Apakah Semua Bentuk Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah Kesyirikan? (Bagian Kedua)
KAJIAN KITABUT TAUHID (Bag ke-34)
BAB KEDELAPAN:
HAL-HAL YANG TERKAIT DENGAN RUQYAH DAN TAMIMAH
Dalil Kedua:
عَنْ قَيْسِ بْنِ السَّكْنِ الْأَسَدِي قَالَ : دَخَلَ عَبْدُ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى امْرَأَةٍ فَرَأَى عَلَيْهَا حِرْزًا مِنَ الْحُمْرَةِ فَقَطَعَهُ قَطْعًا عَنِيْفًا ثُمَّ قَالَ : إِنَّ آلَ عَبْدِ اللهِ عَنِ الشِّرْكِ أَغْنِيَاءُ وَ قَالَ : كَانَ مِمَّا حُفِظْنَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ الرُّقَى وَ التَّمَائِمَ وَ التَّوْلِيَةَ مِنَ الشِّرْكِ
Dari Qoys bin as-Sakn al-Asadiy beliau berkata: Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu masuk ke tempat istrinya dan melihat padanya jimat karena penyakit bengkak kemerahan. Kemudian Ibnu Mas’ud memotong jimat itu dengan keras. Kemudian ia berkata: Sesungguhnya keluarga Abdullah sangat tidak butuh dari kesyirikan. Kemudian beliau berkata: Hal yang telah dihafalkan dari Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah bahwa ruqyah, tamimah (jimat), dan tawliyah (tiwalah) adalah kesyirikan.
(H.R al-Hakim dalam al-Mustadrak, dinyatakan shahih oleh adz-Dzahaby dan dishahihkan pula al-Albany dalam Silsilah al-Ahaadits as-Shahihah)
Baca Bagian Sebelumnya: Apakah Semua Bentuk Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah Kesyirikan? (Bagian Pertama)
Penjelasan Dalil Kedua
Hadits ini menjelaskan bahwa 3 macam termasuk kesyirikan, yaitu ruqyah, tamimah, dan tiwalah.
Penjelasan Makna Ruqyah
Ruqyah adalah pengobatan terhadap suatu penyakit dengan membacakan sesuatu pada pasien. Ruqyah ada yang syirik dan ada yang tidak syirik. Ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan tidaklah mengapa.
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ
Dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’iy radhiyallahu anhu beliau berkata: Kami dulu di masa Jahiliyyah melakukan ruqyah. Kami bertanya : Wahai Rasulullah bagaimana pendapat anda tentang hal itu (ruqyah)? Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Tidak mengapa ruqyah jika tidak mengandung kesyirikan (H.R Muslim)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِي بِهَا مِنْ الْعَقْرَبِ وَإِنَّكَ نَهَيْتَ عَنْ الرُّقَى قَالَ فَعَرَضُوهَا عَلَيْهِ فَقَالَ مَا أَرَى بَأْسًا مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ
Dari Jabir radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang dari ruqyah. Kemudian datang keluarga ‘Amr bin Hazm kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dan berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya dulu kami memiliki ruqyah yang kami gunakan jika ada yang terkena sengat kalajengking. Sedangkan anda melarang dari ruqyah. Kemudian ditunjukkan kepada Nabi bacaan ruqyah itu. Nabi bersabda: Aku lihat tidak mengapa. Barangsiapa yang mampu untuk memberi manfaat bagi saudaranya, silakan lakukan (H.R Muslim)
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolaaniy menjelaskan kesepakatan Ulama bahwa ruqyah boleh dengan 3 syarat:
- Ruqyah dengan Kalam Allah atau dengan Nama-Nama dan Sifat-SifatNya.
- Diucapkan dengan bahasa Arab atau dengan bahasa lain namun jelas maknanya.
- Berkeyakinan bahwa ruqyah itu tidaklah memberi pengaruh secara sendirian. Ia hanyalah sebab. Penentunya adalah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
(Disarikan dari Fathul Baari syarh Shahih al-Bukhari (10/195)).
Ibnu Hajar al-Asqolaniy juga menyatakan:
Hadits ‘Auf menunjukkan bahwa jika ruqyah itu mengantar pada kesyirikan maka itu dilarang. Suatu ucapan (ruqyah) yang tidak dipahami maknanya tidaklah aman (dikhawatirkan) bisa mengantarkan pada kesyirikan. Maka hal itu juga dilarang sebagai bentuk kehati-hatian.
(Fathul Baari syarh Shahih al-Bukhari (10/195))
Artikel Bermanfaat Lainnya: Khotbah Jumat: Bahaya Kesyirikan
Bagaimana Jika Tamimah adalah Ayat al-Quran?
Pada bab sebelumnya telah disebutkan hadits-hadits tentang larangan menggantungkan tamimah (jimat). Ada perbedaan pendapat dari para Sahabat Nabi jika yang digantungkan adalah ayat-ayat al-Quran. Sebagian berpendapat boleh seperti Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash dan diriwayatkan dari Aisyah.
Sebagian lagi berpendapat bahwa hal itu terlarang secara mutlak. Apakah yang digantungkan adalah ayat alQuran atau bukan. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud.
Alasan bahwa larangan menggantungkan tamimah adalah secara mutlak, baik berupa ayat alQuran ataupun bukan adalah berdasarkan alasan berikut:
- Nash-nash dalil yang ada menunjukkan larangan secara mutlak, tidak ada pengkhususan. Berbeda dengan ruqyah, ada pengkhususan dalil yang menunjukkan bolehnya ruqyah jika tidak mengandung kesyirikan.
- Ada unsur perendahan terhadap kemulyaan ayat al-Quran karena jika digantungkan pada seseorang, saat ia tidur bisa saja tanpa sadar ia akan meletakkan gantungan itu pada tempat yang tidak semestinya. Demikian juga jika digantungkan pada anak kecil atau kendaraan yang sering bersentuhan dengan tempat-tempat yang kotor.
- Menutup celah agar tidak menjadi alasan bagi pihak-pihak tertentu yang bermudah-mudahan untuk menggantungkan sesuatu sebagai jimat. Awalnya mereka akan beralasan dengan ayat alQuran saja, namun nantinya berkembang hingga mereka menggantungkan campuran ayat alQuran dengan tulisan lainnya, bahkan dengan rajah-rajah yang tidak jelas maknanya.
Penjelasan Makna Tiwalah
Tiwalah adalah sihir yang membuat seseorang perempuan mencintai suaminya atau sebaliknya, agar seorang suami mencintai istrinya.
Hal ini dijelaskan oleh Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud dalam sebagian riwayat:
قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَن، هَذِهِ الرُّقَى وَالتَّمَائِمُ قَدْ عَرَفْنَاهَا، فَمَا التِّوَلَةُ؟ قَالَ شَيْءٌ يَصْنَعُهُ النِّسَاءُ يَتَحَبَّبْنَ إِلَى أَزْوَاجِهِنَّ
Mereka bertanya: Wahai Abu Abdirrohman (Ibnu Mas’ud) makna ruqyah dan tamimah kami sudah tahu. Apa makna tiwalah? (Ibnu Mas’ud) berkata: Tiwalah adalah sesuatu yang diperbuat oleh para wanita guna mendatangkan kecintaan bagi para suaminya (Riwayat Ibnu Hibban).
Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman