Penjelasan Syaikh Bin Baz Tentang Mengapa Dibiarkan Ada Kubah di Kuburan Nabi
Pertanyaan:
Saudara kita bertanya: Sesungguhnya saya mengetahui bahwasanya adanya kubah-kubah di atas kubur tidaklah diperbolehkan. Namun sebagian orang berkata: Itu boleh. Dalil mereka adalah kubah Rasul shollallahu alaihi wasallam. Mereka berkata: Sesungguhnya Muhammad bin Abdil Wahhab menghilangkan seluruh kubah, tapi kubah yang masih tersisa adalah kubah Rasul shollallahu alaihi wasallam. Mestinya kan harus dihilangkan juga, selama manusia tidak ragu – berdasarkan yang nampak-. Bagaimana membantah mereka ini? Berikanlah kepada kami faidah (ilmu) semoga Allah memberikan keberkahan kepada anda.
Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah:
Tidak diragukan lagi bahwasanya kubah-kubah di atas kubur adalah bid’ah dan kemunkaran. Demikian juga masjid-masjid (yang dibangun) di atas kubur. Semuanya adalah bid’ah. Semuanya adalah kemunkaran.
Karena tersebut dalam hadits dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Laknat Allah bagi Yahudi dan Nashara yang mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah, pen)
Demikian juga tersebut dalam hadits dari beliau –semoga sholawat dan salam tercurah kepada beliau – bahwasanya beliau bersabda:
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوْا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu (H.R Muslim dalam Shahihnya)
Begitu juga hadits dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhai keduanya- dalam Shahih Muslim dari Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau melarang dari mengapur kubur, duduk di atasnya, dan membangun (bangunan) di atasnya. Maka jelas nashnya dari
Nabi shollallahu alaihi wasallam akan larangan membangun di atas kubur dan mengapurnya atau duduk di atasnya. Tidak diragukan lagi bahwasanya meletakkan kubah di atas kubur adalah bagian dari membangun bangunan di atasnya. Membangun masjid di atas kuburan juga bagian dari membangun (yang terlarang, pen) itu. Demikian juga membuat atapnya dan dinding, adalah bagian dari bangunan (yang terlarang, pen).
Wajib untuk membiarkan kuburan itu terbuka di atas bumi. Tetap terbuka sebagaimana kuburan di masa Nabi shollallahu alaihi wasallam di Baqi’ dan selainnya yang tetap terbuka. Kuburan boleh ditinggikan di atas permukaan bumi sekadar kurang lebih sejengkal. Untuk diketahui bahwasanya itu adalah kuburan, sehingga tidak dihinakan.
Adapun membangun kubah di atasnya atau dibuatkan ruangan atau anjang-anjang (jaring-jaring dari kayu) atau selainnya, hal itu tidaklah diperbolehkan. Wajib untuk membiarkan kuburan sesuai keadaannya yang terbuka. Tidak ditambahkan selain tanahnya. Kuburan ditinggikan dari tanah yang telah digali dan ditutupkan, ditinggikan sekedar sejengkal. Cukup demikian saja. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash bahwasanya beliau berkata:
الْحَدُوْا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوْا عَلَيَّ اللَّبِنَ نَصْباً كَمَا صُنِعَ بِرَسُوْلِ الله ﷺ
Buatkanlah liang lahad untukku dan tegakkan al-Labin (semacam kayu atau bata dalam menutup liang lahad itu, pen). Sebagaimana hal itu diterapkan pada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam (H.R Muslim, pen)
Dalam sebagian riwayat dinyatakan (artinya): dan ditinggikan kuburnya dari permukaan bumi sekedar sejengkal. Maksudnya kubur Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Kesimpulannya adalah bahwasanya kubur ditinggikan sekadar sejengkal dan sekitarnya yang sesuai terdapat tanda bahwasanya itu adalah kuburan. Agar tidak dihinakan, tidak diinjak, tidak diduduki. Adapun kalau hendak dibangun di atasnya, tidak. Tidak boleh berupa kubah atau selainnya. Berdasarkan hadits-hadits terdahulu baik hadits Jabir, hadits Aisyah, maupun selain keduanya. Dalam hadits Jabir terdapat penegasan larangan membangun di atas kuburan dan mengapurnya.
Adapun kubah (di kuburan) Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah kejadian yang terjadi akibat perbuatan sebagian pemimpin Turki di abad belakangan. Di abad ke tujuh atau ke delapan.
Manusia membiarkan hal itu karena sebab yang banyak. Di antaranya: Ketidaktahuan dari banyak orang yang menjadi penguasa di Madinah. Di antaranya pula adalah kekhawatiran terjadinya fitnah. Karena sebagian orang mengkhawatirkan fitnah, yang kalau seandainya kubah itu dihilangkan, maka banyak orang yang akan bangkit bertindak. Mereka (dikhawatirkan) akan berkata: Ini adalah orang yang membenci Nabi shollallahu alaihi wasallam. Orang ini adalah begini dan begini.
Ini adalah rahasia mengapa negeri Saudi membiarkan kubah ini. Karena, kalau dihilangkan, orang-orang yang tidak paham – dan mayoritas manusia tidak paham- akan berkata:
Sesungguhnya orang-orang ini (pemerintah Saudi) menghilangkan hal itu karena kebencian kepada Nabi shollallahu alaihiw asallam. Mereka tidak akan mengatakan bahwasanya hal itu bid’ah. Tidak demikian. Mereka akan mengatakan: Itu karena kebencian terhadap Nabi shollallahu alaihi wasallam. Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh dan yang serupa dengan mereka.
Pemerintah Saudi dahulu maupun yang berikutnya hingga di waktu kita saat ini membiarkan kubah yang diada-adakan itu karena mengkhawatirkan fitnah. Khawatir manusia yang menyangka dengan persangkaan buruk. Meskipun, para pemerintah itu, tidak diragukan lagi mereka –alhamdulillah- meyakini haramnya bangunan di atas kubur dan haramnya membuat kubah di atas kubur.
Rasul shollallahu alaihi wasallam dikuburkan di rumah Aisyah agar tidak terjadi fitnah. Agar beliau tidak diperlakukan secara melampaui batas. Para Sahabat memakamkan beliau di rumah Aisyah karena khawatir fitnah. Tembok yang berdiri itu sudah ada sejak dahulu. Mereka menguburkan beliau di dalam rumah karena untuk menjaga beliau agar tidak terjadi fitnah. Semoga sholawat dan salam tercurah kepada beliau. Tujuannya agar orang-orang bodoh tidak terfitnah.
Kubah ini baru diadakan di waktu-waktu belakangan. Karena kebodohan dari sebagian penguasa. Meskipun sebenarnya kalau dihilangkan, hal itu tidaklah mengapa. Justru itulah yang benar.
Namun, kadang sebagian orang yang bodoh tidak mau menerima hal itu. Kadang mereka akan menuduh pihak yang menghilangkan hal itu tidak di atas kebenaran. Dianggap membenci Nabi alaihis sholaatu wassalaam.
Karena alasan itulah maka pemerintah Saudi membiarkan kubah ini sesuai keadaannya. Karena itu memang perbuatan dari pihak lain (sebelumnya). Pemerintah Saudi tidak suka membikin keributan dan fitnah yang kadang disangka oleh sebagian orang yang menyembah kubur dan orang-orang yang suka bersikap melampaui batas terhadap orang-orang yang sudah meninggal dari kalangan kaum musyrikin, mereka akan menuduh dengan tuduhan (yang tidak beralasan). Padahal sebenarnya orang-orang yang dituduh itu berlepas diri darinya. Mereka bukan orang yang membenci Nabi shollallahu alaihi wasallam atau bersikap kurang ajar terhadap beliau.
Para Ulama Saudi, di antaranya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah dan Ulama lainnya, seluruhnya –alhamdulillah- berada di atas sunnah. Berada di atas jalan para Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam maupun yang mengikuti mereka dengan baik. Dalam mentauhidkan Allah, mengikhlaskan amalan untuk-Nya, memperingatkan dari bahaya kesyirikan dan kebid’ahan maupun sarana-sarana yang bisa mengantarkan pada kesyirikan.
Mereka adalah orang-orang yang paling memuliakan Nabi shollallahu alaihi wasallam dan para Sahabat beliau, seperti Salafus Sholih (para pendahulu yang baik). Mereka adalah orang-orang yang paling memuliakan Nabi shollallahu alaihi wasallam dan para Sahabat beliau –semoga Allah meridhai mereka dan membuat mereka ridha-.
Mereka berjalan di atas jalan para pendahulu yang shalih dalam mencintai dan mengagungkan beliau. Dengan pengagungan yang sesuai syariat, yang tidak mengandung sikap melampaui batas dan kebid’ahan. Namun, pengagungan (yang benar) adalah mengharuskan sikap mengikut syariat beliau, mengagungkan perintah dan larangan beliau, membela sunnah beliau, mengajak manusia untuk meneladani beliau. Memperingatkan mereka dari kesyirikan terhadap beliau ataupun kesyirikan lainnya. Memperingatkan mereka dari kebid’ahan yang munkar.
Mereka berada di atas jalan ini, baik di awal maupun akhirnya. Mengajak manusia untuk mengikuti Rasul shollallahu alaihi wasallam, mengagungkan sunnah beliau, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan beliau. Memperingatkan manusia dari kebid’ahan yang banyak terjadi pada manusia. Di antaranya adalah kebid’ahan pada kubah yang diletakkan di atas kubur Nabi shollallahu alaihi wasallam. Hal itu dibiarkan karena khawatir ucapan dan fitnah. Allah sajalah yang memberikan taufiq. Tiada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah. Demikian
Sumber:
https://binbaz.org.sa/fatwas/17513/الرد-على-شبهة-القبة-المبنية-على-قبر-النبي-ﷺ
Transkrip Fatwa dalam Bahasa Arab
السؤال
أخونا يسأل أيضًا ويقول: إنني أعلم أن بناء القباب على القبور لا يجوز، ولكن بعض الناس يقولون: إنها تجوز، ودليلهم قبة الرسول ﷺ، ويقولون: إن محمد بن عبد الوهاب أزال كل القباب ولم يزل تلكم القبة -أي: قبة الرسول ﷺ- فالمفروض أن تزال مادام الناس غير متشككين -فيما يبدو- فكيف نرد على هؤلاء؟ أفيدونا بارك الله فيكم
الجواب
لا شك أن القباب على القبور بدعة ومنكر كالمساجد على القبور كلها بدعة وكلها منكر، لما ثبت عن رسول الله عليه الصلاة والسلام أنه قال: لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد، ولما ثبت عنه عليه الصلاة والسلام أنه قال: ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم مساجد ألا فلا تتخذوا القبور مساجد فإني أنهاكم عن ذلك رواه مسلم في الصحيح.
ولما ثبت أيضًا عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما في صحيح مسلم عن النبي عليه الصلاة والسلام أنه نهى عن تجصيص القبور والقعود عليها والبناء عليها، فنص ﷺ على النهي عن البناء على القبور والتجصيص لها أو القعود عليها، ولا شك أن وضع القبة عليها نوع من البناء، وهكذا بناء المسجد عليها نوع من البناء، وهكذا جعل سقوف عليها وحيطان نوع من البناء.
فالواجب أن تبقى مكشوفة على الأرض مكشوفة كما كانت القبور في عهد النبي ﷺ في البقيع وغيره مكشوفة، يرفع القبر عن الأرض قدر شبر تقريبًا ليعلم أنه قبر فلا يمتهن، أما أن يبنى عليه قبة أو غرفة أو عريشًا أو غير ذلك فهذا لا يجوز، بل يجب أن تبقى القبور على حالها مكشوفة ولا يزاد عليها غير ترابها فيرفع القبر من ترابه الذي حفر منه، يرفع قدر شبر ويكفي ذلك كما جاء في حديث سعد بن أبي وقاص أنه قال : “الحدوا لي لحدًا وانصبوا علي اللبن نصباً كما صنع برسول الله ﷺ”، وقال في الرواية: “فرفع قبره عن الأرض قدر شبر” يعني قبر النبي ﷺ.
