Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Teladan Nabi dan Para Sahabat Dalam Mengangkat Pemimpin Muslim

Bagaimana proses dipilihnya pemimpin di masa Nabi dan para Sahabat, terutama para Khulafaur Rasyidin?

Ada 2 metode pengangkatan, yaitu:

Pertama: penunjukan dari pemimpin sebelumnya.

Kedua: pemilihan yang dilakukan oleh sekelompok kecil orang-orang yang bertakwa, berilmu, dan sholih. Tim kecil yang merumuskan siapa pemimpin yang akan dipilih itu disebut juga dengan Ahlul Halli wal ‘Aqdiy.

Penunjukan Abu Bakr ash-Shiddiq sebagai pemimpin yang menggantikan Rasulullah shollalahu alaihi wasallam adalah dengan metode yang kedua. Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu menjadi khalifah berikutnya berdasarkan penunjukan dari Abu Bakr ash-Shiddiq (metode pertama).

Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib sebagai khalifah ke-3 dan ke-4 dibaiat dengan berdasarkan metode kedua.

Proses pemilihan pemimpin tidaklah diserahkan kepada seluruh rakyat. Karena akan ikut terlibat pihak-pihak yang tidak berwenang dan tidak tahu menahu, disetarakan hak pilihnya dengan orang-orang berilmu dan berwenang. Hak pilih seorang perempuan akan disetarakan dengan hak pilih seorang laki-laki. Hak pilih orang yang bertakwa akan disetarakan dengan orang yang fasik dan buruk perilakunya. Hal itu tidak sesuai dengan keadilan yang diajarkan dalam Islam.

Masing-masing diberi hak sesuai porsinya, bukan disamaratakan. Ada yang diberi kewenangan pada bidang tertentu, ada yang tidak. Itu bagian dari keadilan.

Allah Ta’ala tidak menyamakan antara orang berilmu dan orang yang tidak berilmu.

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

…katakanlah: Apakah sama orang-orang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui….(Q.S az-Zumar ayat 9)

Bahkan, Nabi shollallahu alaihi wasallam menjelaskan perbedaan yang signifikan antara orang yang berilmu dengan orang yang sekedar ahli ibadah namun tidak berilmu. Perbedaannya adalah bagaikan sinar bulan purnama dengan sinar bintang.

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama dibandingkan seluruh bintang (H.R Abu Dawud)

Allah tidak menyamakan antara orang-orang yang bertakwa dengan orang-orang yang fajir.

أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ

Apakah kami akan menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal sholih seperti orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi? Ataukah kami menjadikan orang-orang bertakwa seperti orang-orang fajir? (Q.S Shad ayat 28)

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan mengira bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan beramal sholih, sama saat hidup dan mati mereka? Sungguh buruk keputusan hukum yang mereka tetapkan (Q.S al-Jaatsiyah ayat 21).

Allah Ta’ala tidak menyamakan antara laki dengan wanita.

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى

…dan tidaklah laki-laki seperti wanita…(Q.S Ali Imran ayat 36)

Kesaksian dari seorang laki-laki dalam al-Quran adalah setara dengan kesaksian 2 orang wanita.

وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ

…jadikanlah 2 saksi laki-laki dari kalian. Jika tidak ada 2 laki-laki, boleh seorang laki-laki dan 2 orang wanita yang kalian ridhai sebagai saksi…(Q.S al-Baqoroh ayat 282).

Selain tidak akan adil jika pemilihan pemimpin diserahkan pada seluruh rakyat, akan muncul akibat buruk yang lain. Biaya pelaksanaan pemilihan akan sangat membengkak, demikian juga menguras tenaga dan waktu yang tidak sedikit.

Biaya pelaksanaan pilkada langsung begitu membebani APBD. Bahkan, sebagian kepala daerah mengeluh kepada sebagian pejabat Kemendagri bahwa anggaran daerah bisa habis setelah pemilihan. Anggaran yang habis itu membuat kepala daerah terpilih menjadi sulit menerjemahkan visi dan misi pemerintah. Sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Direktur Kewaspadaaan Nasional Kemendagri, Akbar Ali, di LIPI Jakarta Selatan pada Desember 2019.

Proses pemilihan langsung sangat menguras tenaga. Petugas pemilihan haruslah menulis tangan ratusan formulir, menandatangani ratusan berkas, harus siap pula menghadapi kemarahan para calon pemilih. Pekerjaan yang harus tuntas dalam waktu yang singkat, membuat beban kerja demikian berat.

Bahkan, sejarah pemilihan umum di Indonesia mencatat, tragedi pilu meninggalnya ratusan (tidak kurang 486 orang) petugas KPPS di tahun 2019. Apabila ditambah jumlah petugas yang sakit, menjadi ribuan (tidak kurang dari 5.335 orang). Sungguh suatu peristiwa yang memilukan, semoga tidak pernah terjadi lagi di masa yang akan datang. Semoga para petugas yang muslim tersebut mendapat rahmat dan ampunan dari Allah Azza Wa Jalla.

Kembali pada proses pemilihan pemimpin di masa Nabi dan para Sahabat. Kita ambil contoh proses pemilihan pemimpin yang digagas oleh Umar bin al-Khoththob untuk memilih pengganti beliau nantinya.

Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu saat sakit menjelang meninggal dunia berpesan:

مَا أَجِدُ أَحَدًا أَحَقَّ بِهَذَا الْأَمْرِ مِنْ هَؤُلَاءِ النَّفَرِ أَوْ الرَّهْطِ الَّذِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَنْهُمْ رَاضٍ فَسَمَّى عَلِيًّا وَعُثْمَانَ وَالزُّبَيْرَ وَطَلْحَةَ وَسَعْدًا وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ

Tidaklah aku dapati seorang pun yang paling berhak terhadap urusan (kepemimpinan) ini selain orang-orang ini yang saat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam meninggal beliau ridha kepada mereka. Kemudian disebutkan nama Ali, Utsman, az-Zubair, Tholhah, Sa’ad, dan Abdurrahman (H.R al-Bukhari)

Tim kecil berjumlah 6 orang yang ditunjuk Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu itu seluruhnya adalah Sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Tentu tidak diragukan lagi kualitas keilmuan dan ketakwaan mereka.

Tim kecil itu kemudian bermusyawarah. Usulan dari Abdurrahman bin Auf mengerucutkan jumlah calon pemimpin menjadi 3 orang. Az-Zubair menyerahkan urusannya kepada Ali, Tholhah kepada Utsman, dan Sa’ad bin Abi Waqqash menyerahkan kepada Abdurrahman bin Auf.

اجْتَمَعَ هَؤُلَاءِ الرَّهْطُ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ اجْعَلُوا أَمْرَكُمْ إِلَى ثَلَاثَةٍ مِنْكُمْ فَقَالَ الزُّبَيْرُ قَدْ جَعَلْتُ أَمْرِي إِلَى عَلِيٍّ فَقَالَ طَلْحَةُ قَدْ جَعَلْتُ أَمْرِي إِلَى عُثْمَانَ وَقَالَ سَعْدٌ قَدْ جَعَلْتُ أَمْرِي إِلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ

Sejumlah orang tersebut berkumpul. Abdurrahman berkata: Jadikanlah urusan kalian kepada 3 orang saja. Az-Zubair berkata: aku serahkan urusanku kepada Ali. Tholhah berkata: aku serahkan urusanku kepada Utsman. Sa’ad berkata: aku serahkan urusanku kepada Abdurrahman bin Auf (H.R al-Bukhari dari Ibnu Abbas)

Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu kemudian menyatakan:

لَسْتُ بِالَّذِي أُنَافِسُكُمْ عَلَى هَذَا الْأَمْرِ وَلَكِنَّكُمْ إِنْ شِئْتُمْ اخْتَرْتُ لَكُمْ مِنْكُم

Aku tidak akan bersaing dengan dengan kalian untuk urusan ini (menjadi pemimpin). Tetapi jika kalian berkenan, aku akan memilih (pemimpin) di antara kalian (H.R al-Bukhari)

Selama 3 hari tersebut, Abdurrahman bin Auf benar-benar berusaha menjalankan amanah. Beliau sedikit tidur, berkeliling meminta pendapat berbagai pihak.

Setelah berakhir masa 3 hari itu, Abdurrahman bin Auf sudah mendapatkan masukan dari berbagai pihak, di waktu Subuh berkumpullah di masjid tim kecil 6 Sahabat itu. Demikian juga berkumpul para Sahabat Muhajirin dan Anshar yang masih hidup, dan para pemimpin pasukan yang ikut berhaji bersama Umar sebelumnya, seperti Muawiyah pemimpin Syam, Umair bin Sa’ad pemimpin Himsh, al-Mughiroh bin Syu’bah pemimpin Kufah, Abu Musa al-Asy’ariy pemimpin Bashrah, dan ‘Amr bin al-‘Ash pemimpin Mesir.

Selepas sholat Subuh yang diimami Shuhaib bin Sinaan, Abdurrahman bin Auf maju ke mimbar mengucapkan syahadat dan memuji Allah kemudian berkata:

يَا عَلِيُّ إِنِّي قَدْ نَظَرْتُ فِي أَمْرِ النَّاسِ فَلَمْ أَرَهُمْ يَعْدِلُونَ بِعُثْمَانَ فَلَا تَجْعَلَنَّ عَلَى نَفْسِكَ سَبِيلًا

Wahai Ali, aku telah melihat keadaan manusia, aku melihat mereka tidak ada yang berpaling untuk memilih Utsman. Janganlah ada perasaan mengganjal dalam dirimu (H.R al-Bukhari)

Kemudian Abdurrahman bin Auf membaiat Utsman bin Affan dengan menyatakan:

أُبَايِعُكَ عَلَى سُنَّةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْخَلِيفَتَيْنِ مِنْ بَعْدِهِ

Aku membaiat anda di atas Sunnah Allah, Rasul-Nya, dan dua khalifah sepeninggal Nabi (H.R al-Bukhari)

Dalam hadits Abdullah bin Abbas, dinyatakan:

قَالَ ارْفَعْ يَدَكَ يَا عُثْمَانُ فَبَايَعَهُ فَبَايَعَ لَهُ عَلِيٌّ

Abdurrahman bin Auf berkata: Angkat tanganmu wahai Utsman, kemudian Abdurrahman membaiat Utsman. Kemudian Ali pun membaiat Utsman (H.R al-Bukhari)

Berikutnya, secara bergiliran kaum Muhajirin, Anshar, para pemimpin pasukan, dan perwakilan kaum muslimin membaiat Utsman bin Affan. Tidak ada yang menolak untuk membaiat Utsman. Semuanya sepakat.

Dalam proses pemilihan Utsman bin Affan radhiyallahu anhu sebagai khalifah itu, rakyat hanyalah dimintai pendapat dan masukannya. Bukan sebagai penentu keputusan yang dihitung secara rinci suaranya satu per satu.

Pengambil keputusan adalah tim kecil yang berjumlah 6 orang Sahabat Nabi yang dijamin masuk surga, hingga mengerucut pada Abdurrahman bin Auf sebagai pemilih utama.

 

Dikutip dari: Buku “Islam Rahmatan Lil Alamin” (Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan al-Quran dan Sunnah), karya Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan