Kerusakan Akidah Yahudi dan Nashara Terkait Sifat-sifat Allah
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang memberikan petunjuk kepada kita menjadi seorang muslim.
Kaum muslimin yang sejati memiliki sikap pertengahan dan adil dalam keyakinannya kepada Allah Ta’ala Sang Pencipta. Mereka mentauhidkan Allah dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya. Mereka menetapkan semua Nama dan Sifat-Sifat Allah yang Allah tetapkan dalam alQuran maupun dalam hadits Nabi yang shahih tanpa menolaknya, tanpa memalingkan maknanya pada makna yang tidak benar, tanpa menyerupakan Sifat-Sifat Allah dengan makhluk-Nya, dan tanpa mempertanyakan kaifiyat Sifat-Sifat Allah itu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
دين الإسلام وسط بين الأطراف المتجاذبة؛ فالمسلمون وسط في التوحيد بين اليهود والنصارى، فاليهود تصف الرب بصفات النقص التي يختص بها المخلوق، ويشبهون الخالق بالمخلوق.والنصارى يصفون المخلوق بصفات الخالق التي اختص بها، ويشبهون المخلوق بالخالق
Agama Islam adalah agama pertengahan di antara sisi-sisi yang saling tarik menarik. Kaum muslimin bersikap pertengahan dalam tauhid antara Yahudi dengan Nashara. Yahudi mensifati Rabb dengan sifat-sifat kekurangan yang khusus bagi makhluk. Mereka (Yahudi) menyamakan Sang Pencipta dengan makhluk. Sedangkan Nashara mensifati makhluk dengan sifat-sifat Sang Pencipta yang khusus bagi-Nya. Mereka (Nashara) menyerupakan makhluk dengan Sang Pencipta (Minhajus Sunnah 5/168)
Yahudi bersikap ekstrim merendahkan Allah. Seperti pernyataan mereka bahwa Allah fakir.
لَّقَدۡ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوۡلَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ فَقِيرٞ وَنَحۡنُ أَغۡنِيَآءُ
Sungguh Allah telah mendengar ucapan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan bahwasanya Allah fakir, sedangkan kami kaya…(Q.S Ali Imran ayat 181)
Mereka menyatakan bahwa Allah bakhil, Tangan-Nya terbelenggu.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ
Yahudi berkata: Tangan Allah terbelenggu. Justru tangan mereka yang terbelenggu. Mereka dilaknat karena ucapan mereka. Kedua Tangan Allah terbentang. Dia memberikan pemberian sesuai dengan yang Dia kehendaki…(Q.S al-Maidah ayat 64)
Demikian juga perkataan Yahudi (Bani Israil) kepada Nabi Musa agar berperang bersama Allah, biar mereka (para Yahudi itu) duduk menyaksikan.
قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَآ أَبَدٗا مَّا دَامُواْ فِيهَا فَٱذۡهَبۡ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَٰتِلَآ إِنَّا هَٰهُنَا قَٰعِدُونَ
Mereka (Bani Israil) berkata: Wahai Musa, kami tidak akan memasukinya selamanya, selama mereka (musuh yang kuat itu) berada di dalamnya. Silakan engkau dan Rabbmu pergi, berperanglah kalian berdua. Kami akan menunggu duduk di sini (Q.S al-Maidah ayat 24)
Dan perkataan-perkataan kotor, keji, kurang ajar dari Yahudi terhadap Allah yang lain. Maha Suci Allah dari ucapan-ucapan mereka.
Sebaliknya, Nashara mengangkat makhluk sampai pada tingkat ketuhanan. Seperti menuhankan Nabi Isa alaihissalam. Mereka juga menuhankan tokoh-tokoh agama mereka sehingga apabila tokoh-tokoh agama itu menghalalkan yang diharamkan Allah atau mengharamkan yang dihalalkan Allah, mereka mengikutinya.
ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ
Mereka menjadikan tokoh agama yang berilmu dan ahli-ahli ibadah mereka sebagai tuhan selain Allah. Demikian juga (mereka menuhankan) al-Masih putra Maryam. Padahal mereka tidak diperintah melainkan agar beribadah kepada sembahan yang satu. Tidak ada sembahan yang benar kecuali Dia (Allah). Maha Suci Dia dari apa yang mereka sekutukan (Q.S atTaubah ayat 31)
Allah Ta’ala menyebutkan celaan terhadap Yahudi dan Nashara dalam alQuran sebagai pelajaran bagi kita kaum muslimin agar tidak mengikuti jejak mereka. Karena jika kita mengikuti jejak mereka yang menyimpang, maka kita akan menjadi orang-orang yang dimurkai dan sesat seperti mereka.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq, rahmat, dan ampunan-Nya kepada segenap kaum muslimin.
Wallaahu A’lam
Penulis: Abu Utsman Kharisman