Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Ucapan Umar bin Abdil Aziz Saat Pemakaman Putranya

Kematian seorang anak tentu menghasilkan kesedihan yang sangat bagi orangtuanya. Namun, ketika orangtua itu bersabar, menerima takdir Allah itu dengan lapang dada, apalagi memuji Allah, ia akan mendapatkan keutamaan yang sangat besar.

إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِي فَيَقُولُونَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ فَيَقُولُ اللَّهُ ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ

Jika anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada para Malaikat-Nya: Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku? Mereka (Malaikat pencabut nyawa) berkata: Ya. Allah berfirman: Apakah kalian mencabut buah hatinya? Malaikat menjawab: Ya. Allah berfirman: Apa yang dikatakan hamba-Ku? Mereka (para Malaikat) berkata: Dia memuji-Mu dan beristirja’ (mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un). Allah berfirman: Bangunkanlah untuk hamba-Ku rumah di surga. Beri nama: Baitul Hamdi (Rumah Pujian)
(H.R atTirmidzi, dihasankan Syaikh al-Albaniy)

Setelah selesai proses pemakaman putranya yang bernama Abdul Malik, Umar bin Abdil Aziz rahimahullah berkata:

رَحِمَكَ اللهُ يَا بُنَيَّ، لَقَدْ كُنْتَ بَارًّا بِأَبِيكَ، وَاللهِ مَازِلْتُ مُنْذُ وَهَبَكَ اللهُ لِي مَسْرُورًا بِكَ، وَلَا وَاللهِ مَا كُنْتُ قَطُّ أَشَدَّ بِكَ سُرُورًا وَلَا أَرْجَى بِحَظِّي مِنَ اللهِ فِيكَ مُنْذُ وَضَعْتُكَ فِي هَذَا الْمَنْزِلِ الَّذِي صَيَّرَكَ للهُ إِلَيْهِ، فَرَحِمَكَ اللهُ وَغَفَرَ لَكَ ذَنْبَكَ، وَجَزَاكَ بِأَحْسَنِ عَمَلِكَ، وَرَحِمَ اللهُ كُلَّ شَافِعٍ يَشْفَعُ لَكَ بِخَيْرٍ مِنْ شَاهِدٍ أَوْ غَائِبٍ، رَضِينَا بِقَضَاءِ اللهِ، وَسَلَّمْنَا لِأَمْرِ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Semoga Allah merahmatimu wahai putraku. Sungguh engkau benar-benar berbakti kepada ayahmu. Demi Allah, sejak Allah anugerahkan engkau kepadaku aku selalu bergembira terhadapmu. Dan demi Allah, tidaklah aku lebih bergembira dan lebih berharap kepada Allah dengan bagianku dari Allah terkait (kematian)mu, sejak aku letakkan engkau di tempat tinggal ini yang Allah tempatkan engkau padanya. Semoga Allah merahmatimu dan mengampuni dosamu. Semoga Dia (Allah) membalas dengan yang lebih baik dari amalmu. Semoga Allah merahmati setiap pemberi syafaat untukmu (yang mendoakanmu) baik yang hadir maupun ghaib. Kami ridha dengan ketetapan Allah dan kami menerima perintah Allah. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)

Dalam pernyataan Umar bin Abdil Aziz tersebut terdapat doa rahmat dan ampunan untuk anaknya. Di dalamnya juga mengandung pernyataan ridha dengan ketetapan takdir Allah serta memuji Allah Ta’ala. Beliau juga berharap pahala kepada Allah atas musibah meninggalnya putranya tersebut.


Baca Juga: Dzikir Pemberat Timbangan Amal dan Kesabaran Atas Kematian Anak yang Saleh


Umar bin Abdil Aziz rahimahullah juga menulis surat kepada Abdul Hamid bin Abdirrahman terkait kematian putranya tersebut:

