Bakhilnya Orang yang Disebutkan Nabi di Sisinya Namun Tidak Bersholawat Untuk Beliau
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
الْبَخِيلُ الَّذِي مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Seorang yang bakhil adalah yang ketika aku disebut di sisinya, namun ia tidak bersholawat untukku
(H.R atTirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al-Albaniy)
Dalam hadits yang lain, Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Celaka bagi seseorang yang ketika aku disebut, ia tidak bersholawat untukku
(H.R Ahmad, dinyatakan sanadnya shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Baca Juga: Suatu Perkumpulan Janganlah Kosong dari Dzikir atau Sholawat untuk Nabi shollallahu alaihi wasallam
Apabila di dalam suatu majelis, Nabi disebut dan ia mendengarnya, namun tidak bersholawat kepada Nabi, orang itu adalah orang yang bakhil. Seseorang tersebut dikatakan bakhil karena ia telah melewatkan keutamaan yang besar dengan bersholawat untuk Nabi shollallahu alaihi wasallam saat beliau disebut. Padahal orang yang bersholawat sekali untuk Nabi, Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.
Kebakhilan pada seseorang akan menuai kerugian untuk dirinya sendiri. Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ
…dan barang siapa yang bakhil, maka sesungguhnya ia bakhil terhadap dirinya sendiri…
(Q.S Muhammad ayat 38)
Baca Juga: Manusia yang Paling Banyak Bersholawat
Para Ulama berbeda pendapat tentang kadar berapa banyak sholawat harus dilakukan di suatu majelis yang disebut tentang Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Pendapat pertama: Wajib bersholawat setiap kali Nabi disebut dalam majelis tersebut. Ini adalah pendapat Ibnu Katsir, atThohawiy, dan al-Hulaimiy.
Di antara dalil pendapat pertama ini adalah hadits:
مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ عَلَيَّ خَطِئَ طَرِيقَ الْجَنَّةِ
Barang siapa yang lupa bersholawat untukku, ia tersalah jalannya menuju surga
(H.R Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahih Sunan Ibn Majah)
Tentang hadits tersebut, Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan: “Jalur-jalur riwayat ini saling menguatkan satu sama lain” (Fathul Baari syarh Shahih al-Bukhari (11/168)).
Pendapat kedua: Setidaknya wajib sekali bersholawat untuk Nabi di majelis itu, meski Nabi shollallahu alaihi wasallam disebutkan berkali-kali.
Al-Imam atTirmidzi rahimahullah menyatakan:
وَيُرْوَى عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالَ إِذَا صَلَّى الرَّجُلُ عَلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم مَرَّةً فِى الْمَجْلِسِ أَجْزَأَ عَنْهُ مَا كَانَ فِى ذَلِكَ الْمَجْلِسِ
Dan diriwayatkan dari sebagian para Ulama yang menyatakan: Jika seseorang bersholawat untuk Nabi shollallahu alaihi wasallam sekali di suatu majelis, hal itu telah mencukupinya (kewajiban bersholawat) di majelis tersebut
(Sunan atTirmidzi (13/65)).
Dalilnya adalah hadits:
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ
Tidaklah suatu kaum ketika duduk (di suatu majelis), tidak berdzikir mengingat Allah dan tidak bersholawat untuk Nabi mereka kecuali hal itu akan menjadi penyesalan. Jika Allah kehendaki Allah mengadzab mereka, jika Allah kehendaki, Allah ampuni mereka
(H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
Kedua perbedaan pendapat Ulama tersebut disebutkan oleh al-Mubarokfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (9/373)).
Baca Juga: Perbedaan Pendapat Ulama tentang Rukun dalam Khotbah Jumat
Oleh karena itu, saat kita mendengarkan kajian-kajian ilmu dan semisalnya, sebaiknya selalu berusaha untuk bersholawat untuk Nabi saat beliau disebut. Baik ketika nama beliau disebut, atau saat beliau diisyaratkan sebagai Rasulullah atau sebagai Nabi, maupun disebut kata ganti beliau atau kuniah beliau.
Misalkan ketika seorang penceramah menyatakan: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda…. Kita yang mendengar hal itu pun bersholawat untuk beliau, bisa dengan mengucapkan:
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ
ALLAHUMMA SHOLLI WA SALLIM ‘ALAIH (Ya Allah limpahkanlah sholawat dan salam kepada beliau).
Atau dengan mengucapkan:
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
SHOLLALLAAHU WA ‘ALAIHI WA SALLAM (Semoga sholawat dan salam dari Allah tercurah untuk beliau)
Dikutip dari:
Buku “Mari Bersholawat Sesuai Tuntunan Nabi”(Mengupas Seluk Beluk Sholawat dalam Tinjauan Syariat), Abu Utsman Kharisman