Pria Muslim, Peliharalah Jenggotmu! (Bag.3 Meluruskan Kerancuan Adanya Non Muslim Berjenggot)
Tersebar sekian kesalahpahaman yang sebagiannya berangkat dari ketidaktahuan, dan yang lainnya karena tidak siap menerima kenyataan.
Beberapa kalangan yang enggan memelihara jenggotnya berkilah dengan asusmi mereka bahwa sebagian non-muslim ada yang juga berjenggot, sehingga mereka buru-buru berkesimpulan, “karena tujuan awalnya menyelisihi kuffar, maka ketika Yahudi memanjangkan jenggot berarti menyelisihi mereka dengan mencukur jenggot!”
Subhanallah, betapa berbahayanya ucapan para “pemerhati non-muslim” itu.
Sesungguhnya pembahasan tentang memangkas habis, mencukur sebagian atau membiarkan jenggot tumbuh panjang adalah pembahasan ilmu yang telah dibahas dalam kitab-kitab para ulama sejak dulu. Dan tidaklah ada perubahan hukum apabila ada beberapa orang atau bahkan kelompok dari non-muslim yang memelihara jenggotnya.
Tentunya yang dinilai adalah kebiasaan mereka, yang tetaplah didominasi kalangan pencukur jenggot sejak dulu hingga kini. Ayolah jujur menghitung, kalangan manakah yang lebih banyak dari mereka, yang mencukur jenggotnya ataukah yang memelihara jenggot? Tentulah mayoritas orang kafir mencukur jenggot mereka.
Mari kita perhatikan hadits yang sama-sama memerintahkan penyelisihan terhadap orang kafir, Yahudi misalnya;
Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam,
خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ
“Hendaklah kalian menyelisihi Yahudi, karena sesungguhnya mereka tidak melakukan sholat versi mereka dengan mengenakan sandal-sandal maupun sepatu-sepatu mereka!” (HR Abu Dawud)
Sementara kita hingga kini tetaplah berkeyakinan bahwa hukum sholat dengan mengenakan alas kaki (jika kondisinya memungkinkan) adalah salah satu syariat pembeda dengan ibadah orang Yahudi. Walaupun di masa kita sekarang banyak orang Yahudi yang beribadah dengan mengenakan sepatunya.
Pantaskah Menjadikan Kebaikan Yahudi Sebagai Hujjah? Pembahasan seputar hal ini pernah diulas ringkas di:
https://itishom.org/blog/artikel/ruduud/kebajikan-yang-dilakukan-non-muslim-bukan-acuan-ibadah-bagi-muslimin/
Jawaban ringkasnya tentu tidak pantas.
Karena tidak ada agama yang diridhai Allah selain Islam saja. Ditambah juga karena pada selain ajaran Islam pasti didapati hal-hal yang bertentangan dengan akal sehat, maupun fitrah suci.
Ibnu Hazm rahimahullah menyebutkan sekian perkara menggelikan yang termaktub dalam kitab-kitab mereka,
ﻭﻓﻲ ﻛﺘﺒﻬﻢ ﺃﻥ ﻃﻮﻝ ﻟﺤﻴﺔ ﻓﺮﻋﻮﻥ ﻛﺎﻥ ﺳﺒﻌﻤﺎﺋﺔ ﺫﺭاﻉ ﻭﻫﺬﻩ ﻭاﻟﻠﻪ ﻣﻀﺤﻜﺔ ﺗﺴﻠﻲ اﻟﺜﻜﺎﻟﻰ ﻭﺗﺮﺩ اﻷﺣﺰاﻥ
“Sedangkan pada kitab-kitab mereka disebutkan bahwa panjang jenggot Fir’aun sampai 700 hasta. Dan hal ini demi Allah lelucon yang menghibur sekaligus pelipur lara.” (Al Fashl fi Al Milal wa Al Ahwa’ wa An Nihal 1/162)
Dibalik lelucon tersebut, coba perhatikan, bahkan sejak dulu dalam kitab mereka disebutkan bahwa tokoh kekafiran pun memelihara jenggot.
Namun hal itu tidak menggugurkan penilaian Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa (mayoritas) Yahudi dan musyrikin (Majusi) secara asal mereka suka memangkas habis jenggotnya.
Seorang ulama tafsir terkemuka dari abad 7 H, Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi rahimahullah semasa hidupnya di Cordova Andalusia (wafat tahun 671 H), beliau memperhatikan kondisi kaum Nashrani saat itu banyak yang tidak membiasakan diri dengan perilaku fitrah yang suci. Termasuk yang beliau kritik adalah budaya para lelaki di kalangan mereka yang suka mencukur jenggot. Beliau rahimahullah menyatakan,
ﻭﺃﻣﺎ ﺣﻠﻖ اللحية ﻓﺘﺸﻮﻳﻪ ﻭﻣﺜﻠﺔ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻌﺎﻗﻞ ﺃﻥ ﻳﻔﻌﻠﻬﺎ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﻭاﻟﻌﺠﺐ ﻣﻦ ﺟﻬﻞ اﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﺑﺎﻟﺸﺮاﺋﻊ ﻭﺑﻤﺎ ﻳﺴﺘﺤﺴﻨﻪ ﺫﻭﻭا اﻟﻤﺮﻭءاﺕ ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻳﺤﻠﻘﻮﻥ ﻟﺤﺎﻫﻢ ﻭﻳﺸﻮﻫﻮﻥ ﺃﻧﻔﺴﻬﻢ ﻭﻳﻮﻓﺮﻭﻥ ﻏﻠﻮﻓﺘﻬﻢ اﻟﺘﻲ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﺗﺰاﻝ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺇﺯاﻟﺘﻬﺎ ﻣﻦ اﻟﻔﻮاﺋﺪ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﻣﻦ اﻟﻨﻈﺎﻓﺔ اﻟﻤﺄﻣﻮﺭ ﺑﻬﺎ ﺗﻘﻠﻴﻢ اﻷﻇﻔﺎﺭ ﻭﻧﺘﻒ اﻹﺑﻂ ﻭﺣﻠﻖ اﻟﻌﺎﻧﺔ ﻭﻏﺴﻞ اﻟﺒﺮاﺟﻢ ﻭاﻟﻤﻐﺎﺑﻦ ﺑﺎﻟﻤﺎء ﻭﻫﺬا ﻛﻠﻪ ﻣﻦ ﺷﺮﻋﻨﺎ ﻣﺒﺎﻟﻐﺔ ﻓﻲ اﻟﻨﻈﺎﻓﺔ ﻭﻣﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺎﺭﻡ اﻷﺧﻼﻕ ﻭﻋﻠﻰ ﻋﺎﺩﺓ ﺫﻭﻱ اﻟﻌﻘﻮﻝ ﻭاﻟﻤﺮﻭءاﺕ
“Adapun mencukur jenggot, itu adalah tindakan menimbulkan noda dan cacat yang tidak boleh dilakukan oleh orang waras terhadap diri mereka sendiri. Sementara yang sangat mengherankan dari kegagalan Nashara memahami ketentuan-ketentuan syariat, dan kekaguman mereka terhadap kalangan terpandang yang mereka malah mencukur habis jenggotnya. Dan mereka memutilasi diri mereka sendiri dan justru membiarkan bagian kulup mereka yang mestinya dikhitan karena manfaat menghilangkannya melebihi manfaat yang kami sebutkan tentang kebersihan untuk memotong kuku yang diperintahkan, demikian pula dibandingkan mencabut bulu ketiak, mencukur habis rambut kemaluan, mencuci buku-buku jari dan lipatan kulit dengan air. Dimana semua itu adalah bagian dari aturan syariat kita, merupakan upaya menjaga kebersihan dan menjaga akhlak yang baik, serta merupakan kebiasaan orang-orang yang berakal dan berwibawa.” (Al I’lam bima fi Din An Nashoro min Al Fasad wa Al Awham 1/445)
Misi Syariat Memelihara Jenggot Bukan Hanya Untuk Menyelisihi Orang Kafir Saja
Jadi, tidak perlu menganggap penting asumsi para pemerhati non-muslim itu. Sepatutnya kita mempelajari ilmu dari para ulama yang terkemuka.
Mari kita bandingkan dengan ucapan para ulama Islam yang menunjukkan ketentuan tentang jenggot bagi pria muslim memiliki sekian banyak tujuan yang mengesankan.
Imam As Syafi’i rahimahullah membahasnya dalam pilihan pendapat beliau tentang pria yang hendak tahallul dari ihromnya,
ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ اﻟﺮﺟﻞ ﺃﺻﻠﻊ ﻭﻻ ﺷﻌﺮ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻪ ﺃﻭ ﻣﺤﻠﻮﻗﺎ ﺃﻣﺮ اﻟﻤﻮﺳﻰ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻪ، ﻭﺃﺣﺐ ﺇﻟﻲ ﻟﻮ ﺃﺧﺬ ﻣﻦ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻭﺷﺎﺭﺑﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﻀﻊ ﻣﻦ ﺷﻌﺮﻩ ﺷﻴﺌﺎ ﻟﻠﻪ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻞ ﻓﻼ ﺷﻲء ﻋﻠﻴﻪ؛ ﻷﻥ اﻟﻨﺴﻚ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻓﻲ اﻟﺮﺃﺱ ﻻ ﻓﻲ اﻝﻟﺤﻴﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺴﺎء ﺣﻠﻖ اﻟﺸﻌﺮ ﻭﻳﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺷﻌﻮﺭﻫﻦ ﻗﺪﺭ ﺃﻧﻤﻠﺔ ﻭﻳﻌﻢ ﺑﺎﻷﺧﺬ
“Apabila seorang pria botak, tidak memiliki rambut di kepalanya, atau memang dia (sebelumnya kala mengakhiri ihrom umrohnya) telah tercukur habis, hendaklah dia sekadar menggesekkan pisau cukur di permukaan kepalanya. Dan lebih saya sukai kalau sekiranya (orang yang gundul itu) dia memotong sebagian rambut jenggot dan kumisnya. Sehingga dia benar-benar memotong sebagian dari rambutnya (dipersembahkan) hanya untuk Allah semata. Jika ternyata dia tidak melakukannya, tidak ada tanggungan apapun baginya. Karena memang An Nusuk (ritual ibadah haji) hanyalah diminta pada bagian kepala, bukan pada jenggotnya. Sementara tidak ada tuntunan menggundul rambut bagi wanita. Mereka (para wanita disyariatkan) memotong hanya sebatas ukuran (lebar) jemari, dan hal itu secara umum (bisa diambil dari bagian rambut kepala mana saja).” (Al Umm 2/232)
Coba perhatikan! Imam Asy Syafi’i memahami bahwa secara asal dan keumuman wajarnya, lelaki memiliki jenggot. Baik mereka bangsa Arab, ataupun non Arab yang memiliki budaya beragam. Tetaplah menurut pandangan beliau, lelaki secara umumnya berjenggot.
Al Hafidz An Nawawi ketika menjelaskan hadits perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk memelihara jenggot, beliau menyebutkan beberapa perbedaan pendapat ulama tentang batasannya, lalu beliau menentukan pilihannya,
والمختار ترك اللحية على حالها وألا يتعرض لها بتقصير شيء أصلا ، والمختار في الشارب ترك الاستئصال والاقتصار على ما يبدو به طرف الشفة. والله أعلم
“Dan pendapat yang terpilih, adalah membiarkan jenggot sebagaimana keadaan (aslinya). Dan secara asal tidak memalingkan dari kondisi aslinya dengan memangkasnya sedikitpun. Sedangkan pendapat yang terpilih mengenai kumis adalah menghindari kondisi terlalu panjang maupun terlalu pendek dari batas bisa terlihatnya bagian pinggir atas bibir. Wallahu a’lam.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim 3/151)
Begitu pula dalam madzhab Hanafiyah, salah seorang ulama rujukan madzhab tersbut, Ibnu ‘Abidin Al Hanafi (w 1252 H), beliau menyatakan,
ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ اﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻭﺟﻪ الأمرﺩ ﺇﺫا ﺷﻚ ﻓﻲ اﻟﺸﻬﻮﺓ
“Sesungguhnya diharamkan memandang wajah wanita dan wajah pemuda yang tidak berjenggot (amrod) apabila memicu syahwat.” (Ad Durr Al Mukhtar 1/407)
Syaikh Hamud bin Abdillah At Tuwaijiri rahimahullah berkata,
ومن أعظم الزلات الإفتاء بجواز حلق اللحى وقصها، وعدم المبالاة بما يترتَّب على ذلك من معصية الله تعالى ومعصية رسوله صلى الله عليه وسلم، وعدم المبالاة أيضا بما يترتَّب على ذلك من التشبه بالمجوس وغيرهم من المشركين، وبما يترتَّب على ذلك التشبه بالنساء، وذلك أنك لا ترى شخاً كبيراً يحلق لحيته إلا وترى وجهه يشبه وجوه العجائز من النساء، ولا ترى شاباً يحلق لحيته إلا وترى وجهه يشبه وجوه العذارى، ولو قيل للشيخ الذي يحلق لحيته: يا وجه العجوز! أو قيل للشاب الذي يحلق لحيته: يا وجه البنت! لما رضيا بذلك، ولبادرا إلى الانتقام إن قدرا على ذلك، مع أنَّ كلا منهما قد رضي لنفسه بمشابهة النساء في إزالة الشعر عن الوجه والبعد عن الاتصاف بصفة الرجولة
وإنه لينطبق على الذين يستحسنون حلق اللحى: قول الله تعالى: {زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمالِهِمْ}. وقوله تعالى: {وَزَيَّنَ لَهُمْ الشَّيْطانُ مَا كَانُوا يَعْمَلونَ}
وقد قال مجاهد في تفسير قول الله تعالى: {وللرِّجالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ}؛ قال: «بما يمتاز عليها كاللحية». وذكر ابن جرير نحو هذا القول عن غير مجاهد
وذكر أبو حيان في الكلام على قول الله تعالى: {الرِّجالُ قوَّامونَ عَلى النَّساءِ بِما فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ}: أن اللحية وكشف الوجوه مما فضَّل الله به الرجال على النساء
“Termasuk kekeliruan terbesar, adanya fatwa tentang diperbolehkannya memotong habis jenggot ataupun memangkasnya, serta tidak peduli dengan berbagai kemaksiatan terhadap Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam yang terjadi sebagai akibat hal itu. Juga ketidakpedulian terhadap akibatnya berupa sikap tasyabbuh (menyerupai) Majusi maupun selainnya dari musyrikin. Begitu pula dampak yang timbul berupa tasyabbuh dengan wanita. Hal itu (dapat dipahami) bahwa anda tidaklah melihat seorang lelaki lanjut usia yang mencukur habis jenggotnya melainkan anda akan melihat wajahnya menyerupai wajah-wajah para wanita lanjut usia.
Dan tidak pula anda melihat wajah pemuda yang memangkas habis jenggotnya melainkan anda melihat wajahnya mirip wajah-wajah para pemudi. Kalau sekiranya dikatakan kepada lelaki lanjut usia yang memotong habis jenggotnya: “Hai tampang wanita renta!” atau jika dikatakan kepada pemuda yang memangkas habis jenggotnya, “Hai tampang putri!” tentulah keduanya tidak akan rela dengan hal itu. Bahkan mereka akan segera membalas jika mampu melakukannya. Padahal keduanya telah rela menyerupai wanita dalam menghilangkan rambut dari wajah diri mereka, sekaligus menjauhi karakter yang jantan.
Dan sesungguhnya sungguh cocok keadaan orang-orang yang suka mencukur habis jenggotnya dengan Firman Allah Ta’ala:
زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمالِهِمْ
‘(Setan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu.’
Dan juga firman Allat Ta’ala:
وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
‘Dan setanpun menampakkan kepada mereka kebagusan hal yang selalu mereka kerjakan.’ …”
(Taghlizh Al Malam ‘ala Al Mutasarri’in ila Al Futya wa Taghyir Al Ahkam 1/68)
Kemudian beliau mengutipkan,
Dan sungguh Mujahid telah menyatakan tentang tafsir firman Allah Ta’ala:
وللرِّجالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
‘Sedangkan pada para lelaki terdapat derajat (yang lebih tinggi) dibandingkan mereka (para wanita).’
Beliau (Mujahid) berkata, ‘Dengan karunia yang membedakannya dari wanita seperti (adanya) jenggot.’
Dan Ibnu Jarir juga menyebutkan penafsiran semisal ini dari selain Mujahid.
Sedangkan Abu Hayyan menyebutkan tentang tafsir firman Allah Ta’ala:
الرِّجالُ قوَّامونَ عَلى النَّساءِ بِما فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ
“Para pria merupakan pemimpin bagi para wanita, karena kelebihan yang Allah karuniakan kepada sebagian mereka dibandingkan yang lainnya.”
Bahwa jenggot dan membuka muka (tanpa keharusan menutupinya-pen) adalah kelebihan yang Allah karuniakan kepada para pria dibandingkan para wanita.” (Taghlizh Al Malam ‘ala Al Mutasarri’in ila Al Futya wa Taghyir Al Ahkam 1/68-69)
Bersyukurlah wahai para pria muslim dengan kelebihan yang Allah karuniakan tersebut dan janganlah anda menghilangkannya sehingga setara dengan yang tidak diberi karunia tersebut. Betapa sedikitnya hamba Allah yang bersyukur.
Penulis: Abu Abdirrohman Sofian