إِنَّ عَبْدَ الْمَلِكِ ابْنِ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ كَانَ عَبْدًا مِنْ عِبَادِ اللهِ، أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْهِ فِي نَفْسِهِ، وَأَحْسَنَ إِلَى أَبِيهِ فِيهِ، أَعَاشَهُ اللهُ مَا أَحَبَّ أَنْ يُعِيشَهُ، ثُمَّ قَبَضَهُ إِلَيْهِ حِينَ أَحَبَّ أَنْ يَقْبِضَهُ، وَهُوَ فِيمَا عَلِمْتُ بِالْمَوْتِ مُغْتَبِطٌ، يَرْجُو فِيهِ مِنَ اللهِ رَجَاءً حَسَنًا، فَأَعُوذُ بِاللهِ أَنْ تَكُونَ لِي مَحَبَّةٌ فِي شَيْءٍ مِنَ الْأُمُورِ تُخَالِفُ مَحَبَّةَ اللهِ، فَإِنَّ خِلَافَ ذَلِكَ لَا يَصْلُحُ فِي بَلَائِهِ عِنْدِي وَإِحْسَانِهِ إِلَيَّ، وَنِعْمَتِهِ عَلَيَّ، وَقَدْ قُلْتُ فِيمَا كَانَ مِنْ سَبِيلِهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مَا رَجَوْتُ بِهِ ثَوَابَ اللهِ، وَمَوْعِدَهُ الصَّادِقَ مِنَ الْمَغْفِرَةِ، إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، ثُمَّ لَمْ أَجِدْ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ بَعْدَهُ فِي نَفْسِي إِلَّا خَيْرًا مِنْ رِضًي بِقَضَاءِ اللهِ، وَاحْتِسَابٍ لِمَا كَانَ مِنَ الْمُصِيبَةِ، فَحَمْدًا لِلَّهِ عَلَى مَا مَضَى، وَعَلَى مَا بَقِيَ، وَعَلَى كُلِّ حَالٍ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Sesungguhnya Abdul Malik putra Amirul Mukminin (Umar bin Abdil Aziz) adalah salah satu hamba Allah. Allah telah berbuat baik kepadanya dan Allah pun telah berbuat baik kepada ayahnya dengan keberadaan dia. Allah telah menghidupkan dia (sebelumnya) dalam kondisi yang dicintai oleh-Nya. Kemudian Dia mewafatkannya saat Dia suka untuk mencabut nyawanya. Dia (Abdul Malik) sebagaimana yang aku tahu memang mengharapkan kematian (dalam kondisi yang baik). Dia mengharapkan hal yang baik dari Allah. Aku berlindung kepada Allah dari mencintai sesuatu yang menyelisihi kecintaan Allah. Sesungguhnya hal yang menyelisihi kecintaan Allah dalam musibah yang ditimpakan kepadaku, sangatlah tidak sebanding dengan kebaikan-Nya dan nikmat-Nya terhadapku. Aku telah mengucapkan apa yang berasal dari jalan-Nya. Segala puji bagi Allah, apa yang aku harapkan berupa pahala Allah dan janji-Nya yang benar berupa ampunan. Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya. Kemudian, tidaklah aku dapati, Alhamdulillah, setelahnya pada diriku kecuali kebaikan berupa ridha terhadap ketetapan Allah dan berharap pahala dari musibah ini. Maka pujian untuk Allah atas apa yang telah lalu, apa yang tersisa, dan dalam segenap keadaan di dunia dan di akhirat
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)

Kematian putranya tersebut adalah karena sebab wabah Tha’un pada tahun 100 Hijriyah. Secara beruntun, orang-orang dekat Umar bin Abdil Aziz meninggal dalam waktu berdekatan.


Baca Juga: Apakah Hukumnya Seorang Anak Laki-Laki Memandikan Jenazah Ayah Atau Ibunya?


Abdul Malik putra Umar bin Abdil Aziz itu memang seorang anak yang berbakti pada ayahnya. Ia turut mendukung ayahnya untuk menjadi pemimpin yang baik, taat kepada Allah, dan bertanggungjawab.

Ada suatu peristiwa yang dikisahkan oleh Abu ‘Ablah:

جَلَسَ عُمَرُ يَوْمًا لِلنَّاسِ فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ ضَجِرَ وَكُلَّ وَمَلَّ فَقَالَ لِلنَّاسِ: مَكَانَكُمْ حَتَّى أَنْصَرِفَ إِلَيْكُمْ، فَدَخَلَ لِيَسْتَرِيحَ سَاعَةً، فَجَاءَ ابْنُهُ عَبْدُ الْمَلِكِ فَسَأَلَ عَنْهُ فَقَالُوا: دَخَلَ، فَاسْتَأْذَنَ عَلَيْهِ فَأَذِنَ لَهُ، فَلَمَّا دَخَلَ قَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، مَا أَدْخَلَكَ؟ قَالَ: أَرَدْتُ أَنْ أَسْتَرِيحَ سَاعَةً، قَالَ: أَوَأَمِنْتَ الْمَوْتَ أَنْ يَأْتِيَكَ وَرَعِيَّتُكَ عَلَى بَابِكَ يَنْتَظِرُونَكَ، وَأَنْتَ مُحْتَجِبٌ عَنْهُمْ؟ فَقَامَ عُمَرُ مِنْ سَاعَتِهِ وَخَرَجَ إِلَى النَّاسِ

Suatu hari Umar (bin Abdil Aziz) duduk di hadapan manusia. Ketika tengah hari, ia merasa bosan, capek, dan jenuh. Kemudian ia berkata kepada orang-orang: Tetaplah di tempat kalian hingga nanti aku akan kembali menemui kalian. Umar pun masuk untuk beristirahat sejenak. Datanglah putranya, Abdul Malik yang bertanya tentang ayahnya. Orang-orang berkata: Beliau masuk (ke dalam ruangan/rumah). Maka Abdul Malik pun meminta izin untuk masuk menemui Umar dan ia pun diizinkan. Abdul Malik kemudian berkata: Apakah anda merasa aman akan datangnya kematian saat rakyat anda sedang berada di pintu anda menunggu anda, sedangkan anda tidak menemui mereka? Maka Umar pun bangkit di saat itu dan segera keluar menuju orang-orang
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)

Umar bin Abdil Aziz rahimahullah pernah mengungkapkan pujian syukur kepada Allah karena keturunannya bersikap mendukung dia dalam ketaatan kepada-Nya. Beliau menyatakan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ لِي مِنْ ذُرِّيَّتِي مَنْ يُعِينُنِي عَلَى أَمْرِ دِينِي

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dari keturunanku orang yang membantuku dalam perkara agamaku
(riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’)

Demikianlah seharusnya keturunan yang didambakan, yaitu yang menjadi “penyejuk mata”, menjalankan ketaatan kepada Allah dan membantu orangtuanya untuk taat kepada Allah.

 

Dikutip dari:
Buku “Keteladanan Umar bin Abdil Aziz”, Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan