Saudara Terbaik adalah yang Gigih Menasihati
Merupakan kebiasaan yang berlangsung pada para sahabat Nabi ridhwanallahu alaihim jami’a berwasiat dengan surah Al ‘Ashr serta mengucapkan salam menjelang perpisahan antar sesama mereka. Surah yang berisi karakter mukmin yang dijauhkan dari kerugian, yang saling berwasiat (baca: memberi nasihat) untuk menjalani kebenaran dan bersabar. Tergambar dalam hadits yang dishahihkan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah dalam Ash Shohihah no. 2648,
ﻛﺎﻥ اﻟﺮﺟﻼﻥ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﺫا اﻟﺘﻘﻴﺎ ﻟﻢ ﻳﻔﺘﺮﻗﺎ ﺣﺘﻰ ﻳﻘﺮﺃ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ اﻵﺧﺮ: (ﻭاﻟﻌﺼﺮ ﺇﻥ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻟﻔﻲ ﺧﺴﺮ)، ﺛﻢ ﻳﺴﻠﻢ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ اﻵﺧﺮ
“Dulu antar 2 orang sahabat nabi mereka terbiasa ketika bertemu tidak akan berpisah sampai salah seorang di antara mereka membacakan surah Al ‘Ashr: WAL ‘ASHR INNAL INSANA LAFI KHUSR … (Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian …), lalu salah seorang di antara mereka akan mengucapkan salam kepada yang lainnya.”
Itulah kebiasaan indah yang berlangsung di masa masih turunnya wahyu, sementara tidak ada teguran terhadap kebiasaan itu dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam maupun para sahabat lainnya. Sehingga hal itu menunjukkan baiknya kebiasaan tersebut walaupun tidak dilakukan secara langsung oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Artikel lain yang semoga bermanfaat: Agama Adalah An-Nashiihah
Apabila jelas kebaikannya, berarti kita perlu meneladani kesungguhan menyampaikan wasiat dan nasihat kepada saudara kita, sebagai wujud tulusnya persahabatan. Terlebih para ulama sejak masa sahabat sendiri dan generasi-generasi berikutnya juga menghasung keseriusan menasihati dan mengingatkan saudara sesama muslim.
Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu berkata:
ﻻ ﺗﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﺨﺪﻳﻌﺔ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﺧﻠﻖ اﻟﻠﺌﺎﻡ ﻭاﻣﺤﺾ ﺃﺧﺎﻙ اﻟﻨﺼﻴﺤﺔ ﺣﺴﻨﺔ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﻗﺒﻴﺤﺔ ﻭﺯﻝ ﻣﻌﻪ ﺣﻴﺚ ﺯاﻝ
“Janganlah menerapkan muslihat, karena itu adalah perbuatan yang tercela, dan bersihkanlah (mental) saudaramu dengan memberikan nasihat, (betapapun keadaanya) sudah baik ataupun masih buruk. Dan tetaplah setia menemaninya bagaimanapun kondisinya.”
(Roudhotul Uqola’ 1/194)
Ibnu Hibban rahimahullah menukilkan bahwa Abu Hatim ar Razi rahimahullah menyatakan:
خير الإخوان اشدهم مبالغة في النصيحة ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﺧﻴﺮ اﻷﻋﻤﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪﻫﺎ ﻋﺎﻗﺒﺔ ﻭﺃﺣﺴﻨﻬﺎ ﺇﺧﻼﺻﺎ ﻭﺿﺮﺏ اﻟﻨﺎﺻﺢ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﺤﻴﺔ اﻟﺸﺎﻧﻰء
“Saudara terbaik adalah yang begitu gigih menyampaikan nasihat. Sebagaimana amalan terbaik adalah yang paling terpuji dampaknya dan yang terbaik keikhlasannya. Demikian pula pukulan nasihat lebih baik daripada pujian orang yang (sebenarnya) benci.”
(Roudhotul Uqola’ 1/195)
Artikel lain yang semoga bermanfaat: Merajut Ukhuwwah Karena Allah
Pembaca yang budiman, perlu juga diingatkan bahwa lingkup nasihat bukan hanya pada masalah ringan keseharian. Justru yang sangat berharga apabila sesama muslim menasihati saudaranya yang mengalami perubahan sisi keagamaannya.
Salah satu contoh teladan menasihati saudara kita yang terindikasi berubah keadaan keagamaannya, didapati pada surat nasihat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu kepada ‘Amir bin Abdillah bin Qois rahimahullah, isinya:
أمَّا بعد : فإنِّي عهدتك على أمرٍ، وبلغني أنَّك تغيرتَ فإن كنتَ على ما عهدتُك؛ فاتقِ اللهَ ودُم، وإن كنتَ تغيرت؛ فاتقِ اللهَ وعُد
“… Lalu setelah itu, sesungguhnya aku pernah berpesan kepadamu untuk (istikamah pada) urusan. Dan telah sampai berita kepadaku bahwa engkau telah berubah. Apabila engkau tetap seperti kondisi yang aku pesankan itu, bertakwalah kepada Allah dan tetaplah mempertahankannya. Namun jika engkau memang mengalami perubahan, bertakwalah kepada Allah dan kembalilah (seperti keadaan sebelum ini).”
(Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah no. 34818)
Memang kegigihan menyampaikan nasihat dan mengingatkan adalah salah satu bukti saudara yang baik. Benarlah ungkapan syair yang digubah Muhammad bin ‘Imron Adh Dhoby rahimahullah,
وما المرءُ إِلا بإِخوانهِ * كما تقبضُ الكفُّ بالمعصمِ
ولا خيرَ في الكفِّ مقطوعةً * ولا خيرَ في الساعدِ الأجذمِ“Dan tidaklah seseorang itu melainkan memerlukan saudara-saudaranya, bagaikan telapak tangan yang menggengam di pergelangan tangan.
Tidak ada kebaikan pada tangan yang terpenggal, tidak pula pada lengan yang keras lagi kaku.”
Artikel lain yang semoga bermanfaat: Larangan Membuat Seorang Muslim Bersedih
Agar tidak kaku dan kasar, adakah caranya? Bagaimana pula jika dibandingkan dengan mendiamkan saja kesalahan sahabat kita?
Mari kita simak petikan nasihat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam salah satu fatwa beliau rahimahullah,
وعلى كل منهما -أي: من المتحابين في الله- أن ينصح أخاه؛ لأن المؤمن مرآة أخيه، ولكن المهم هو أسلوب النصيحة، وكيف ينصح؟
وأما النصيحة فواجبة، ينظر الوقت المناسب، والمكان المناسب، والكلام المناسب، وكل إنسان على حسب ما يعتقد، ولا يكلف الله نفساً إلا وسعها،“Juga menjadi kewajiban bagi masing-masing mereka, yaitu 2 orang yang saling mencintai karena Allah, agar memberikan nasihat bagi saudaranya. Karena memang seorang mukmin itu adalah cermin bagi saudaranya. Hanya saja yang penting adalah gaya menyampaikan nasihat, dan bagaimana caranya? Adapun (hukum) nasihat (telah jelas) wajib. Hendaklah memperhatikan waktu yang pas, tempat yang sesuai, dan kalimat yang tepat. Masing-masing orang (hendaklah berusaha) sesuai dengan yang dia yakini (kesesuaiannya). Sedangkan Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas upaya yang mampu dilakukannya.”
Bagaimana jika dibandingkan dengan sikap diam, membiarkan kesalahan saudara kita terus terjadi tanpa peringatan?
Syaikh Ibnu Utsaimin kembali melanjutkan nasihatnya,
أما أن يسكت على عيوبه، والآخر يسكت على عيوبه، لما بينهما من المودة، ويخشى أن تنخدش المودة، فهذا غلط، بل العتاب من أسباب بقاء المودة، كونك تعاتب أخاك سواء فيما يعاملك به أو في غيره، خير من كونك تسكت على مضض، ثم تتابع الأحداث ثم تحصل الفرقة
“Adapun seseorang yang memilih mendiamkan aib-aib (saudara)nya, teman lainnya juga membiarkan aib-aibnya, itu belum membuktikan adanya kecintaan di antara mereka. Serta dihawatirkan sebenarnya mereka hanya pura-pura cinta. Dan sikap seperti ini jelas salah. Bahkan sebenarnya teguran itu dapat menjadi sebab langgengnya kecintaan. Kondisi anda mengkritik saudara anda baik terkait perilaku dia dalam hubungan dengan anda atau dengan pihak lain, (merupakan sikap yang) lebih baik daripada anda mendiamkannya karena pahitnya rasa segan, yang nantinya akan merembet pada kejadian (buruk lain)nya, hingga berakhir dengan perpisahan.”
Sudahkah kita menerapkannya? Jika belum, tidak ada kata terlambat untuk memulainya. Semoga menjadi bahan mawas diri bagi penulis dan semua muslim, serta mudah-mudahan kita diberi taufiq Allah untuk menjadi para sahabat terbaik bagi saudara kita dan dikaruniakan sahabat-sahabat yang baik, di dunia dan akhirat.
Ditulis oleh:
Abu Abdirrohman Sofian