Bolehkah Menyalurkan Zakat Fithri Berupa Uang atau Barang Lain? (Kutipan dan Pilihan Ringkas Pendapat Beberapa Madzhab Fiqh)
Sahnun Bin Sa’id At Tanuji meriwayatkan dari Abdurrahman Bin Al Qosim Al ‘Ataqiy bahwa Imam Malik Bin Anas rahimahumullah menyatakan,
ولا يجزئ أن يجعل الرجل مكان زكاة الفطر عرضا من العروض وليس كذلك أمر النبي عليه الصلاة والسلام
“Tidak diperbolehkan tindakan seseorang mengganti bahan zakat fithri dengan salah satu jenis barang (selain makanan pokok-pen). Dan bukan seperti itu Nabi ‘alaihi ash-sholatu wassalam memerintahkan.” (Al Mudawwanah Al Kubro 2/118)
Al Hafidz An Nawawi rahimahullah menukilkan dari Imam madzhab beliau terkait zakat fithri,
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭاﻷﺻﺤﺎﺏ: ﻭﻻ ﻳﺠﺰﺉ اﻟﺪﻗﻴﻖ ﻭﻻ اﻟﺴﻮﻳﻖ ﻛﻤﺎ ﻻ ﺗﺠﺰﺉ اﻟﻘﻴﻤﺔ
“Imam Asy Syafi’i telah menyatakan demikian juga para ulama yang bersama beliau, ‘Tidaklah ternilai menunaikan (tindakan membagikan) tepung jenis kasar maupun tepung gandum sebagaimana tidak boleh mewujudkannya dalam bentuk harga (mata uang).” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab 6/132)
Pada bagian lain An Nawawi rahimahullah mengutipkan siapa saja yang sependapat dan siapa pula yang berbeda pandangan,
ﻻ ﺗﺠﺰﺉ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻓﻲ اﻟﻔﻄﺮﺓ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭاﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬﺭ. ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ: ﻳﺠﻮﺯ. ﻭﺣﻜﺎﻩ اﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬﺭ ﻋﻦ اﻟﺤﺴﻦ اﻟﺒﺼﺮﻱ ﻭﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻭاﻟﺜﻮﺭﻱ. ﻗﺎﻝ: ﻭﻗﺎﻝ إسحاق ﻭﺃﺑﻮ ﺛﻮﺭ: ﻻ ﺗﺠﺰﺉ ﺇﻻ ﻋﻨﺪ اﻟﻀﺮﻭﺭﺓ
“Tidaklah ternilai telah menunaikan dengan membayarkan harganya (untuk diserahkan ke mustahiq-pen) pada distribusi zakat fithrah menurut pendapat kami. Dan dengan pandangan ini pula Imam Malik, Ahmad, Ibnul Mundzir (berpandangan).
Sementara Imam Abu Hanifah memperbolehkannya, dan Ibnul Mudzir mengutipkan bahwa Imam Al Hasan Al Bashri, Umar Bin Abdul Aziz, serta (Sufyan) Ats-Tsauri (pendapat serupa).
(An Nawawi melanjutkan) Adapun Ishaq (Bin Rahawaih) dan Abu Tsaur berpendapat tidak diperbolehkannya hal itu kecuali dalam kondisi darurat.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab 6/144).
Artikel terkait yang semoga bermanfaat: Beberapa Cara Penyaluran Zakat Fithri dan Harta
Walaupun memang ada perbedaan pandangan semacam ini, nyatanya pernyataan Imam Ahmad rahimahullah cukup tegas membantah pembolehannya.