فالحاصل أن القبور ترفع قدر شبر وما يناسب حوله للعلم بأنها قبور ولئلا تمتهن وتوطأ أو يجلس عليها، أما أن يبنى عليها فلا، لا قبة ولا غيرها للأحاديث السابقة حديث جابر وحديث عائشة وغيرهما، وفي حديث جابر التصريح بالنهي عن البناء على القبور وتجصيصها.
أما قبة النبي ﷺ فهذه حادثة أحدثها بعض أمراء الأتراك في بعض القرون المتأخرة في القرن التاسع أو الثامن وترك الناس إزالتها لأسباب كثيرة:
منها: جهل الكثير ممن يتولى إمرة المدينة، ومنها: خوف الفتنة؛ لأن بعض الناس يخشى الفتنة لو أزالها لربما قام عليه الناس وقالوا: هذا يبغض النبي ﷺ وهذا كيت وكيت، وهذا هو السر في بقاء الدولة السعودية لهذه القبة؛ لأنها لو أزالتها لربما قال الجهال -وأكثر الناس جهال-: إن هؤلاء إنما أزالوها لبغضهم النبي عليه الصلاة والسلام، لا يقولون لأنها بدعة لا، يقولون: لبغضهم للنبي ﷺ، هكذا يقول الجهلة وأشباههم.
فالحكومة السعودية الأولى والأخرى إلى وقتنا هذا إنما تركت هذه القبة المحدثة خشية الفتنة وأن يظن بها السوء، وهي لا شك أنها والحمد لله تعتقد تحريم البناء على القبور وتحريم اتخاذ القباب على القبور، والرسول ﷺ دفن في بيت عائشة لئلا تقع الفتنة به لئلا يغلى فيه، بل دفنه الصحابة في بيت عائشة حذرًا من الفتنة، والجدران قائمة من قديم ودفنوه في البيت حماية له من الفتنة عليه الصلاة والسلام لئلا يفتن به الجهلة.
وأما هذه القبة فهي موضوعة متأخرة من جهل بعض الأمراء فلو أزيلت فلا بأس بذلك، بل هذا حق، لكن قد لا يتحمل هذا بعض الجهلة وقد يرمون من أزالها بأنه ليس على حق وأنه يبغض النبي عليه الصلاة والسلام، فمن أجل هذا تركت الدولة السعودية هذه القبة على حالها؛ لأنها من عمل غيرها ولا تحب التشويش والفتنة التي قد يتزعمها بعض الناس من عباد القبور وأصحاب الغلو في الأموات من المشركين فيرمونها بما هي بريئة منه من بغضها للنبي ﷺ أو الجفاء في حقه.
والعلماء السعوديين منهم الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله وغيره من العلماء كلهم بحمد الله على السنة وعلى طريق أصحاب النبي ﷺ وأتباعهم بإحسان، في توحيد الله والإخلاص له والتحذير من الشرك والبدع، ووسائل الشرك، وهم أشد الناس تعظيمًا للنبي ﷺ ولأصحابه كالسلف الصالح، هم من أشد الناس تعظيمًا للنبي ﷺ ولأصحابه وأرضاهم مشيًا وسيرًا على طريق السلف الصالح في محبته ﷺ وتعظيم جانبه التعظيم الشرعي الذي ليس فيه غلو ولا بدعة، بل تعظيم يقتضي اتباع شريعته وتعظيم أمره ونهيه والذب عن سنته، ودعوة الناس إلى اتباعه، وتحذيرهم من الشرك به أو بغيره، وتحذيرهم من البدع المنكرة فهم على هذا الطريق أولهم وآخرهم يدعون الناس إلى اتباع الرسول ﷺ وإلى تعظيم سنته وإلى إخلاص العبادة لله وحده، وعدم الشرك به سبحانه، ويحذرون الناس من البدع التي كثرت بين الناس من عصور كثيرة، ومن ذلك بدعة هذه القبة التي وضعت على القبر النبوي وإنما تركت من أجل خوف القالة والفتنة والله ولي التوفيق، ولا حول ولا قوة إلا بالله. نعم
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman