Teladan Salaf Dalam Menyambut Datangnya Ramadhan
Pertanyaan:
Bagaimanakah keadaan para salaf -semoga Allah meridai dan merahmati mereka- dalam menyambut bulan (Ramadhan) yang agung ini? Bagaimana petunjuk dan bimbingan mereka dalam hal ini?
Kemudian permasalahan kedua (yang ingin ditanyakan) wahai Syaikh yang mulia:
Bagaimana seharusnya seorang muslim dalam mempersiapkan diri menghadapi malam-malam yang sekarang mereka ada padanya, dengan persiapan ilmu tentang hukum-hukum puasa, pembatal-pembatal dan hukum-hukumnya. Karena sebagian manusia lalai dari perkara semacam ini, mereka tidak belajar tentang hukum-hukum puasa dan juga tidak belajar permasalahan fiqih yang wajib atas mereka dalam perkara puasa. Barangkali anda berkenan menyampaikan peringatan tentang hal ini wahai Syaikh?
Syaikh Sholih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan hafidzahullah menyampaikan nasihatnya:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Allah melimpahkan keberkahan untuk anda, juga kepada apa yang telah anda sampaikan dari 2 soal yang penting tadi.
Jawaban untuk soal yang pertama ialah sebagai berikut:
Keadaan para salaf di bulan Ramadhan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab yang diriwayatkan dari jalur periwayatan yang terpercaya tentang mereka (para ulama). Bahwasanya mereka memohon kepada Allah ‘azza wajalla agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan, sebelum memasukinya. Mereka memohon kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan. Karena mereka mengetahui akan kebaikan besar dan manfaat yang tidak merugikan.
Artikel lain yang semoga bermanfaat:
- Keutamaan Bulan Ramadhan
- Rekaman Seri Kajian Menyambut Bulan Ramadhan 1443 H
- Dibelenggunya Syaitan di Bulan Ramadhan
Kemudian ketika telah masuk bulan Ramadhan, mereka meminta kepada Allah agar dibantu dalam mengerjakan amalan-amalan shalih padanya.
Lalu ketika Ramadhan telah berakhir, para salaf tersebut memohon agar amalan-amalan yang dikerjakan padanya diterima (oleh Allah).
Sebagaimana firman Allah:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آَتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60) أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (61)
“Dan orang-orang yang telah memberikan apa yang mereka berikan (berupa amalan kebajikan) dalam keadaan kalbu mereka dipenuhi dengan rasa takut (kepada Allah), (dan mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada rabbnya. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”
(QS. Al Mu’minun: 60-61)
Para salaf adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam beramal, sampai-sampai timbul kesedihan dalam diri mereka apakah amalan-amalan yang dikerjakan tersebut diterima atau tidak? Dan yang demikian itu didasari dengan keilmuan mereka tentang kebesaran Allah dan bahwa Allah tidak akan menerima sebuah amalan kecuali yang dibangun dengan pondasi keikhlasan dan sesuai dengan sunnah Rasul-Nya shollallahu alaihi wasallam.
Mereka juga bukan orang yang mentazkiah diri mereka sendiri, justru mereka takut amalan-amalan mereka hangus tidak diterima di sisi Allah. Bersamaan dengan itu merekalah orang yang paling letih ketika beramal agar diterima di sisi Allah. Dikarenakan Allah berfirman:
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya Allah hanyalah menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa
(QS. al Maidah: 27)
Dahulu ketika Ramadhan tiba, mereka para salaf menyibukkan diri dengan ibadah -sebagaimana telah kita sebutkan tadi- dan meminimalisir kegiatan-kegiatan duniawi padanya. Mereka juga menggunakan kebanyakan waktunya untuk duduk di rumah-rumah Allah (masjid). Mereka berkata, “kami akan menjaga puasa kami, kami tidak akan menggibahi seorangpun.”
Mereka menghadirkan mushaf-mushaf (dihadapan mereka), saling mengajarkan al-Quran di antara mereka. Dan mereka adalah orang yang paling menjaga waktu dari hal yang sia-sia. Mereka bukanlah orang yang gemar membuang-buang waktunya sebagaimana keadaan kebanyakan orang di zaman ini, justru mereka menggunakan waktu-waktu malamnya untuk mengerjakan sholat malam dan waktu siangnya untuk berpuasa, membaca al-Quran, berdzikir kepada Allah dan amalan-amalan kebaikan lainnya. Sama sekali mereka tidak membiarkan sedetikpun atau sebuah kesempatanpun kecuali mereka terdepan dalam mengerjakan amalan sholih padanya.
Itu tadi jawaban dari soal yang pertama.
Sumber:
https://alfawzan.af.org.sa/ar/node/9840
Diterjemahkan oleh:
Abu Hatim Ismail