaibah no riwayat 3123)
Ubaidah as-Salmaniy (murid Sahabat Nabi Ali dan Ibnu Mas’ud, wafat tahun 72 Hijriyah) pernah mengingkari perbuatan Mush’ab yang saat menjadi imam shalat setelah salam mengucapkan dzikir tahlil dengan keras menghadap ke arah kiblat.
عَنْ أَبِي الْبَخْتَرِيِّ قَالَ : مَرَرْت أَنَا وَعُبَيْدَةُ فِي الْمَسْجِدِ، وَمُصْعَبٌ يُصَلِّي بِالنَّاسِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ فَقَالَ : لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، رَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ، فَقَالَ عبيدَةُ : قَاتَلَهُ اللَّهُ تَعَالَى، نَعَّارٌ بِالْبِدَعِ
Dari Abul Bakhtariy ia berkata: Aku bersama Ubaidah melewati suatu masjid yang di sana Mush’ab shalat mengimami manusia. Ketika selesai shalat ia berkata: LAA ILAAHA ILLALLAH WALLAAHU AKBAR dengan mengeraskan suaranya. Ubaidah pun berkata: Semoga Allah membinasakan dia. Itu adalah suara-suara keras kebid’ahan.
(Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya no 3119, riwayat Abdurrazzaq no 3226)
Ibrahim anNakho’iy, Abul Bakhtariy, dan Ubaidah as-Salmaniy adalah para Tabiin murid-murid langsung para Sahabat Nabi. Mereka adalah teladan bagi kaum muslimin setelahnya.
Baca Juga: Sebutan Ahlussunnah Tidaklah Disematkan Melainkan Kepada Salafiyyun
Sikap-sikap tersebut menunjukkan upaya penjagaan mereka terhadap Sunnah Nabi shollallahu alaihi wasallam. Sebagaimana kecintaan mereka terhadap Rasulullah shollallahu alaihi wasallam.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan ampunan kepada segenap kaum muslimin.
Dikutip dari:
Draft buku “Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi (Mengupas Seluk Beluk Sholawat dalam Tinjauan Syariat)”
Penulis buku:
Abu Utsman Kharisman