Syaikh Abdul Ghoniy Al-Maqdisiy, Ahli Hadits Penyusun Kitab Umdatul Ahkam
Kitab Umdatul Ahkam adalah kumpulan hadits Shahih al-Bukhari dan Muslim khusus pembahasan hukum Islam atau fiqh. Disebut juga Umdatul Ahkam as-Shughra. Penyusunnya adalah Ulama kelahiran Palestina, Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy, yang pakar dalam ilmu hadits. Kitab Umdatul Ahkam terhitung sebagai kitab referensi awal yang disusun khusus kumpulan matn hadits (dengan menghilangkan sanadnya) dalam susunan bab-bab fiqh saja.
Syaikh Abdul Ghoniy bin Abdil Wahid bin Ali al-Maqdisiy, sepupu dan teman belajar Ulama fiqh Ibnu Qudamah penyusun kitab al-Mughniy. Beliau berdua sama-sama terlahir di Palestina pada tahun 541 Hijriyah, hanya berbeda bulan. Disebut al-Maqdisiy karena terlahir di wilayah sekitar Baitul Maqdis Palestina.
Kedua Ulama ini pernah bertemu dan berguru dengan Syaikh Abdul Qodir al-Jailaniy di Irak saat usia mereka 20-an tahun. Meskipun masa pertemuan itu hanya sebentar dalam hitungan hari atau pekan. Karena 50 malam setelah itu, Syaikh Abdul Qodir al-Jailaniy meninggal dunia.
Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy yang berkuniah Abu Muhammad, nantinya menjadi Ulama yang pakar ilmu hadits. Apabila disebutkan sebuah hadits, beliau ahli dalam menilai hadits itu shahih atau tidak. Apabila disebut seorang perawi hadits, beliau akan mudah mengungkap siapa perawi itu, nama ayahnya, dan nisbatnya.
Di antara karya Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy yang lain adalah kitab al-Kamaal fi Asmaair Rijal yang berisi biografi para perawi hadits dalam 6 kitab induk hadits, yaitu Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan atTirmidzi, Sunan anNasaai, dan Sunan Ibn Majah. Kitab ini nantinya menjadi rujukan penyusunan biografi para perawi hadits bagi Ulama setelahnya.
Ketika seseorang mengadukan bahwa ia mentalak istrinya jika Syaikh Abdul Ghoniy menghafal 100 ribu hadits, ditanyakan hal itu kepada Syaikh Abdul Ghoniy. Hasilnya, sang istri tetaplah istri orang itu, tidak jatuh talak, karena Syaikh Abdul Ghoniy telah hafal di masa itu lebih dari 100 ribu hadits lengkap dengan sanadnya.
Kitab Umdatul Ahkam karya Syaikh Abdul Ghoniy menjadi rujukan bagi Ulama setelahnya. Di antaranya, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy (wafat tahun 852) di masa belajar menuntut ilmu, beliau menghafal matan Umdatul Ahkam. Sebelum nantinya al-Hafidz Ibnu Hajar melahirkan karya kumpulan hadits fiqh berjudul Bulughul Maram.
Ad-Dhiyaa’ al-Maqdisiy menyaksikan lebih dari sekali saat Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy berada di mimbar masjid Jami’ Damaskus, sebagian orang meminta beliau menyampaikan hadits-hadits tanpa membaca dari tulisan. Ditodong dengan pertanyaan demikian tanpa persiapan, beliau pun menyampaikan beberapa hadits lengkap dengan sanadnya melalui hafalan beliau. Ketika ditanya: Mengapa dalam kebiasaan menyampaikan ilmu secara khusus di waktu lain beliau membaca hadits melalui catatan beliau? Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy menjawab: Saya khawatir tertimpa ujub.
Selain sebagai orang yang berilmu, Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy adalah seorang ahli ibadah. Setelah selesai shalat Subuh, kadang beliau menyampaikan ilmu Quran atau hadits. Kemudian di permulaan waktu Dhuha beliau shalat Dhuha dalam jumlah rakaat yang sangat banyak, hingga menjelang Dzhuhur.
Adz-Dzahabiy dalam kitab Tadzkiratul Huffadzh menyebutkan bahwa al-Imam Abdul Ghoniy bin Abdil Wahid al-Maqdisiy shalat dhuha sebanyak 300 rakaat. Tiap rakaat membaca al-Fatihah dan al-Muawwidzatain (al-Falaq dan anNaas):
كَانَ يُصَلِّي الْفَجْرَ وَيُلَقِّنُ الْقُرْآنَ وَرُبَّمَا لَقَّنَ الْحَدِيْثَ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي ثَلَاثَمِائَةَ رَكْعَةٍ بِالْفَاتِحَةِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ إِلَى قُبَيْلِ الظُّهْرِ
Beliau shalat Subuh dan mendiktekan (mengajar) alQuran. Kadangkala beliau mendiktekan hadits. Kemudian beliau bangkit berwudhu dan shalat 300 rakaat, membaca surah al-Fatihah dan al-Muawwidzatain (al-Falaq dan an-Naas) hingga menjelang Dzhuhur (Tadzkiratul Huffadzh karya adz-Dzahabiy (4/113)).
Demikian pula di waktu malam, setelah melewati tengah malam, Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy akan menikmati masa munajat dengan Allah dalam shalat malam hingga menjelang Subuh. Saat melaksanakan shalat malam itu, sering kali beliau memperbarui wudhu’nya hingga sampai 7 kali. Beliau menyatakan: Saya merasa lebih bersemangat shalat ketika badan saya terasa basah. Di siang hari, sering kali beliau melewati waktu dengan berpuasa.
Kedermawanan Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy dipersaksikan oleh sebagian muridnya. Di masa paceklik, kadang beliau membawa sekarung gandum ke rumah orang yang kekurangan, diletakkan di depan pintu rumah orang tersebut. Kemudian beliau ketuk pintu rumahnya, agar pemilik rumah paham bahwa ada karung gandum yang diletakkan dan jangan sampai diambil orang lain. Saat pemilik rumah keluar, Syaikh Abdul Ghoniy sudah menghilang, sehingga ia tidak tahu siapa sang pemberinya.
Tidak jarang, sebagian rekan dan murid Syaikh Abdul Ghoniy merasakan kedermawanan beliau. Orang yang punya utang, dilunasi utangnya tanpa pemberitahuan. Sehingga saat orang itu hendak membayar utangnya kepada pemberi pinjaman, utangnya sudah lunas.
Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy juga sangat tegas dalam mengingkari kemunkaran. Hal itu pula yang menyebabkan beliau sering mendapatkan ujian ancaman dari pihak-pihak yang tidak senang. Demikian juga keteguhan beliau dalam akidah Ahlussunnah yang tidak melakukan tahrif (menyelewengkan makna) terhadap Sifat-Sifat Allah Ta’ala sering membuat beliau difitnah dan diintimidasi. Tidak jarang ancaman bunuh disematkan oleh pihak-pihak yang menganggap bahwa darah beliau halal. Sehingga Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy sering berpindah-pindah tempat.
Salah satu peristiwa yang menunjukkan keberanian beliau dalam mengingkari kemunkaran dengan tangan adalah saat beliau menyaksikan orang minum khamr mabuk-mabukan di hadapan beliau. Syaikh Abdul Ghoniy kemudian merebut tempat khamr itu dan menumpahkan isinya. Saat orang itu marah dan menghunus pedangnya, Syaikh Abdul Ghoniy justru merebut pedang itu. Beliau juga menghancurkan seruling-seruling, dan gitar, sebagai alat musik yang harus diingkari.
Tentu tidak semua orang mampu berbuat demikian. Masing-masing hendaknya mengingkari kemunkaran sesuai kemampuan. Bagi yang mampu mengingkari kemunkaran dengan tangan dan tidak menimbulkan mafsadah yang lebih besar dengan pengingkaran itu, silakan melakukannya. Seperti yang dilakukan Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy. Itulah tingkatan keimanan yang tertinggi. Apabila tidak mampu dengan tangan, hendaknya dengan lisan. Apabila tidak mampu dengan lisan, maka hendaknya dengan hati, dengan membenci perbuatan itu dan tidak mendukungnya. Itu adalah selemah-lemah iman. Sebagaimana hadits Abu Said al-Khudriy riwayat Muslim.
Menjelang akhir hayatnya, Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy mengalami sakit yang parah. Saat anak beliau menanyakan: Apakah yang ayah inginkan? Beliau menjawab: Saya menginginkan surga. Syaikh Abdul Ghoniy al-Maqdisiy mengakhiri kehidupannya yang makmur dengan ilmu dan ibadah pada tahun 600 Hijriyah di usia sekitar 59 tahun. Beliau meninggal di Mesir. Semoga Allah Ta’ala melimpahkan rahmat yang luas pada beliau.
Referensi:
- Siyar A’lamin Nubala’ karya adz-Dzahabiy
- Tarikh Baghdad karya al-Khothib al-Baghdadiy
- Tadzkiratul Huffaadzh karya adz-Dzahabiy
Penulis: Abu Utsman Kharisman