Larangan Menyebut Nama selain Allah dalam Penyembelihan, Begini Penjelasan Ulama Asy Syafi’iyyah
Budaya masyarakat negeri kita sangat beragam. Mulai gaya bangunan, corak pakaian hingga makanan sangat beraneka macam. Kebhinekaan tersebut tentunya perlu dibatasi dengan batasan keyakinan, karena bangsa ini bukan bangsa liberal, justru kita adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa.
Bagi muslimin, Tuhan kita Allah Yang Maha Esa sekaligus Maha Pengasih lagi Maha Penyayang telah mendidik kita dengan batasan syariat-Nya. Terkait makanan hewani, Allah Ta’ala telah mengharamkan beberapa jenisnya, sebagaimana dalam firman-Nya:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang dalam kondisi genting terpaksa memakannya tanpa pilihan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 115)
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,
ﻭﻗﻮﻟﻪ: {وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ} ﺃﻱ: ﻣﺎ ﺫﺑﺢ ﻓﺬﻛﺮ ﻋﻠﻴﻪ اﺳﻢ ﻏﻴﺮ اﻟﻠﻪ، ﻓﻬﻮ ﺣﺮاﻡ؛ ﻷﻥ اﻟﻠﻪ ﺃﻭﺟﺐ ﺃﻥ ﺗﺬﺑﺢ ﻣﺨﻠﻮﻗﺎﺗﻪ ﻋﻠﻰ اﺳﻤﻪ اﻟﻌﻈﻴﻢ، ﻓﻤﺘﻰ ﻋﺪﻝ ﺑﻬﺎ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﺫﻛﺮ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﺳﻢ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺻﻨﻢ ﺃﻭ ﻃﺎﻏﻮﺕ ﺃﻭ ﻭﺛﻦ ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ، ﻣﻦ ﺳﺎﺋﺮ اﻟﻤﺨﻠﻮﻗﺎﺕ، ﻓﺈﻧﻬﺎ ﺣﺮاﻡ ﺑﺎﻹﺟﻤﺎﻉ
“(Makna) firman-Nya: ‘yang diserukan untuk selain Allah padanya’ yaitu yang disembelih seraya menyebut nama selain Allah, (hukum) sembelihan itu haram. Karena Allah telah mewajibkan disembelihnya makhluk-makhluknya dengan (menyebut) Nama-Nya Yang Agung. Sehingga kapan saja dipalingkannya hal tersebut dari (ketentuan) itu dan diucapkan padanya nama selain-Nya berupa (nama) patung, atau thogut, atau berhala ataupun selain itu dari segenap makhluk, yang demikian itu diharamkan sesuai ijma’ (kesepakatan ulama).” (Tafsir Al Quran Al Adzim 3/17)
Baca pula: Bab Kesepuluh: Kesyirikan Menyembelih Untuk Selain Allah (Bagian Ketiga)
Bagaimana penjelasan para ulama terkhusus dari kalangan madzhab Asy-Syafi’iyyah terkait perbuatan menyebut nama selain Allah dalam penyembelihan? Berikut ini beberapa kutipan dari beliau-beliau rahimahumullah.
Al Hafidz An Nawawi rahimahullah
Al Hafidz An Nawawi rahimahullah menyatakan,
ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ اﻟﺬاﺑﺢ ﻭاﻟﺼﺎﺋﺪ: ﺑﺎﺳﻢ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻻ ﺑﺎﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﻭاﺳﻢ ﻣﺤﻤﺪ، ﺑﻞ ﻣﻦ ﺣﻖ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ اﻟﺬﺑﺢ ﺑﺎﺳﻤﻪ، ﻭاﻟﻴﻤﻴﻦ ﺑﺎﺳﻤﻪ، ﻭاﻟﺴﺠﻮﺩ ﻟﻪ، ﻭﻻ ﻳﺸﺎﺭﻛﻪ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﺨﻠﻮﻕ
Dan seseorang yang menyembelih maupun berburu tidak boleh membaca:
ﺑﺎﺳﻢ ﻣﺤﻤﺪ
“Dengan menyebut nama Muhammad.” Tidak pula diperbolehkan membaca:
ﺑﺎﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﻭاﺳﻢ ﻣﺤﻤﺪ
‘Dengan menyebut Nama Allah dan juga nama Muhammad.’
Bahkan (seharusnya) sebagai hak mutlak bagi Allah Ta’ala, hendaklah penyembelihan itu dikhususkan menyebut Nama-Nya, begitu pula dalam bersumpah hanya dengan Nama-Nya, juga sujud hanya kepada-Nya, serta tidak menyekutukan seorang makhlukpun dalam hal-hal itu.
ﻭﺫﻛﺮ ﻓﻲ «اﻟﻮﺳﻴﻂ» : ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ: ﺑﺎﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ؛ ﻷﻧﻪ ﺗﺸﺮﻳﻚ. ﻗﺎﻝ: ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ: ﺑﺴﻢ اﻟﻠﻪ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﺑﺎﻟﺮﻓﻊ، ﻓﻼ ﺑﺄﺱ
Dan dalam Kitab Al Wasith (Abu Hamid Al Ghazali, w. 505 H) menyebutkan: Bahwasanya tidak boleh mengucapkan:
ﺑﺎﺳﻢ اﻟﻠﻪِ ﻭﻣﺤﻤﺪٍ ﺭﺳﻮﻝِ اﻟﻠﻪ
“Dengan menyebut Nama Allah dan juga (nama) Muhammad Rasulillah,” karena yang demikian itu bentuk penyekutuan.
Dia (Al Ghazali) juga menyatakan,
Dan kalau seandainya dia mengucapkan:
ﺑﺴﻢ اﻟﻠﻪِ ﻭﻣﺤﻤﺪٌ ﺭﺳﻮﻝُ اﻟﻠﻪ
‘Dengan menyebut Nama Allah, sedangkan Muhammad adalah Rasulullah,’ maka tidaklah mengapa.”
ﻭﻳﻨﺎﺳﺐ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ﻣﺎ ﺣﻜﺎﻩ ﻓﻲ «اﻟﺸﺎﻣﻞ» ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﻧﺺ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ: ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻷﻫﻞ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﺫﺑﻴﺤﺔ ﻳﺬﺑﺤﻮﻧﻬﺎ ﺑﺎﺳﻢ ﻏﻴﺮ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻛﺎﻟﻤﺴﻴﺢ، ﻟﻢ ﺗﺤﻞ
Dan sesuai dengan pembahasan tema ini, penukilan yang disebutkannya dalam kitab ‘Asy Syamil’ dan selainnya dari ucapan Imam Asy Syafi’i rahimahullah: Bahwasanya kalau seandainya ada sembelihan yang disembelih oleh (non muslim) ahli kitab dengan menyebut selain nama Allah Ta’ala, seperti (menyebut Nabi Isa) Al Masih, maka tidak halal.
ﻭﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ اﻟﻘﺎﺿﻲ اﺑﻦ ﻛﺞ: ﺃﻥ اﻟﻴﻬﻮﺩﻱ ﻟﻮ ﺫﺑﺢ ﻟﻤﻮﺳﻰ، ﻭاﻟﻨﺼﺮاﻧﻲ ﻟﻌﻴﺴﻰ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ ﻭﺳﻠﻢ، ﺃﻭ ﻟﻠﺼﻠﻴﺐ، ﺣﺮﻣﺖ ﺫﺑﻴﺤﺘﻪ، ﻭﺃﻥ اﻟﻤﺴﻠﻢ ﻟﻮ ﺫﺑﺢ ﻟﻠﻜﻌﺒﺔ ﺃﻭ ﻟﻠﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻓﻴﻘﻮﻯ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ: ﻳﺤﺮﻡ؛ ﻷﻧﻪ ﺫﺑﺢ ﻟﻐﻴﺮ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ
Sedangkan dalam kitab karya Al Qodhi Ibnu Kajj (disebutkan) bahwa seorang Yahudi andaikan dia menyembelih dipersembahkan bagi Musa, begitu juga seorang Nashrani jika mempersembahkan untuk Isa shallallahu alaihimassalam, ataupun untuk salib, menjadi haramlah sesembelihannya.
Demikian pula seorang muslim kalau dia menyembelih dipersembahkan bagi ka’bah atau bagi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, jelas tegas dinyatakan hal itu diharamkan. Karena dia menyembelih untuk selain Allah Ta’ala.”
(Raudhoh Ath Tholibin wa Umdah Al Muftin 3/205)
Syaikh Abu Bakr “Al Bakri” Bin Muhammad Bin Syatho Ad Dimyathi rahimahullah
Bahkan lebih gamblang lagi, Syaikh Abu Bakr “Al Bakri” Bin Muhammad Bin Syatho Ad Dimyathi rahimahullah menjelaskan:
ﻭاﻟﺤﺎﺻﻞ ﺃﻥ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: (مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ) ﺻﺎﺩﻕ ﺑﻤﺎ ﺇﺫا ﺫﻛﺮ اﺳﻢ ﻏﻴﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﺑﻤﺎ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮ ﺷﻴﺌﺎ ﺃﺻﻼ ﻭاﻷﻭﻝ ﻫﻮ اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﻭﺇﺫا ﻋﻠﻤﺖ ﺫﻟﻚ ﻓﻤﺎ ﻳﺬﺑﺢ ﻋﻨﺪ ﻟﻘﺎء اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ، ﺃﻭ ﻋﻨﺪ ﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ، ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺼﺪ ﺑﻪ ﺫﻟﻚ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ، ﺃﻭ ﺫﻟﻚ اﻟﺼﺎﻟﺢ ﻛﺴﻴﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ اﻟﺒﺪﻭﻱ ﺣﺮﻡ، ﻭﺻﺎﺭ ﻣﻴﺘﺔ، ﻷﻧﻪ ﻣﻤﺎ ﺃﻫﻞ ﻟﻐﻴﺮ اﻟﻠﻪ.
“Kesimpulannya bahwa firman-Nya Ta’ala:
مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
‘binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.’ adalah tepat untuk keadaan apabila dibacakan nama selain Allah padanya, dan jika tidak dibacakan sama sekali pada asalnya.
Dan (makna) pertama itulah yang dimaksudkan dengan dalil yang telah disebutkan.
Apabila anda telah mengetahui hal itu, maka apapun yang disembelih tatkala pertemuan dengan sosok penguasa, atau yang dilakukan di sisi kuburan orang-orang saleh, atau selain itu; apabila yang ditujukan untuk (penyembelihan) tersebut adalah memang sosok penguasa itu, atau mendiang orang saleh seperti (ditujukan untuk) Sayyid Ahmad Al Badawi tentulah haram, dan menjadi bangkai, karena hal itu termasuk yang disembelih untuk selain Allah.
ﺑﻞ ﺇﻥ ﺫﺑﺢ ﺑﻘﺼﺪ اﻟﺘﻌﻈﻴﻢ ﻭاﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻟﻤﻦ ﺫﻛﺮ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻛﻔﺮا ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺼﺪ ﺑﺬﻟﻚ اﻟﺘﻘﺮﺏ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﺛﻢ اﻟﺘﺼﺪﻕ ﺑﻠﺤﻤﻪ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ اﻟﺼﺎﻟﺢ ﻣﺜﻼ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻀﺮ ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻊ ﻣﻦ اﻟﺰاﺋﺮﻳﻦ ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻳﻘﺼﺪﻭﻥ اﻟﺬﺑﺢ ﻟﻠﻪ، ﻭﻳﺘﺼﺪﻗﻮﻥ ﺑﻪ ﻛﺮاﻣﺔ ﻭﻣﺤﺒﺔ ﻟﺬﻟﻚ اﻟﻤﺰﻭﺭ، ﺩﻭﻥ ﺗﻌﻈﻴﻤﻪ ﻭﻋﺒﺎﺩﺗﻪ
Bahkan sesungguhnya penyembelihan dengan maksud memuliakan maupun dalam rangka ibadah kepada sasaran yang telah disebutkan itu sikap tersebut adalah bentuk kekafiran. Adapun jika yang dimaksudkan dengan tindakan itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, lalu dagingnya disedekahkan mewakili misalkan orang shalih tersebut, maka yang seperti itu tidak berbahaya. Sebagaimana yang terjadi pada sebagian peziarah bahwa (mungkin saja-pen) yang mereka niatkan adalah menyembelih untuk Allah, dan (kemudian) mereka menyedekahkannya (atas nama sosok tersebut) sebagai bentuk penghormatan dan rasa cinta mereka kepada sosok yang diziarahi itu, tanpa bermaksud mengagungkannya maupun beribadah kepadanya.”
(I’anat Ath Tholibin 2/394)
Namun perlu diingat bahwa, termasuk bagian kesyirikan yang perlu dijauhi juga jika seseorang yang melakukan penyembelihan meski menyebut Nama Allah, tapi memaksudkan dalam pengaliran darah itu untuk bertaqorrub (mendekatkan diri) dengan mengagungkan orang yang dikubur, atau Nabi, atau orang sholih (atTamhiid li syarhi Kitaabit Tauhid li Sholih bin Abdil Aziiz Aalusy Syaikh).
Demikian pula tata cara penyembelihan di sisi kuburan juga merupakan cara baru dalam beribadah yang tidak dicontohkan oleh generasi terbaik awal umat ini.
Silakan dibaca pula artikel: Bab Ke-21: Sikap Berlebihan Terhadap Kuburan Orang-orang Sholeh Menyebabkan Kuburan itu Menjadi Sesembahan Selain Allah (Bagian Kedua)
Pembaca yang budiman, teranglah jika demikian, menurut para ulama, termasuk para ulama madzhab Asy-Syafi’i yang banyak diikuti di negeri ini, bahwa hasil sembelihan hewan yang tidak dibacakan nama Allah ataupun yang malah diserukan nama selain Allah adalah haram, secara asal tidak boleh dikonsumsi.
Makanan dari daging hasil kurban saat idul adha, aqiqah, walimah muslimin yang dilakukan dengan tata cara syar’i adalah makanan yang halal bagi kita. Adapun makanan dari sembelihan untuk sesajen, larung, ritual adat, dan acara lain yang dipersembahkan kepada selain Allah tidak boleh dikonsumsi, berdasarkan dalil ayat disertai penjelasan para ulama di atas.
Wallahu a’lam
Penulis: Abu Abdirrohman Sofian