Lupa Diri Karena Melupakan Allah
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
…وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ…
…Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang melupakan Allah, sehingga Allah pun menjadikan mereka lupa diri…(Q.S al-Hasyr ayat 19)
Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan: Terus berdzikir mengingat Rabb (Allah) Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi menyebabkan seorang aman dari melupakan-Nya. Sedangkan melupakan Allah adalah sebab kesengsaraan seorang hamba dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Karena sesungguhnya melupakan Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi menyebabkan lupa diri dan melupakan kemaslahatan bagi dirinya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang melupakan Allah, sehingga Allah pun menjadikan mereka lupa diri…(Q.S al-Hasyr ayat 19). Apabila seorang hamba melupakan dirinya, ia akan berpaling dari kemaslahatannya, melupakannya, dan tersibukkan darinya. Sehingga akan binasa dan rusak, tidak diragukan lagi. Seperti orang yang memiliki ladang atau kebun atau hewan ternak, atau selainnya yang mengandung kemaslahatan dan keberuntungan untuk dirinya, jika ia pelihara dan jaga dengan baik, namun justru ia abaikan dan lupakan, sibuk dengan yang lain, sehingga ia melalaikan kemaslahatannya itu, maka (asetnya) itu akan rusak, tidak diragukan lagi (al-Waabilush Shoyyib minal Kalimit Thoyyib 1/46)
Beliau juga menyatakan: Dia (Allah) menghukum mereka karena melupakan-Nya dengan membuat mereka lupa diri. Sehingga mereka melupakan mengerjakan hal-hal yang memberikan kemaslahatan bagi diri mereka. Mereka lupa untuk memperbaiki kekurangan mereka. Mereka lupa mendapatkan bagian (kebaikan) pada diri mereka. Di antara kemaslahatan terbesar dan bagian kebaikan yang paling bermanfaat adalah mengingat Rabbnya, Sang Penciptanya. Padahal tidak ada kenikmatan, kebahagiaan, kesuksesan, dan kebaikan kecuali dengan mengingat-Nya, mencintai-Nya, menaati-Nya, menghadapkan diri kepada-Nya, serta berpaling dari selain-Nya. Maka Allah pun membuat mereka melupakan hal itu ketika mereka melupakan-Nya (Syifaa-ul Aliil fi Masaailil Qodho’ wal Qodar 1/135)
Ibnu Rojab al-Hanbaliy rahimahullah menyatakan: Barang siapa yang mengingat Allah saat sehat dan lapang, serta mempersiapkan pertemuan dengan Allah saat kematian dan setelahnya, Allah akan mengingatnya di masa-masa kesulitan itu. Dia (Allah) akan membersamainya, bersikap lembut, menolong dan membantunya, menguatkannya di atas tauhid, sehingga dia akan berjumpa dengan-Nya dalam keadaan diridhai. Sedangkan barang siapa yang melupakan Allah saat sehat dan lapangnya, tidak mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan-Nya, Allah akan melupakan dia saat kondisi genting tersebut. Artinya, Dia berpaling darinya dan mengabaikannya. Apabila kematian datang kepada seorang mukmin yang telah mempersiapkan dirinya, dia berbaik sangka kepada Rabbnya, sehingga datanglah kabar gembira dari Allah. Maka ia pun suka berjumpa dengan Allah, Allah pun suka berjumpa dengannya. Sedangkan orang yang fajir (banyak berdosa dengan kekafiran, pen) berkebalikan dengan itu. Pada saat itu orang beriman merasa senang dan gembira dengan yang telah diperbuatnya. Sedangkan orang yang menyia-nyiakan (masa hidupnya di dunia) akan menyesal dan berkata:
يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ
“Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah” (Q.S az-Zumar ayat 56) (Jami’ul Ulum wal Hikam 1/476)
Kutipan Kalam dalam Bahasa Arab
قال ابن القيم رحمه الله تعالى
أن دوام ذكر الرب تبارك وتعالى يوجب الأمان من نسيانه الذي هو سبب شقاء العبد في معاشه ومعاده، فإن نسيان الرب سبحانه وتعالى يوجب نسيان نفسه ومصالحها، قال تعالى: {ولا تكونوا كالذين نسوا الله فأنساهم أنفسهم أولئك هم الفاسقون} وإذا نسي العبد نفسه أعرض عن مصالحها ونسيها واشتغل عنها فهلكت وفسدت ولا بد كمن له زرع أو بستان أو ماشية أو غير ذلك ومما صلاحه وفلاحه بتعاهده والقيام عليه، فأهمله ونسيه واشتغل عنه بغيره وضيع مصالحه فإنه يفسد ولا بد (الوابل الصيب من الكلم الطيب 1/46)
وقال رحمه الله تعالى : عاقبهم على نسيانهم له بأن أنساهم أنفسهم فنسوا مصالحها أن يفعلوها وعيوبها أن يصلحوها وحظوظها أن يتناولوها ومن أعظم مصالحها وأنفع حظوظها ذكرها لربها وفاطرها وهي لا نعيم لها ولا سرور ولا فلاح ولا صلاح إلا بذكره وحبه وطاعته والإقبال عليه والإعراض عما سواه فأنساهم ذلك لما نسوه (شفاء العليل في مسائل القضاء والقدر 1/135)
قال ابن رجب الحنبلي رحمه الله تعالى : فَمَنْ ذَكَرَ اللَّهَ فِي حَالِ صِحَّتِهِ وَرَخَائِهِ، وَاسْتَعَدَّ حِينَئِذٍ لِلِقَاءِ اللَّهِ بِالْمَوْتِ وَمَا بَعْدَهُ، ذَكَرَهُ اللَّهُ عِنْدَ هَذِهِ الشَّدَائِدِ، فَكَانَ مَعَهُ فِيهَا، وَلَطَفَ بِهِ، وَأَعَانَهُ، وَتَوَلَّاهُ، وَثَبَّتَهُ عَلَى التَّوْحِيدِ، فَلَقِيَهُ وَهُوَ عَنْهُ رَاضٍ، وَمَنْ نَسِيَ اللَّهَ فِي حَالِ صِحَّتِهِ وَرَخَائِهِ، وَلَمْ يَسْتَعِدَّ حِينَئِذٍ لِلِقَائِهِ، نَسِيَهُ اللَّهُ فِي هَذِهِ الشَّدَائِدِ، بِمَعْنَى أَنَّهُ أَعْرَضَ عَنْهُ، وَأَهْمَلَهُ فَإِذَا نَزَلَ الْمَوْتُ بِالْمُؤْمِنِ الْمُسْتَعِدِّ لَهُ، أَحْسَنَ الظَّنَّ بِرَبِّهِ، وَجَاءَتْهُ الْبُشْرَى مِنَ اللَّهِ، فَأَحَبَ لِقَاءَ اللَّهِ، وَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَالْفَاجِرُ بِعَكْسِ ذَلِكَ، وَحِينَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُ، وَيَسْتَبْشِرُ بِمَا قَدَّمَهُ مِمَّا هُوَ قَادِمٌ عَلَيْهِ، وَيَنْدَمُ الْمُفْرِّطُ، وَيَقُولُ: {يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ} [الزمر: 56] (جامع العلوم والحكم 1/476)
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman