Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Sepenggal Catatan Indah Tentang Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradiy

Mesir adalah salah satu tempat persinggahan al-Imam asy-Syafi’i dalam menorehkan ilmu. Al-Imam asy-Syafii memasuki Mesir tahun 199 H dan wafat di sana tahun 204 H. Sebutlah nama al-Buwaithiy dan al-Muzani sebagai murid beliau dari Mesir. Jangan lupakan pula ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy, yang menjadi periwayat karya-karya asy-Syafii terbanyak.

Ada 2 nama yang mirip. Sama-sama murid al-Imam asy-Syafii, juga sama-sama di Mesir. Nama ayahnya pun sama. Bahkan kuniahnya juga sama, yaitu Abu Muhammad. Hanya beda pada nisbat. Ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy yang kita maksud dalam tulisan ini. Beliau akan diulas lebih panjang. Sedangkan satu lagi adalah ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Jiziy, tidak kita bahas dalam tulisan ini.

arRobi’ bin Sulaiman al-Muradiy terlahir tahun 174 Hijriyah dan meninggal di tahun 270 Hijriyah. Jadi, beliau mengisi waktu dalam kehidupan di dunia selama kurang lebih 96 tahun. Suatu usia yang panjang, makmur dengan ilmu dan ibadah.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ، أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ؟ قَالَ: مَنْ ‌طَالَ ‌عُمُرُهُ، وَحَسُنَ ‌عَمَلُهُ

Dari Abdullah bin Busr bahwasanya seorang Arab Badui berkata: Wahai Rasulullah, siapakah manusia terbaik? Beliau bersabda: Orang yang panjang usianya dan baik amalnya (H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)

Interaksi yang Indah Antara Guru dan Murid

Ar-Rabi’ bin Sulaiman rahimahullah sangat menghormati gurunya, yaitu al-Imam asy-Syafi’i. Banyak membantu sang guru. Bahkan, al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan:

مَا خَدَمَنِي أَحَدٌ مِثْلَ مَا خَدَمَنِي الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَان

Tidak ada seorang pun yang melayani (membantu) aku seperti pelayanan (bantuan) dari arRabi’ bin Sulaiman (riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Aadabusy Syafii wa Manaqibuhu)

Hal itu pula yang membuat al-Imam asy-Syafii sangat mencintai ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy. Al-Imam asy-Syafii menyatakan kepadanya:

مَا أَحَبَّكَ إِلَيَّ

Duhai betapa besarnya cintaku kepadamu (riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Aadabusy Syafii wa Manaqibuh)

Ada suatu masa di mana ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy rahimahullah begitu sulit memahami pelajaran yang disampaikan oleh al-Imam asy-Syafii. Bahkan, untuk suatu masalah, al-Imam asy-Syafii sampai mengulang penjelasan sebanyak 40 kali. Tapi arRabi’ bin Sulaiman al-Muradiy belum juga paham. Hingga beliau pun bangkit meninggalkan majelis karena merasa malu. Kemudian al-Imam asy-Syafii pun menemuinya dalam kondisi berdua dan kembali mengulang penjelasan itu hingga ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy menjadi paham. Namun kesabaran al-Imam asy-Syafii itu berbuah manis. Karena nantinya ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy menjadi orang yang paling banyak meriwayatkan ucapan maupun karya-karya al-Imam asy-Syafii. Tidak kurang dari 200 orang dari berbagai negeri berguru kepada ar-Rabi’ bin Sulaiman untuk mengambil riwayat ilmu al-Imam asy-Syafii. Al-Imam asy-Syafii rahimahullah menyatakan kepada ar-Rabi’:

 أَنْتَ رَاوِيَةُ كُتُبِى

Engkaulah yang akan meriwayatkan kitab-kitabku (Thobaqot asy-Syafiiyyah al-Kubro karya Tajuddin as-Subkiy)

Demikian bersemangatnya al-Imam asy-Syafii rahimahullah dalam mentransfer ilmu, sampai-sampai beliau berkata kepada ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy:

لَوْ أَمْكَنَنِى أَنْ أُطْعِمَكَ الْعِلْمَ لَأَطْعَمْتُكَ

Kalau seandainya aku bisa menyuapkan ilmu kepadamu bagaikan suatu makanan, niscaya aku akan suapkan padamu (Thobaqot asy-Syafiiyyah al-Kubro karya Tajuddin as-Subkiy)

