Kam 26 Jumadil awal 1446AH 28-11-2024AD

SERIAL KAJIAN KITABUL JAMI’ MIN BULUGHIL MARAM (bag 1)


BAB:
ADAB

Hadits no 1437

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridainya- Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Hak seorang muslim atas muslim ada 6 yaitu:

  1. Jika engkau bertemu dengannya ucapkanlah salam,
  2. Jika engkau mengundangnya, penuhilah undangannya.
  3. Jika ia meminta nasihat, berilah nasihat.
  4. Jika ia bersin kemudian memuji Allah, doakanlah dia (dengan rahmat).
  5. Jika ia sakit, jenguklah.
  6. Jika ia meninggal dunia, iringilah dia (untuk dishalatkan atau dikuburkan)

(H.R Muslim)

Penjelasan:

Dalam hadits ini dinyatakan bahwa hak seorang muslim adalah 6, sedangkan dalam hadits yang lain disebutkan 5. As-Shon’aaniy menjelaskan adanya kemungkinan bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam mendapatkan pemberitahuan dari Allah adanya 6 hak itu setelah sebelumnya beliau mendapat pemberitahuan adanya 5 hak (atTanwiir syarh al-Jami’is Shoghir (5/364)).

Nabi shollallahu alaihi wasallam menjelaskan 6 hak saudara sesama muslim:

Pertama: Jika bertemu, ucapkanlah salam

Para Ulama menjelaskan bahwa hukum memulai mengucapkan salam adalah sunnah (mustahab). Menjawab salam bagi orang yang sendirian adalah fardlu ain (kewajiban bagi tiap pribadi). Sedangkan menjawab salam bagi orang yang berada dalam sekumpulan kaum muslimin adalah fardlu kifayah. Ini adalah hukum asal. Berubah dari hukum asal ini keadaan-keadaan tertentu yang juga dicontohkan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam dan para Sahabatnya.

Kedua: Jika ia memanggil atau mengundangnya, penuhilah undangannya

Menjawab panggilan atau undangan itu adalah wajib jika panggilan berupa permintaan tolong atau undangan walimah pernikahan. Sedangkan panggilan atau undangan yang lain hukumnya adalah dianjurkan (Muro’aatul Mafaatih syarh Misykaatil Mashoobiih (5/213).

Dalil yang menunjukkan wajibnya menghadiri walimah pernikahan adalah hadits:

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى وَلِيمَةِ عُرْسٍ فَلْيُجِبْ

Jika salah seorang dari kalian diundang kepada walimah pernikahan, hadirilah (H.R al-Bukhari dari Ibnu Umar)

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan syarat-syarat suatu undangan wajib dipenuhi adalah:

1. Tidak ada kemunkaran di tempat pelaksanaan undangan.

Jika di tempat undangan tersebut terdapat kemunkaran, baik dalam bentuk kemaksiatan yang jelas, atau lebih – lebih lagi kebid’ahan dan kesyirikan, maka tidak boleh mendatangi undangan tersebut, kecuali jika ia bisa datang untuk mengingkari kemunkaran tersebut.

2. Pihak pengundang bukanlah orang yang harus dijauhi (Hajr). Pengundang bukanlah seorang fasik atau Ahlul Bid’ah yang perlu dijauhi untuk diberi pelajaran.

3. Orang yang mengundang adalah muslim

Boleh juga mendatangi undangan seorang kafir jika diharapkan ada kebaikan, seperti ia bisa dilunakkan hatinya untuk masuk Islam. Sebagaimana Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah memenuhi undangan makan dari seorang Yahudi.

4. Makanan dan minuman yang dihidangkan halal

5. Memenuhi undangan tersebut tidak menyebabkan meninggalkan kewajiban

Contoh: undangan yang bertepatan dengan sholat Jumat. Bagi laki-laki muslim yang tidak musafir dan tidak memiliki udzur tidak boleh mendatangi undangan tersebut, karena bisa meninggalkan kewajiban melaksanakan sholat Jumat.

6. Tidak menyulitkan/ membahayakan pihak yang diundang

Contoh: harus safar dalam mendatangi undangan. Jika mengharuskan safar, tidaklah menjadi kewajiban.

