Tidak Terhitung Berdosa Orang yang Tidak Tahu, Tidak Sengaja, dan Dipaksa
Bagian dari kasih sayang Allah Ta’ala adalah tidak memperhitungkan sebagai dosa bagi seseorang yang bersalah jika memang tidak tahu, tidak sengaja, dan dipaksa.
Allah Ta’ala tidak akan menyiksa suatu kaum yang belum sampai peringatan para Rasul kepada mereka.
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
Dan Kami tidaklah menyiksa (suatu kaum) hingga Kami mengutus Rasul
(Q.S al-Israa’ ayat 15)
Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan:
وَأَجْمَعَ النَّاسُ عَلَى أَنَّ الْحُدُوْدَ لَا تَجِبُ إِلَّا عَلَى عَالِمٍ بِالتَّحْرِيْمِ مُتَعَمِّدٍ لِارْتِكَابِ أَسْبَابِهَا
Dan manusia sepakat bahwasanya hukum-hukum had tidaklah wajib dilaksanakan kecuali terhadap orang yang mengetahui keharamannya dan ia sengaja melakukan sebab-sebabnya
(Ighotsatul Lahfaan (1/338))
Baca Juga: Al-Imam Ahmad dan Al-Ma’mun
Demikian juga orang yang tidak berakal karena gila tidaklah terhitung berdosa. Suatu hari ada seorang wanita gila yang berzina dan Umar akan merajamnya.
Ali bin Abi Tholib bertanya kepada Umar: Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau akan merajamnya?
Umar berkata: Ya.
Ali berkata: Tidakkah anda ingat bahwa Rasulullah shollallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ، عَنِ الْمَجْنُونِ الْمَغْلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Pena (pencatat amal) diangkat terhadap 3 orang: orang gila yang tertutup akalnya, orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga mimpi basah (dewasa).
Kemudian Umar berkata: Engkau benar.
Selanjutnya wanita itu dibebaskan (tidak jadi dirajam)
(H.R al-Hakim no 949, disepakati keshahihannya oleh adz-Dzahaby dan dinyatakan bahwa sesuai Syarat al-Bukhari dan Muslim)
Baca Juga: Syariat Islam Membawa Prinsip Pencegahan yang Lebih Baik dari Sekadar Pengobatan
Demikian juga orang yang dipaksa. Jika seseorang diancam akan dibunuh atau disiksa, kemudian ia dipaksa untuk melakukan suatu perbuatan dosa, orang yang dipaksa itu tidaklah berdosa.
Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithy rahimahullah menjelaskan bahwa pada umat sebelum kita belum ada keringanan jika orang dipaksa berbuat atau berucap kekafiran. Berbeda dengan di umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Ada keringanan dari Allah bagi umat Nabi Muhammad yang ingin menghindar dari ancaman yang berat (ancaman pembunuhan) dan dipaksa untuk mengucapkan atau berbuat kekafiran, maka yang demikian boleh dilakukan, selama hatinya mengingkarinya dan tetap tenang dalam keimanan.
Beliau menjelaskan itu dalam 2 kitabnya yang agung Adhwaul Bayaan (3/251) dan Daf’u Iyhaamil Idhthiroob (1/55) serta menyebutkan hadits Salman sebagai dalil bahwa pada umat terdahulu tidak ada keringanan itu. Hadits Salman tersebut adalah sebagai berikut:
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ: دَخَلَ رَجُلٌ الْجَنَّةَ فِي ذُبَابٍ وَدَخَلَ رَجُلٌ النَّارَ فِي ذُبَابٍ، مَرَّ رَجُلاَنِ عَلَى قَوْمٍ قَدْ عَكَفُوا عَلَى صَنَمٍ لَهُمْ وَقَالُوا: لاَ يَمُرُّعَلَيْنَا الْيَوْمَ أَحَدٌ إِلاَّ قَدَّمَ شَيْئًا، فَقَالُوا لأَحَدِهِمَا: قَدِّمْ شَيْئًا. فَأَبَى فَقُتِلَ. وَقَالُوا لِلآخَرِ: قَدِّمْ شَيْئًا. فَقَالُوا: قَدِّمْ وَلَوْ ذُبَابًا. فَقَالَ: وَأَيْشٍ ذُبَابٌ فَقَدَّمَ ذُبَابًا فَدَخَلَ النَّارَ. فَقَالَ سَلْمَانُ: فَهَذَا دَخَلَ الْجَنَّةَ فِي ذُبَابٍ، وَدَخَلَ هَذَا النَّارَ فِي ذُبَابٍ
Dari Salman radhiyallahu anhu beliau berkata: Seseorang masuk Surga karena lalat dan masuk Neraka karena lalat. Dua orang laki-laki berjalan akan melewati suatu kaum yang sedang beri’tikaf (berdiam di samping) berhala mereka. Kaum itu berkata: Kami tidak akan membiarkan seorangpun lewat pada hari ini kecuali ia mempersembahkan sesuatu (untuk berhala). Mereka berkata kepada orang pertama: Persembahkan sesuatu. Orang itu menolak, kemudian ia dibunuh. Mereka juga berkata kepada satu orang lagi: Persembahkan sesuatu. Mereka berkata: Persembahkan sesuatu meski itu hanya seekor lalat. Orang itu berkata: Lalat yang mana saja? Kemudian ia mempersembahkan satu ekor lalat (pada berhala) kemudian dia masuk Neraka. Salman berkata: Maka ini ada satu orang masuk Surga karena lalat dan ada seseorang yang masuk Neraka karena lalat
(Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dalam az-Zuhud, dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliyaa’. Riwayat Ibnu Abi Syaibah sanadnya shahih, semua perawinya adalah rijal al-Bukhari atau Muslim)
Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithiy menyebutkan beberapa dalil lain bahwa kekhususan umat ini yang mendapatkan keringanan dalam hal jika dipaksa untuk berbuat kekafiran/ kesyirikan:
إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْأِيمَانِ
Kecuali orang yang dipaksa sedangkan hatinya tetap tenang dalam keimanan
(Q.S anNahl: 106)
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ
…dan dia (Nabi Muhammad) menghilangkan dari mereka (umat beliau) (beban-beban) yang memberatkan dan menyulitkan yang sebelumnya ada pada mereka (umat sebelumnya)…
(Q.S al-A’raaf ayat 107)
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku ketidaksengajaan, lupa, dan hal-hal yang dipaksakan kepadanya
(H.R Ibnu Majah)
Maka dengan ini akan semakin terasa besar karunia dan kasih sayang Allah kepada kaum muslimin, umat Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Dikutip dari:
Buku “Islam Rahmatan Lil ‘Alamin”, Abu Utsman Kharisman