Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

Serial Kajian Kitabut Tauhid (Bag.105): Dalil Kedua Bab Ke-31: Firman Allah Ta’ala Surah Al-Baqoroh Ayat 165

Hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Tidaklah beriman (dengan sempurna) salah seorang dari kalian hingga aku lebih dia cintai dibandingkan orangtuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Anas)

Penjelasan:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

Di antara perbedaan beliau (Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam) dibandingkan orang lain, sebagaimana telah dijelaskan terdahulu: Bahwasanya kita diperintahkan untuk mengucapkan salam kepada beliau dalam setiap shalat, kita mengucapkan: Assalaamu ‘alayka ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wabarokaatuh (Semoga keselamatan tercurah kepada anda wahai Nabi, demikian juga rahmat dan keberkahan dari Allah). Hal ini tidak berlaku pada selain beliau. Kita juga diperintah untuk bersholawat atas beliau ketika kita akan berdoa. Bahkan kita hendaknya mendahulukan bacaan sholawat itu sebelum kita berdoa untuk kebaikan diri kita sendiri. Karena beliau adalah orang yang paling layak dikedepankan oleh orang beriman dibandingkan dirinya sendiri. Di dalam hadits yang shahih disebutkan:

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ إِلَّا أَنَا أَوْلَى بِهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اقْرَأُوا إِنْ شِئْتُمْ النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ

Tidaklah ada seorang yang beriman kecuali aku lebih layak (untuk didahulukan dibandingkan dirinya sendiri) di dunia dan di akhirat. Silakan baca (ayat alQuran yang artinya): Nabi adalah orang yang paling layak untuk dikedepankan bagi setiap orang beriman dibandingkan dirinya sendiri (Q.S al-Ahzab ayat 6)(H.R al-Bukhari, pent).

Beliau telah menjelaskan bahwasanya beliau adalah orang yang paling layak untuk dikedepankan (dimuliakan) bagi setiap orang beriman dibandingkan dirinya sendiri di dunia dan di akhirat. Dan tidaklah beriman seseorang hingga ia lebih mencintai Nabi dibandingkan kecintaannya terhadap anak, orangtua, maupun manusia seluruhnya.

(Qo’idah ‘Adzhiimah fil Farqi Bayna Ibaadaati Ahlil Islaam wal Iman wa Ibaadaat Ahlisy Syirk wan Nifaaq karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 1/77).

Ibnu Rajab al-Hanbaliy rahimahullah menyatakan: Seseorang tidaklah bisa menjadi mukmin (yang sejati) hingga ia menjadikan kecintaan kepada Rasul lebih didahulukan dibandingkan kecintaan kepada seluruh makhluk. Kecintaan kepada Rasul adalah sebagai bentuk ikutan terhadap cinta kepada (Allah) yang mengutus beliau. Kecintaan yang benar menghasilkan konsekuensi mengikuti dan meneladani pihak yang dicintai dalam hal-hal yang disukai maupun yang dibenci (artinya, ikut mencintai sesuatu yang dicintai Nabi dan membenci yang dibenci Nabi, pent).(Jami’ul Ulum wal Hikam 2/396).


Oleh: Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan