Sen 21 Dzulkaidah 1446AH 19-5-2025AD

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: ” قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Dari Aisyah -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda, jika aku mengetahui suatu malam adalah Lailatul Qodr, apa yang aku baca? Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: ALLAAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ANNII (Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pemaaf dan suka dengan pemberian maaf, maka maafkanlah aku)(H.R Ahmad, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)

Hadits ini memberikan pelajaran yang bisa dipetik, di antaranya:

Pertama: Allah Ta’ala adalah Sang Maha Pemaaf dan suka dengan pemberian maaf.

Kedua: Apabila seseorang menduga bahwa suatu malam adalah Lailatul Qodr di bulan Ramadhan, hendaknya ia memperbanyak mengucapkan: ALLAAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ANNII.

Ketiga: Kalimat doa adalah salah satu implementasi tawassul dengan menyebutkan Nama dan Sifat Allah. Nama Allah yang disebutkan adalah ‘Afuwwun yang artinya Maha Pemaaf. Sedangkan Sifat Allah yang disebutkan di doa itu adalah Dia mencintai pemberian maaf. Barulah kemudian diungkapkan permintaan agar Allah memaafkan orang yang mengucapkan doa tersebut.

Sahabat Nabi Jarir bin Abdillah radhiyallahu anhu pernah berkhotbah di hadapan manusia untuk memintakan permohonan maaf untuk pemimpin mereka, karena Allah mencintai pemberian maaf.

قَالَ جَرِبْرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ : اسْتَعْفُوا لِأَمِيرِكُمْ، فَإِنَّهُ كَانَ يُحِبُّ العَفْوَ

Jarir bin Abdillah berkata: Mintakanlah pemaafan untuk pemimpin kalian, karena sesungguhnya Dia (Allah) suka dengan pemberian maaf (riwayat al-Bukhari dalam Shahihnya)

Jarir bin Abdillah mengatakan demikian saat beliau ditunjuk oleh Muawiyah menjadi gubernur Kufah menggantikan al-Mughiroh bin Syu’bah. Pemimpin yang dimaksud adalah al-Mughiroh bin Syu’bah yang telah meninggal di saat itu.

Nabi shollallahu alaihi wasallam juga pernah mengungkapkan bahwa Allah mencintai pemberian maaf, saat beliau menganjurkan semestinya pemaafan diberikan sebelum pelaporan tindak kriminal seperti pencurian kepada waliyyul amr (pemerintah muslim).

قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدِ : إِنِّي لَأَذْكُرُ أَوَّلَ رَجُلٍ قَطَعَهُ، أُتِيَ بِسَارِقٍ، فَأَمَرَ بِقَطْعِهِ، وَكَأَنَّمَا أُسِفَّ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَأَنَّكَ كَرِهْتَ قَطْعَهُ؟ قَالَ: وَمَا يَمْنَعُنِي، لَا تَكُونُوا عَوْنًا لِلشَّيْطَانِ عَلَى أَخِيكُمْ، إِنَّهُ يَنْبَغِي لِلْإِمَامِ إِذَا انْتَهَى إِلَيْهِ حَدٌّ أَنْ يُقِيمَهُ، إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَفُوٌّ يُحِبُّ الْعَفْوَ: {وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}

Abdullah bin Mas’ud berkata: Sesungguhnya aku benar-benar ingat orang yang pertama kali dipotong tangannya oleh Nabi. Pernah didatangkan seorang pencuri, kemudian Nabi menyuruh untuk memotong (tangannya). Seakan-akan ada kemarahan di wajah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Para Sahabat berkata: Wahai Rasulullah, sepertinya anda tidak suka untuk memotongnya? Nabi bersabda: Apa yang menghalangi aku? Janganlah kalian menjadi penolong bagi setan terhadap saudara kalian. Sesungguhnya semestinya bagi seorang pemimpin apabila sudah sampai laporan untuk ditegakkan hukuman had, ia mesti menegakkannya. Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla Maha Pemaaf lagi mencintai pemberian maaf:

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Berilah maaf dan berlapang dadalah. Tidakkah kalian suka jika Allah mengampuni kalian? Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S anNuur ayat 22)(H.R Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqiy, dihasankan Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah ash-Shahihah)

Artinya, Nabi menyayangkan kalau sampai sang pencuri yang dalam ketentuan syariat Islam layak dipotong tangannya dibawa ke hadapan pemimpin muslim. Sebaiknya, pemilik barang memaafkan sebelum sampai pada tahapan itu. Karena Allah adalah Maha Pemaaf dan menganjurkan pemberian maaf.

Apabila laporan sudah sampai pada pemimpin muslim, mereka haruslah menegakkan hukum had itu. Tidak bisa menerima pemberian maaf lagi.

Al-Imam Abu Dawud as-Sijistaniy menuliskan judul Bab:

بَابُ الْعَفْوِ عَنِ الحُدُودِ مَا لَمْ تَبْلُغِ السُّلْطَانَ

Bab Pemberian Maaf terhadap Hukuman Had Selama Belum Sampai pada Penguasa

Dalam Bab tersebut, diriwayatkan hadits:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: تَعَافُّوا الْحُدُودَ فِيمَا بَيْنَكُمْ، فَمَا بَلَغَنِي مِنْ حَدٍّ فَقَدْ وَجَبَ

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Bersikaplah memberi maaf (sebelum ditegakkan hukuman) had di antara kalian. Namun jika sudah sampai kepadaku (laporan untuk ditegakkan hukuman) had, maka itu telah wajib dilaksanakan (H.R Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh al-Albaniy)


Dikutip dari: draf buku “Mengapa Begitu Sulit Memaafkan? Maafkanlah dan Berbahagialah (Studi terhadap Ayat Quran, Hadits Nabi, dan Penjelasan Ulama tentang Memaafkan), Abu Utsman Kharisman

Tinggalkan Balasan