Saking dekat dan begitu besarnya kecintaan antar murid dan guru, yaitu ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy dengan al-Imam asy-Syafii, sampai-sampai tidak ada persangkaan buruk di antara mereka. Saat al-Imam asy-Syafii sakit, ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy datang menjenguknya dan berkata:

قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ

Semoga Allah menguatkan kelemahan anda

Mendengar itu, sambil bergurau, al-Imam asy-Syafii berkata:

لَوْ قَوَّى ضَعْفِي قَتَلَنِي

Kalau Allah menguatkan kelemahanku, itu bisa membunuhku

arRabi’ bin Sulaiman berkata:

وَاللَّهِ، مَا أَرَدْتُ إِلا الْخَيْرَ

Demi Allah, tidaklah saya menginginkan kecuali kebaikan

Al-Imam asy-Syafii kemudian menjawab:

أَعْلَمُ أَنَّكَ لَوْ شَتَمْتَنِي لَمْ تُرِدْ إِلا الْخَيْرَ

Aku tahu, bahwasanya engkau seandainya pun mencela aku, maka sesungguhnya celaan mu itu tidaklah dimaksudkan kecuali kebaikan

(riwayat Ibnu Abi Hatim dalam Aadabusy Syafii wa Manaqibuh)

Subhanallah, suatu interaksi yang begitu indah antar murid dan guru. Demikian juga persahabatan yang terjalin kuat. Sekalipun ucapan yang terdengar adalah ucapan yang terkesan menyakitkan, tetap dipersangkakan baik bahwa saudaranya itu memiliki udzur dan maksud yang baik.

Dalam kesempatan lain, al-Imam asy-Syafii rahimahullah mengajarkan bagaimana sikap yang baik untuk menjaga persahabatan dan hubungan ukhuwwah sesama muslim:

مَنْ صَدَقَ فِى أُخُوَّةِ أَخِيْهِ قَبِلَ عِلَلَهُ وَسَدَّ خَلَلَهُ وَعَفا عَنْ زَلَلِهِ

Barang siapa yang jujur dalam bersaudara, ia akan menerima alasan saudaranya itu, menutup kekurangannya, dan memaafkan dia atas ketergelincirannya (atThobaqotusy Syafiiyyah al-Kubro karya as-Subkiy)

Ahli Hadits yang Juga Muadzin

arRabi’ bin Sulaiman al-Muradiy adalah juga seorang ahli hadits. Beberapa Ulama yang menyusun kitab-kitab induk hadits meriwayatkan atau berguru kepada beliau secara langsung, seperti al-Imam Abu Dawud, anNasaai, dan Ibnu Majah. Sedangkan atTirmidzi meriwayatkan dari beliau melalui perantara perawi lain. Demikian juga Abu Zur’ah dan Abu Hatim meriwayatkan dari beliau.

Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari arRabi’ bin Sulaiman ini dalam kitab tafsirnya.

Meskipun beliau seorang Ulama fiqh dan ahli hadits, beliau juga seorang muadzin. Atas rekomendasi dari al-Imam asy-Syafii. Ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradiy menjadi muadzin di masjid Jami’ Fusthoth di Mesir yang sekarang dikenal dengan masjid ‘Amr bin al-Ash.

Seorang muadzin yang amanah dan menjalankan tugasnya dengan ikhlas, akan memiliki keutamaan yang besar.

Muadzin akan menjadi orang yang terpanjang lehernya pada hari kiamat.

الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Para Muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat (H.R Muslim dari Muawiyah bin Abi Sufyan)

Sebagian Ulama menafsirkan panjangnya leher itu adalah tidak kehausan, tidak akan tenggelam dengan air keringatnya pada hari kiamat, dan tanda kebanggaan di hadapan makhluk-makhluk lainnya pada hari kiamat.

Sepanjang suara muadzin terdengar saat mengumandangkan adzan, akan menjadi sebab ampunan baginya.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَّ صَوْتِهِ وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَابِسٍ وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَه

Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya bersholawat kepada shaf terdepan, dan muadzin diampuni sejauh jangkauan suaranya dan akan membenarkannya (menjadi saksi) makhluk yang mendengarnya baik yang basah atau kering, dan ia mendapatkan pahala seperti orang yang sholat bersamanya (H.R anNasaai dan Ahmad, dinyatakan sanadnya hasan oleh al-Mundziri)


Oleh: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan