Hakim bin Hizam, Mencintai Nabi di Masa Jahiliyyah Maupun Islam
Sosok Sahabat Nabi yang satu ini memiliki beberapa keistimewaan. Hakim bin Hizam bin Khuwailid, keponakan Khadijah radhiyallahu anha. Usianya lebih tua 13 tahun dari Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Beliau satu-satunya orang yang dilahirkan di dalam Ka’bah. Karena dahulu saat ibu beliau bersama beberapa wanita pembesar Quraisy masuk ke dalam Ka’bah, tiba-tiba ibu beliau yang hamil itu merasakan kontraksi hendak melahirkan. Hingga lahirlah seorang bayi, yaitu Hakim bin Hizam di dalam Ka’bah.
Keistimewaan Hakim bin Hizam sebagai satu-satunya orang dilahirkan di dalam Ka’bah itu diungkapkan oleh as-Suyuthiy dalam bait-bait syair Alfiyah-nya:
ثُمَّ حَكِيمٌ مُفْرَدٌ بِأَنْ وُلِدْ … بِكَعْبَةٍ وَمَا لِغَيْرِهِ عُهِدْ
Kemudian Hakim, sebagai satu-satunya orang yang dilahirkan…
Di Ka’bah, tidak diketahui ada orang lain (yang punya keistimewaan demikian)
(Alfiyah as-Suyuthiy fi Ilmil Hadits bait nomor 975).
Hakim mencintai Nabi saat di masa Jahiliyyah maupun Islam. Namun, beliau baru berislam setelah Fathu Makkah.
Ketika perang Badr, beliau berada di kubu kaum musyrik. Alhamdulillah Allah selamatkan beliau tidak ikut terbunuh dalam keadaan kafir. Nikmat yang besar itu selalu beliau ingat. Sehingga jika beliau bersumpah, tidak jarang beliau berucap: Demi (Allah) Yang telah menyelamatkan aku dalam perang Badr.
Sebagian hidup beliau dilalui dalam kegelapan Jahiliyyah, dan sebagian berikutnya dalam cahaya keislaman. Sebagian referensi menyebut bahwa 60 tahun beliau hidup di masa Jahiliyyah, sedangkan 60 tahun berikutnya di masa Islam. Ada pula yang menyatakan 40 tahun beliau lalui dalam masa keislaman.
Kecintaan beliau kepada Nabi meski Hakim belum masuk Islam, terlihat pada sebagian momen berikut ini.
Saat kaum musyrikin Quraisy memboikot Bani Hasyim dan Bani al-Muththolib, tidak mau menikahkan, berjual beli, memutus hubungan baik dengan mereka, Hakim bin Hizam diam-diam memasok makanan dan beberapa keperluan kabilah itu melalui celah di antara dua bukit.
Hakim bin Hizam pernah membeli kain yang indah untuk dihadiahkan kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam ketika ia masih kafir. Namun, Nabi tidak mau menerima hadiah demikian dari orang kafir atau musyrik. Nabi pun membelinya, tidak ingin menerima secara cuma-cuma.
عَنْ عِرَاكِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ، قَالَ: كَانَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبَّ رَجُلٍ فِي النَّاسِ إِلَيَّ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَلَمَّا تَنَبَّأَ، وَخَرَجَ إِلَى الْمَدِينَةِ، شَهِدَ حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ الْمَوْسِمَ وَهُوَ كَافِرٌ، فَوَجَدَ حُلَّةً لِذِي يَزَنَ تُبَاعُ، فَاشْتَرَاهَا بِخَمْسِينَ دِينَارًا، لِيُهْدِيَهَا لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَدِمَ بِهَا عَلَيْهِ الْمَدِينَةَ، فَأَرَادَهُ عَلَى قَبْضِهَا هَدِيَّةً فَأَبَى، قَالَ عُبَيْدُ اللهِ: حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ: ” إِنَّا لَا نَقْبَلُ شَيْئًا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، وَلَكِنْ إِنْ شِئْتَ أَخَذْنَاهَا بِالثَّمَنِ
Dari Iraak bin Malik bahwasanya Hakim bin Hizam berkata: Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah seorang laki-laki yang paling aku cintai di masa Jahiliyyah. Ketika beliau diutus sebagai Nabi dan keluar menuju Madinah, Hakim bin Hizam menyaksikan perkumpulan di musim (haji) pada saat beliau masih kafir. Ia mendapati ada sebuah kain Dzi Yazan (seorang penguasa/raja) yang dijual. Ia pun membelinya seharga 50 dinar untuk dihadiahkan kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ia pun membawa barang itu ke Madinah. Sebenarnya Hakim ingin memberikannya sebagai hadiah. Namun Nabi menolak, Ubaidullah berkata: Sepertinya Nabi bersabda: Kami tidak menerima dari orang-orang musyrik. Kalau engkau mau, aku akan mengambil barang itu dengan membayar harganya (membelinya)
(H.R Ahmad dan al-Hakim, dishahihkan oleh adz-Dzahabiy dan Syaikh al-Albaniy)
Di saat itu Nabi menolak hadiah pemberian Hakim bin Hizam, sedangkan di kesempatan lain beliau pernah menerima hadiah dari orang kafir yang lain. Perbedaan sikap itu dinilai oleh sebagian Ulama sebagai cara pandang yang berbeda melihat sosok dan keadaan di waktu itu. Pertimbangan kemaslahatan, atau peluang apakah orang itu diharapkan akan masuk Islam atau tidak. Ada pula sebagian Ulama yang berpendapat bahwa larangan menerima hadiah dari orang kafir telah dihapus dengan hadits-hadits yang menunjukkan Nabi menerimanya dari orang kafir yang lain.
Al-Imam al-Bukhari menuliskan bab khusus dalam Shahihnya pada Kitabul Hibah wa Fadhliha berjudul:
بَابُ قَبُوْلِ الهَدِيَّةِ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Bab Menerima Hadiah dari Orang-orang Musyrik
Hakim bin Hizam dikenal dermawan. Sangat dermawan, bahkan. Sering memerdekakan budak dan banyak memberi. Beliau pernah bertanya kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam apakah perbuatan baik yang pernah dilakukan di masa Jahiliyyah tetap terhitung sebagai amal baik ketika seseorang sudah masuk Islam. Nabi pun menjelaskan bahwa amal baik itu jika ditutup dengan keislaman akan terhitung sebagai kebaikan yang tidak tersia-siakan.
Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu berkata:
أَيْ رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ أُمُورًا كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، مِنْ صَدَقَةٍ، أَوْ عَتَاقَةٍ، أَوْ صِلَةِ رَحِمٍ، أَفِيهَا أَجْرٌ؟
Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang hal-hal ibadah (kebaikan) yang aku lakukan di masa Jahiliyyah baik berupa sedekah, memerdekakan hamba sahaya, atau menyambung silaturrahmi, apakah itu terhitung berpahala?
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
أَسْلَمْتَ عَلَى مَا أَسْلَفْتَ مِنْ خَيْرٍ
Engkau telah masuk Islam dengan (tetap menjaga catatan) kebaikan-kebaikan lalu yang telah engkau perbuat
(H.R Muslim)
Al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menyatakan:
وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ حَسَنَاتِ الْكَافِرِ إِذَا أَسْلَمَ يُثَابُ عَلَيْهَا
Ini menunjukkan bahwasanya kebaikan-kebaikan orang kafir jika kemudian ia masuk Islam akan tetap berpahala untuknya
(Jami’ul Ulum wal Hikam 1/319)
Ketika az-Zubair bin al-Awwam radhiyallahu anhu meninggal dunia, Hakim bertanya kepada putra az-Zubair: Berapa utang saudaraku (az-Zubair)? Putra az-Zubair menjawab: 1 juta (dinar). Hakim bin Hizam pun kemudian menanggung pembayaran 500 ribu (dinar) atau separuh dari utang az-Zubair. Hakim bin Hizam memberikan keteladanan yang baik dalam menyambung hubungan silaturrahmi terhadap az-Zubair yang merupakan kerabatnya.
Referensi:
- al-Bahrul Muhiith ats-Tsajjaaj karya Syaikh Muhammad bin Ali bin Adam al-Ityubiy
- Jami’ul Ushul fi Ahaditsir Rasul karya Ibnul Atsir
- Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir
Penulis: Abu Utsman Kharisman