Al ‘Allamah Ibnu Qudamah Al Maqdisi membahasnya,
ﻣﺴﺄﻟﺔ 1966: ﻗﺎﻝ: (ﻭﻣﻦ ﺃﻋﻄﻰ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻟﻢ ﺗﺠﺰئه) ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ: ﻗﻴﻞ ﻷﺣﻤﺪ ﻭﺃﻧﺎ ﺃﺳﻤﻊ: ﺃﻋﻄﻲ ﺩﺭاﻫﻢ – ﻳﻌﻨﻲ ﻓﻲ ﺻﺪﻗﺔ اﻟﻔﻄﺮ – ﻗﺎﻝ: ﺃﺧﺎﻑ ﺃﻥ ﻻ ﻳﺠﺰﺋﻪ خلاف ﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ. ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻃﺎﻟﺐ: ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﺃﺣﻤﺪ: ﻻ ﻳﻌﻄﻲ ﻗﻴﻤﺘﻪ. ﻗﻴﻞ ﻟﻪ: ﻗﻮﻡ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ؛ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻛﺎﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﺑاﻟﻘﻴﻤﺔ. ﻗﺎﻝ: ﻳﺪﻋﻮﻥ ﻗﻮﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻗﺎﻝ فلان. ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ: ﻓﺮﺽ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ. ﻭﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ [اﻟﻨﺴﺎء: 59]. ﻭﻗﺎﻝ ﻗﻮﻡ ﻳﺮﺩﻭﻥ اﻟﺴﻨﻦ: ﻗﺎﻝ ﻓﻼﻥ، ﻗﺎﻝ فلان
Permasalahan ke-1966
Ibnu Qudamah menyatakan: Barang siapa yang (menyalurkan dengan) membayar harganya belumlah dianggap menunaikannya.
Abu Dawud berkata, pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad sementara diriku menyimaknya: ‘Apakah aku boleh menyalurkan dalam bentuk uang dirham?’ – yaitu untuk zakat fithr – Beliau (Imam Ahmad) menjawab: ‘Aku khawatir bahwa itu tidak ternilai telah menunaikannya. (Tindakan tersebut) menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam!’
Dan Abu Thalib pernah mengatakan, ‘Imam Ahmad telah berkata kepadaku’, ‘Janganlah engkau memberikannya berupa harga (mata uang)nya!’
Beliau juga pernah disanggah (dengan dalih), ‘Beberapa orang beralasan bahwa Umar Bin Abdul Aziz dulu beliau menarik zakat berupa harga/uangnya.’ Beliaupun (Imam Ahmad) mengingatkan: ‘(Pantaskah) mereka meninggalkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sembari beralasan bahwa fulan telah berkata demikian? Padahal Ibnu Umar radhiyallahu anhuma telah berkata: ‘Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mewajibkan…’ sementara Allah Ta’ala telah berfirman:
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
‘Kalian harus mematuhi Allah dan patuhilah Rasulullah!’ (QS. an Nisa’: 59).
Sedangkan orang-orang itu membantah sunnah dengan alasan bahwa fulan dan fulan telah berpendapat demikian?”
(Al Mughni 3/87)
Artikel terkait yang semoga bermanfaat:
- Mewaspadai Hadits Lemah: Ramadhan Tergantung Zakat Fithri
- Kriteria Fakir Miskin yang Berhak Menerima Zakat
Pembaca yang budiman, jika telah kita ketahui pandangan beberapa madzhab ulama terdahulu di atas, tentu penting untuk berhati-hati dalam menyalurkan zakat fithri kita. Yang terbaik adalah mengikuti cara yang telah dijalani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beserta generasi sahabat beliau, radhiyallahu anhum.
Sementara pendapat pertengahan tampaknya pada kesimpulan bahwa bagi petugas pemerintah atau amil zakat dalam rangka kemudahan teknis pengumpulan dan penyeragaman kualitas bahan makanan diberi toleransi mereka mengumpulkan dari para muzakki (pihak yang berzakat) dalam bentuk uang, untuk kemudian tetap diwujudkan dalam bentuk makanan pokok dan didistribusikan pada waktunya.
Memang karakter kuat untuk tidak mudah ikut-ikutan dalam mempertahankan argumentasi di atas pendapat yang lebih jelas dalil rujukannya adalah bagian kewibawaan terpuji.
Akan tetapi apabila kita mendapati ada saudara kita sesama muslim yang merujuk kepada pendapat ulama salaf yang berbeda, janganlah sampai kita menjadikannya sebagai alasan bersikap baro’ah, antipati dan tidak lagi menyapa bahkan memutus hubungan dengan mereka. Diskusi ilmiah patut disampaikan, namun ego pribadi perlu diredam dengan toleransi yang terbimbing.
Ditulis oleh: Abu Abdirrohman Sofian