Hirarki Pengetahuan, Pahami dan Arahkan Cita-cita Secara Tepat
Pendidikan adalah hak setiap insan. Semuanya memerlukan ilmu dan pengetahuan agar jasadnya hidup di dunia berbeda dengan benda mati bahkan hewan tak berakal.
Atas kehendak Allah, bidang dan macam pengetahuan nyatanya demikian beragam dan berjenjang. Ada yang kemudian ditaqdirkan menguasai suatu bidang namun terluputkan sekian ragam lainnya. Ada yang sampai ahli dalam suatu cabang namun nol dalam bidang-bidang tertentu.
Sementara usia sebagai modal dari Allah dalam mengarungi hidup ini jelas dibatasi ketentuan ajal. Menjadi sangat penting bagi muslim berakal untuk berusaha meraih bidang dan ragam utama walaupun belum menguasai ragam dan cabang lainnya selama hidupnya.
Yang Paling Penting Mempelajari Kitabullah, Sunnah Nabi Disertai Perangkat Memahaminya
Ibnu Abdil Bar (Abu Umar Yusuf bin Abdillah Al Qurthubi, wafat 463 H) rahimahullah menjelaskan,
ﻭاﻟﻌﻠﻮﻡ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﻴﻊ ﺃﻫﻞ اﻟﺪﻳﺎﻧﺎﺕ ﺛﻼﺛﺔ: ﻋﻠﻢ ﺃﻋﻠﻰ، ﻭﻋﻠﻢ ﺃﺳﻔﻞ، ﻭﻋﻠﻢ ﺃﻭﺳﻂ. ﻓﺎﻟﻌﻠﻢ اﻷﺳﻔﻞ ﻫﻮ: ﺗﺪﺭﻳﺐ اﻟﺠﻮاﺭﺡ ﻓﻲ اﻷﻋﻤﺎﻝ ﻭاﻟﻄﺎﻋﺎﺕ، ﻛﺎﻟﻔﺮﻭﺳﻴﺔ ﻭاﻟﺴﻴﺎﺣﺔ ﻭاﻟﺨﻴﺎﻃﺔ ﻭﻣﺎ ﺃﺷﺒﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ اﻷﻋﻤﺎﻝ اﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺃﻥ ﻳﺠﻤﻌﻬﺎ ﻛﺘﺎﺏ ﺃﻭ ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻲ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺻﻒ
Ada tiga tingkatan ilmu & pengetahuan yang diakui oleh seluruh pemeluk berbagai agama; Ilmu tertinggi, pengetahuan tingkat rendah dan pengetahuan pertengahan. Pengetahuan tingkat rendah yaitu latihan anggota badan untuk mengerjakan berbagai amal ibadah dan ketaatan. Seperti berkuda, renang, menjahit dan semisal itu dari berbagai aktivitas yang begitu banyak sehingga tidak cukup dikumpulkan dalam 1 kitab saja, ataupun ditentukan batasan cirinya.
ﻭاﻟﻌﻠﻢ اﻷﻋﻠﻰ ﻋﻨﺪﻫﻢ، ﻋﻠﻢ اﻟﺪﻳﻦ اﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻷﺣﺪ اﻟﻜﻼﻡ ﺑﻐﻴﺮ ﻣﺎ ﺃﻧﺰﻝ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﺘﺒﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻟﺴﻨﺔ ﺃﻧﺒﻴﺎﺋﻪ ﺻﻠﻮاﺕ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ ﻧﺼﺎ ﻭﻣﻌﻨﻰ، ﻭﻧﺤﻦ ﻋﻠﻰ ﻳﻘﻴﻦ ﻣﻤﺎ ﺟﺎء ﻧﺒﻴﻨﺎ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﺭﺑﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻭﺳﻨﻪ ﻷﻣﺘﻪ ﻣﻦ ﺣﻜﻤﺘﻪ
Sedangkan ilmu tertinggi menurut mereka adalah ilmu agama yang tidak boleh seorangpun membuat pernyataan tanpa dasar yang diturunkan Allah dalam kitab-kitab-Nya maupun melalui lisan para Nabi-nya – shalawatullahi ‘alaihim ajma’in – baik redaksi begitu pula maknanya. Dan kita berada di atas keyakinan terhadap ajaran yang disampaikan Nabi kita – shallallahu alaihi wasallam – dari Tuhan beliau ‘Azza wa Jalla, begitu pula ajaran yang telah beliau pelopori teladannya bagi umat beliau berupa kebijakan beliau (yang dibenarkan Allah-pen).
ﻓﺎﻟﺬﻱ ﺟﺎء ﺑﻪ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻫﺪﻯ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻭﺑﻴﻨﺎﺕ ﻣﻦ اﻟﻬﺪﻯ ﻭاﻟﻔﺮﻗﺎﻥ، ﺷﻔﺎء ﻭﺭﺣﻤﺔ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺁﺗﺎﻩ اﻟﻠﻪ اﻟﺤﻜﻢ ﻭاﻟﻨﺒﻮﺓ ﻓﻜﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻳﺘﻠﻰ ﻓﻲ ﺑﻴﻮﺗﻪ ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﻭاﺫﻛﺮﻥ ﻣﺎ ﻳﺘﻠﻰ ﻓﻲ ﺑﻴﻮﺗﻜﻦ ﻣﻦ ﺁﻳﺎﺕ اﻟﻠﻪ ﻭاﻟﺤﻜﻤﺔ} [ اﻷﺣﺰاﺏ: 34] ﻳﺮﻳﺪ: اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭاﻟﺴﻨﺔ
Sehingga semua yang didatangkan (ilmunya) dalam Al Quran menjadi petunjuk bagi manusia sekaligus penjelasan tentang petunjuk kebenaran serta pemilah (kebenaran itu dari kebatilan) dan sebagai obat, sekaligus kasih sayang bagi orang-orang beriman, yang Allah menurunkannya sebagai ketentuan hukum sekaligus tanda kenabian.
Maka yang demikian itu telah dibacakan di rumah-rumah beliau. Allah Ta’ala berfirman:
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ
“Dan ingatlah (wahai para istri Nabi) wahyu yang dibacakan di rumah kalian dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabi).” (QS. Al Ahzab: 34). Yang dimaksudkan adalah Al Quran dan Sunnah.”
ﻭﻟﺴﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻳﻘﻴﻦ ﻣﻤﺎ ﻳﺪﻋﻴﻪ اﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭاﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻓﻲ اﻟﺘﻮﺭاﺓ ﻭاﻹﻧﺠﻴﻞ؛ ﻷﻥ اﻟﻠﻪ ﻗﺪ ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﺃﻧﻬﻢ ﻳﻜﺘﺒﻮﻥ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﺑﺄﻳﺪﻳﻬﻢ ﺛﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻫﺬا ﻣﻦ ﻋﻨﺪ اﻟﻠﻪ ﻟﻴﺸﺘﺮﻭا ﺑﻪ ﺛﻤﻨﺎ ﻗﻠﻴﻼ ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻫﻮ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ اﻟﻠﻪ ﻭﻣﺎ ﻫﻮ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ اﻟﻠﻪ ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻋﻠﻰ اﻟﻠﻪ اﻟﻜﺬﺏ ﻭﻫﻢ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ. ﻓﻜﻴﻒ ﻳﺆﻣﻦ ﻣﻦ ﺧﺎﻥ اﻟﻠﻪ ﻭﻛﺬﺏ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺟﺤﺪ ﻭاﺳﺘﻜﺒﺮ؟ ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﺃﻭﻟﻢ ﻳﻜﻔﻬﻢ ﺃﻧﺎ ﺃﻧﺰﻟﻨﺎ ﻋﻠﻴﻚ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻳﺘﻠﻰ ﻋﻠﻴﻬﻢ} [ اﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ: 51] ﻭﻗﺪ اﻛﺘﻔﻴﻨﺎ ﻭاﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻣﺎ ﺳﻨﻪ ﻟﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ
Adapun kita tidaklah mempercayai klaim Yahudi dan Nashara dalam Taurat dan Injil (yang telah mereka ubah-pen). Karena Allah telah menyampaikan kabar kepada kita dalam Kitab-Nya (Al Quran) tentang mereka. Bahwa mereka itu tega menuliskan (perubahan) Al Kitab (Taurat dan Injil) dengan tangan-tangan mereka sendiri, lalu mereka justru menyatakan bahwa itu (asli) berasal dari Allah padahal bukan dari Allah, hanya dalam rangka memperoleh harga yang tidak seberapa. Mereka juga telah menyatakan bahwa tulisan mereka itu asli berasal dari sisi Allah padahal bukan berasal dari sisi Allah. Begitu pula mereka telah mengatasnamakan suatu kedustaan bagi Allah dalam keadaan mereka mengetahuinya.
Sehingga bagaimana mungkin kita bisa mempercayai (ilmu) kalangan yang telah berkhianat kepada Allah sekaligus mengarang kedustaan atas nama Allah serta telah menentang dan bersikap angkuh? Allah Ta’ala telah berfirman (sebagai jawaban bagi mereka):
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ
“Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran), sedangkan kitab itu dibacakan kepada mereka?” (QS. Al Ankabut: 51)
Sementara kita alhamdulillah telah merasa tercukupi dengan kitab yang diturunkan kepada Nabi kita shallallahu alaihi wasallam berupa Al Quran maupun sunnah yang beliau bimbingkan bagi kita, alaihissalam.
ﻣﻦ اﻟﻮاﺟﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻻ ﻳﻌﺮﻑ اﻟﻠﺴﺎﻥ اﻟﺬﻱ ﻧﺰﻝ ﺑﻪ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻫﻲ ﻟﻐﺔ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻋﻠﻢ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻳﻜﺘﻔﻲ ﺑﻪ ﻭﻻ ﻳﺴﺘﻐﻨﻲ ﻋﻨﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﻌﺮﻑ ﺗﺼﺎﺭﻳﻒ اﻟﻘﻮﻝ ﻭﻓﺤﻮاﻩ ﻭﻇﺎﻫﺮﻩ ﻭﻣﻌﻨﺎﻩ ﻭﺫﻟﻚ ﻗﺮﻳﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺃﺣﺐ ﻋﻠﻤﻪ ﻭﺗﻌﻠﻤﻪ ﻭﻫﻮ ﻋﻮﻥ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﻢ اﻟﺪﻳﻦ اﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺃﺭﻓﻊ اﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭﺃﻋﻼﻫﺎ، ﺑﻪ ﻳﻄﺎﻉ اﻟﻠﻪ ﻭﻳﻌﺒﺪ ﻭﻳﺸﻜﺮ ﻭﻳﺤﻤﺪ
Termasuk bagian kewajiban bagi orang yang tidak memahami bahasa Al Quran yaitu bahasa Nabi shallallahu alaihi wasallam agar dia turut mempelajari ilmu bahasa itu dengan takaran yang mencukupi baginya dan tidak merasa abai dari nilai pentingnya, sehingga dia bisa memahami arti dari suatu perkataan demikian juga maksudnya, yang tersurat, begitu pula maknanya. Dan yang demikian itu mudah bagi yang menyukai ilmu itu serta mempelajarinya. Ilmu bahasa itu bisa membantu dia memahami ilmu agama yang merupakan derajat tertinggi berbagai keilmuan sekaligus yang paling agung. Dengan ilmu agama itu Allah ditaati, diibadahi, disyukuri, serta dipuji.
ﻓﻤﻦ ﻋﻠﻢ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﺎ ﺑﻪ اﻟﺤﺎﺟﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻋﺮﻑ ﻣﻦ اﻟﺴﻨﺔ ﻣﺎ ﻳﻌﻮﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻭﻗﻒ ﻣﻦ ﻣﺬاﻫﺐ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻧﺰﻋﻮا ﺑﻪ ﻭاﻧﺘﺰﻋﻮﻩ ﻣﻦ ﻛﺘﺎﺏ ﺭﺑﻬﻢ ﻭﺳﻨﺔ ﻧﺒﻴﻬﻢ ﺣﺼﻞ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﻢ اﻟﺪﻳﺎﻧﺔ
Sehingga orang yang memiliki ilmu tentang Al Quran yang dia memiliki kebutuhan terhadapnya. Demikian pula memahami dari sunnah yang dapat meninggikan kedudukan. Dia juga dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi perbedaan pendapat diantara mazhab-mazhab fikih, sehingga dengan menjadikan Kitab Tuhan mereka dan sunnah Nabi mereka sebagai sumber rujukan, mereka dapat meraih (kemapanan) ilmu agama.”
(Jami’ Bayan Al-‘Ilm wa Fadhlih 2/788-789)
Baca Juga: Mengambil Ilmu Dari Ulama dan Kitab
Pakar Ilmu Agama Senantiasa Terpuji Selama Tidak Memperturutkan Hawa Nafsu
Beliau (Ibnu Abdil Bar) rahimahullah kembali melanjutkan,
ﻭﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺔ ﻧﺒﻴﻪ ﻣﺆﺗﻤﻨﺎ ﺣﻖ اﻷﻣﺎﻧﺔ ﺇﺫا ﺃﺑﻘﻰ اﻟﻠﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﻋﻠﻤﻪ، ﻭﻟﻢ ﺗﻤﻞ ﺑﻪ ﺩﻧﻴﺎ ﺷﻬﻮﺗﻪ ﺃﻭ ﻫﻮﻯ ﻳﺮﺩﻳﻪ ﻓﻬﺬا ﻋﻨﺪﻧﺎ اﻟﻌﻠﻢ اﻷﻋﻠﻰ اﻟﺬﻱ ﻧﺤﻈﻰ ﺑﻪ ﻓﻲ اﻵﺧﺮﺓ ﻭاﻷﻭﻟﻰ
“Dan (orang berilmu agama) pada umat Nabi-Nya merupakan sosok terpercaya dengan tingkat kredibilitas yang tinggi, selama Allah tetap mempertahankan kondisi orang itu pada keilmuannya, dan dia tidak memperturutkan kecondongan syahwat maupun hawa nafsunya kepada kepentingan dunia yang dapat menghinakannya. Jadi inilah tingkatan ilmu tertinggi di sisi kita, yang kita berusaha mendapatkan bagian kebaikannya di dunia dan akhirat.” (Jami’ Bayan Al-‘Ilm wa Fadhlih 2/788-789)
Baca Juga: Ilmu yang Paling Utama Adalah Ilmu Tentang Allah dan Perintah Allah
Pengetahuan Dunia Hanyalah Di Tingkat Pertengahan
Beliau (Ibnu Abdil Bar) rahimahullah melanjutkan ulasannya,
ﻭاﻟﻌﻠﻢ اﻷﻭﺳﻂ ﻫﻮ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻋﻠﻮﻡ اﻟﺪﻧﻴﺎ اﻟﺘﻲ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﺸﻲء ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻤﻌﺮﻓﺔ ﻧﻈﻴﺮﻩ، ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺠﻨﺴﻪ ﻭﻧﻮﻋﻪ ﻛﻌﻠﻢ اﻟﻄﺐ ﻭاﻟﻬﻨﺪﺳﺔ
“Sedangkan pengetahuan tingkat pertengahan yaitu menguasai pengetahuan tentang dunia yang pengetahuan sebagian bidangnya memerlukan pengetahuan tentang bidang yang setara, yang pengetahuan seputar itu akan memerlukan bukti di kisaran jenis bidang tersebut. Sementara ragamnya seperti bidang ilmu kedokteran dan teknik.” (Jami’ Bayan Al-‘Ilm wa Fadhlih 2/789)
Baca Juga: Hal-hal yang Harus Dipelajari Oleh Seorang Wanita
Jadikan Ilmu Agama Target Pengetahuan Mengalahkan Pengetahuan Kita Tentang Ilmu Duniawi
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
ﻓﻼ ﺗﺠﻌﻞ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺃﻛﺒﺮ ﻫﻤﻨﺎ ﺑﻞ اﺟﻌﻞ اﻵﺧﺮﺓ ﺃﻛﺒﺮ ﻫﻤﻨﺎ ﻭﻻ ﻧﻨﺴﻰ ﻧﺼﻴﺒﻨﺎ ﻣﻦ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻼﺑﺪ للإنسان ﻣﻦ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻟﻜﻦ ﻻ ﺗﻜﻮﻥ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺃﻛﺒﺮ ﻫﻤﻪ ﻭﻻ ﻣﺒﻠﻎ ﻋﻠﻤﻪ ﺑﻞ ﻳﺴﺄﻝ اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻣﺒﻠﻎ ﻋﻠﻤﻪ ﻋﻠﻢ اﻵﺧﺮﺓ ﺃﻣﺎ ﻋﻠﻢ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻣﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﻬﺎ ﻓﻬﺬﻩ ﻣﻬﻤﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﺳﺘﺰﻭﻝ
“Sehingga jangan sampai urusan duniawi menjadi target terbesar kita, justru jadikanlah urusan akhirat yang menjadi cita-cita kita yang tertinggi. Walaupun kita tidak melupakan bagian dari urusan dunia, kerena memang manusia mesti berhubungan dengan bagian dunia. Akan tetapi jangan sampai urusan dunia tersebut menjadi target puncaknya, jangan pula menjadi pengetahuannya yang tertinggi. Justru hendaklah dia memohon kepada Allah agar Dia menjadikan baginya ilmu urusan akhirat sebagai pengetahuan tertinggi yang dia dapatkan. Adapun pengetahuan urusan dunia maupun wawasan lain yang berkaitan dengan hal itu betapapun keadaannya pasti nantinya akan sirna.
ﻳﻌﻨﻲ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﻄﺐ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﻔﻠﻚ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﺠﻐﺮاﻓﻴﺎ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺃﻱ ﺷﻲء ﻣﻦ ﻋﻠﻮﻡ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻬﻲ ﻋﻠﻮﻡ ﺗﺰﻭﻝ ﻭﺗﻔﻨﻰ ﻓﺎﻟﻜﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﻢ اﻟﺸﺮﻉ ﻋﻠﻢ اﻵﺧﺮﺓ ﻓﻬﺬا ﻫﻮ اﻟﻤﻬﻢ
Maksudnya, kalau seadainya ada seseorang yang pakar dalam bidang medis, ahli dalam astronomi, pakar geografi, ahli dalam bidang apapun dari berbagai pengetahuan duniawi, itu semua hanyalah wawasan yang akan sirna dan berakhir (teorinya hanya menjadi sejarah, digantikan hasil penemuan-penemuan baru -pen). Sehingga pembahasan tentang ilmu agama, ilmu yang membahas kepentingan akhirat, inilah yang paling penting.”
(Syarh Riyadh Ash-Shalihin 4/365)
Penulis: Abu Abdirrohman Sofian