Memahami Ilmu Perlu Kelembutan dan Mengembangkannya Membutuhkan Kejernihan
Ilmu agama sungguh berbeda dengan pengetahuan apapun di dunia ini. Bahkan orang yang menimbanya berbeda kriterianya. Salah satu poin penting perbedaannya ada pada kalbu. Ragam kalbu penerimanya akan menghasilkan varian yang beragam. Lalu apa saja kriteria agar ilmu agama dapat dipahami secara benar dan berkembang dengan baik? Mari kita cermati penjelasan Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah terkait kondisi kalbu dan dampaknya dalam kutipan berikut ini.
ﺛﻢ اﻟﻘﻠﺐ ﻟﻠﻌﻠﻢ ﻛﺎﻹﻧﺎء ﻟﻠﻤﺎء ﻭاﻟﻮﻋﺎء ﻟﻠﻌﺴﻞ ﻭاﻟﻮاﺩﻱ ﻟﻠﺴﻴﻞ، ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﺃﻧﺰﻝ ﻣﻦ اﻟﺴﻤﺎء ﻣﺎء ﻓﺴﺎﻟﺖ ﺃﻭﺩﻳﺔ ﺑﻘﺪﺭﻫﺎ} اﻵﻳﺔ ﻭﻗﺎﻝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ {ﺇﻥ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﺑﻌﺜﻨﻲ اﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﻣﻦ اﻟﻬﺪﻯ ﻭاﻟﻌﻠﻢ ﻛﻤﺜﻞ ﻏﻴﺚ ﺃﺻﺎﺏ ﺃﺭﺿﺎ: ﻓﻜﺎﻧﺖ ﻣﻨﻬﺎ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻗﺒﻠﺖ اﻟﻤﺎء ﻓﺄﻧﺒﺘﺖ اﻟﻜﻸ ﻭاﻟﻌﺸﺐ اﻟﻜﺜﻴﺮ ﻭﻛﺎﻧﺖ ﻣﻨﻬﺎ ﺃﺟﺎﺩﺏ ﺃﻣﺴﻜﺖ اﻟﻤﺎء ﻓﺴﻘﻰ اﻟﻨﺎﺱ ﻭﺯﺭﻋﻮا. ﻭﺃﺻﺎﺏ ﻣﻨﻬﺎ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﺇﻧﻤﺎ ﻗﻴﻌﺎﻥ ﻻ ﺗﻤﺴﻚ ﻣﺎء ﻭﻻ ﺗﻨﺒﺖ ﻛﻸ ﻓﺬﻟﻚ ﻣﺜﻞ ﻣﻦ ﻓﻘﻪ ﻓﻲ ﺩﻳﻦ اﻟﻠﻪ ﻭﻧﻔﻌﻪ ﻣﺎ ﺃﺭﺳﻠﺖ ﺑﻪ ﻭﻣﺜﻞ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺮﻓﻊ ﺑﺬﻟﻚ ﺭﺃﺳﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﻘﺒﻞ ﻫﺪﻯ اﻟﻠﻪ اﻟﺬﻱ ﺃﺭﺳﻠﺖ ﺑﻪ}
ﻭﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﻛﻤﻴﻞ ﺑﻦ ﺯﻳﺎﺩ ﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: اﻟﻘﻠﻮﺏ ﺃﻭﻋﻴﺔ ﻓﺨﻴﺮﻫﺎ ﺃﻭﻋﺎﻫﺎ. ﻭﺑﻠﻐﻨﺎ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ اﻟﺴﻠﻒ ﻗﺎﻝ: اﻟﻘﻠﻮﺏ ﺁﻧﻴﺔ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺃﺭﺿﻪ ﻓﺄﺣﺒﻬﺎ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﺭﻗﻬﺎ ﻭﺃﺻﻔﺎﻫﺎ
ﻭﻫﺬا ﻣﺜﻞ ﺣﺴﻦ ﻓﺈﻥ اﻟﻘﻠﺐ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﺭﻗﻴﻘﺎ ﻟﻴﻨﺎ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻮﻟﻪ ﻟﻠﻌﻠﻢ ﺳﻬﻼ ﻳﺴﻴﺮا ﻭﺭﺳﺦ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﻴﻪ ﻭﺛﺒﺖ ﻭﺃﺛﺮ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺎﺳﻴﺎ ﻏﻠﻴﻈﺎ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻮﻟﻪ ﻟﻠﻌﻠﻢ ﺻﻌﺒﺎ ﻋﺴﻴﺮا. ﻭﻻ ﺑﺪ ﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺯﻛﻴﺎ ﺻﺎﻓﻴﺎ ﺳﻠﻴﻤﺎ ﺣﺘﻰ ﻳﺰﻛﻮ ﻓﻴﻪ اﻟﻌﻠﻢ ﻭﻳﺜﻤﺮ ﺛﻤﺮا ﻃﻴﺒﺎ ﻭﺇﻻ ﻓﻠﻮ ﻗﺒﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻭﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ ﻛﺪﺭ ﻭﺧﺒﺚ ﺃﻓﺴﺪ ﺫﻟﻚ اﻟﻌﻠﻢ ﻭﻛﺎﻥ ﻛﺎﻟﺪﻏﻞ ﻓﻲ اﻟﺰﺭﻉ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻤﻨﻊ اﻟﺤﺐ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﻨﺒﺖ ﻣﻨﻌﻪ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﺰﻛﻮ ﻭﻳﻄﻴﺐ ﻭﻫﺬا ﺑﻴﻦ ﻷﻭﻟﻲ اﻷﺑﺼﺎﺭ
“
Kemudian kalbu bagi ilmu bagaikan wadah bagi air, wadah tempat madu, dan lembah penampung aliran, seperti dalam firman Allah Ta’ala:
أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا
“Air turun dari langit, dan mengalir menuju lembah-lembah sesuai kadarnya.” (QS. Ar Ra’ad : 17)
Sementara Nabi ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ bersabda:
إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
“Perumpamaan agama yang aku diutus Allah ‘azza wajalla untuk menyampaikannya yang berupa petunjuk dan ilmu itu, bagaikan air hujan yang jatuh ke bumi. Diantara air itu ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, sehingga tumbuhlah perdu dan rerumputan di padang yang subur. Ada juga yang jatuh ke tanah keras sehingga air menggenang padanya. Kemudian air tergenang itu Allah berikan manfaat banyak orang, dimana mereka memanfaatkannya untuk minum, menyiram kebun, dan beternak. Dan ada pula yang jatuh ke tanah tandus, yang tidak dapat menggenangkan air dan tidak bisa menumbuhkan tanaman. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah dan mengambil manfaat darinya, dia belajar dan mengajarkan, dibandingkan perumpamaan orang yang tidak mau peduli dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus untuk menyampaikannya.” (HR. Muslim dengan redaksi yang mendekati)
Baca Juga: Kewajiban Menuntut Ilmu Agama
Sementara dalam hadits Kumail bin Ziyad rahimahullah dari Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: “Kalbu-kalbu itu merupakan wadah-wadah, adapun yang paling baiknya adalah yang paling bisa memahami.”
Juga telah sampai kepada kami ucapan sebagian ulama salaf:
اﻟﻘﻠﻮﺏ ﺁﻧﻴﺔ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺃﺭﺿﻪ ﻓﺄﺣﺒﻬﺎ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﺭﻗﻬﺎ ﻭﺃﺻﻔﺎﻫﺎ
“Kalbu-kalbu merupakan wadah yang disediakan Allah di bumi-Nya. Dimana yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah (kalbu) yang paling halus sekaligus paling suci.”
Dan ungkapan seperti ini adalah permisalan yang baik. Karena sesungguhnya kalbu apabila kondisinya halus dan lembut, niscaya daya penerimaan terhadap ilmu lebih mudah tanpa kesulitan, juga lebih mendalam pemahaman terhadap ilmu itu, serta kokoh dan berpengaruh kuat.
Sebaliknya apabila kalbu itu kaku dan keras, maka daya penerimaan terhadap ilmu akan menjadi susah dan sulit.
Artikel Penting Lainnya: Jika Hati Kita Bersih, Tidak Akan Kenyang Dengan Bacaan AlQuran
Dan semestinya sifat yang demikian perlu dibarengi dengan sifat kalbu yang suci, jernih, sekaligus sehat. Sehingga ilmu yang diperoleh akan tumbuh dan berkembang dengan hasil yang baik. Jika tidak demikian, kalaupun ilmu bisa diterima, jika masih ada kotoran dan jelaga, akan merusak ilmu itu.
Kondisinya seperti semak pada pohon yang ditanam. Apabila tidak sampai menghalangi tumbuhnya benih pohon, semak itu dapat menghalangi tumbuh kembang bakal pohon secara baik. Dan pemahaman terkait hal ini begitu jelas bagi orang yang memiliki pandangan cerdas.
“
Diterjemahkan oleh:
Abu Abdirrohman Sofian
Sumber:
Majmu’ al-Fatawa 9 / 314-315