7. Undangan disampaikan secara khusus

Jika diundang secara khusus (orang per orang) maka wajib datang. Contoh: diberi undangan tertulis dan tertera namanya dalam undangan tersebut. Atau, undangan secara khusus dengan ucapan: Anda harus datang, ya… Maka yang demikian wajib didatangi. Tapi kalau undangannya secara umum, tidak wajib. Contoh: Seluruh muslim yang ada di kampung ini, silakan datang semua.

(Disarikan dari penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam alQoulul Mufiid dan Syarh Kitabit Tauhid)

Ketiga: Jika ia meminta nasihat, berikanlah nasihat

Apabila saudara kita meminta nasihat, arahkanlah pada sesuatu yang memberikan maslahat pada dia sesuai dengan yang kita ketahui. Jangan mengarahkan pada hal yang buruk pada dia.


Baca Juga: Agama Adalah An-Nashihah


Keempat: Jika ia bersin dan memuji Allah, doakanlah rahmat untuknya

Apabila saudara kita bersin, namun tidak mengucap alhamdulillah, ia tidak perlu didoakan dengan yarhamukallah. Jika bersinnya lebih dari 3 kali, hal itu adalah karena penyakit, didoakan kesembuhan.

Kelima: Jika ia sakit, jenguklah

Sakit yang perlu dijenguk adalah jika dengan sebabnya itu ia tidak bisa keluar rumah atau keluar dari tempat perawatannya (disarikan dari Fathu Dzil Jalaali wal Ikram karya Syaikh Ibn Utsaimin).

Tujuan menjenguk adalah memberikan kegembiraan dan mendoakan kesembuhannya (disarikan dari Tashilul Ilmaam karya Syaikh Sholih al-Fauzan).

Seorang yang menjeguk saudaranya di pagi hari, 70 ribu Malaikat akan mendoakan dia sampai sore. Apabila ia menjenguk saudaranya di sore hari, 70 ribu Malaikat akan mendoakan hingga pagi. Sebagaimana hadits Ali riwayat Abu Dawud, atTirmidzi, dan lainnya.


Baca Juga: Ringkasan Panduan dan Dalil Shalat Jenazah


Keenam: Jika ia meninggal dunia, iringilah ia (untuk dishalatkan atau dimakamkan)

Barangsiapa yang sholat jenazah dan tidak ikut mengantarkannya maka ia mendapatkan 1 qirath. Jika ia mengantarkannya (juga ke kubur) maka ia mendapatkan 2 qirath (H.R Muslim)

Mengiringi jenazah seharusnya dalam suasana yang khidmat, hening dan tidak mengangkat suara. Termasuk juga tidak mengeraskan suara dengan dzikir Laa Ilaaha Illallaah atau dzikir lainnya.

عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَّادٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسل- يَكْرَهُونَ رَفْعَ الصَوْتِ عِنْدَ الْجَنَائِزِ وَعِنْدَ الْقِتَالِ وَعِنْدَ الذِّكْرِ

Dari Qois bin Abbad beliau berkata: Para Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam membenci mengangkat suara pada saat (mengiringi) jenazah, ketika berperang, dan ketika berdzikir. (Riwayat al-Baihaqy dalam as-Sunanul Kubro, Syaikh al-Albaniy menyatakan bahwa para perawinya terpercaya dalam Ahkaamul Janaaiz)

AnNawawy rahimahullah -seorang Ulama’ Syafiiyyah- menyatakan:

Ketahuilah bahwasanya yang benar dan pendapat terpilih dari perbuatan para Ulama’ Salaf radhiyallahu anhum adalah diam ketika berjalan mengiringi jenazah. Tidak mengangkat suara dengan bacaan atau dzikir, atau ucapan lain. Hikmahnya jelas. Yang demikian lebih menenangkan hati, mengumpulkan pikiran terkait jenazah (mengingat kematian, pent). Itulah yang diharapkan dalam kondisi semacam itu. Inilah yang benar. Janganlah terperdaya dengan banyaknya orang yang menyelisihinya. (al-Adzkaar karya anNawawy (1/160))

 

Ditulis oleh:
Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan